PPKM Diperpanjang, Seniman Tulungagung Sebut Kelaparan Juga Membunuh Rakyat

Rabu, 04 Agustus 2021 - 21:06 WIB
Arief Setiawan, musisi Blitar yang memilih menekuni usaha jualan ketan di Jalan Tanjung, Kota Blitar, karena tidak ada lagi job manggung. Foto/Ist.
TULUNGAGUNG - Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga 9 Agustus 2021, membuat para pekerja kreatif dan seniman menjadi kelompok sosial di Kabupaten Tulungagung, yang paling terpukul . Kesempatan berekonomi melalui job-job manggung, benar-benar telah mati.



Koko Thole, salah satu seniman Tulungagung menilai negara yang terlalu sibuk melindungi rakyatnya dari ancaman COVID-19, telah lupa. "Bahwa bukan hanya COVID yang bisa membunuh rakyat . Kelaparan juga bisa membunuh rakyat," tutur Koko Thole kepada SINDOnews, Rabu (5/8/2021).

Perpanjangan PPKM darurat diikuti dengan pembatasan kegiatan lebih ketat. Di Tulungagung, PPKM Darurat diikuti dengan berlakunya jam malam. Para pedagang kecil di pinggir jalan, termasuk warung kopi dan kafe, diharuskan tutup. Setiap pukul 21.00 WIB, lampu penerangan jalan umum juga dimatikan.



Sekelompok musisi yang biasa tampil reguler di sebuah kafe, terkena imbasnya langsung. Sebelum masa pandemi. Mereka setiap pekan minimal bisa manggung dua kali di tempat yang berbeda. Di luar itu masih mendapat tambahan penghasilan dari acara peluncuran produk perusahaan.

Termasuk secara profesional digandeng organisasi sosial untuk peluncuran acara-acara seremonial. "Sejak pandemi dan berlakunya PPKM , semuanya mati," kata Koko yang sebelumnya cukup lama aktif berkesenian di Jakarta.

Matinya kesempatan berekonomi di kalangan pekerja seni, juga berdampak pada elemen ekonomi lain. Terutama vendor-vendor yang selama ini berkolaborasi dengan pekerja seni . Misalnya di acara wedding atau pernikahan. Di dalamnya ada kelompok pekerja dokumentasi. Fotografer dan videografer. Kemudian perias mempelai, pemilik sewa panggung beserta perabotannya, katering makanan, sewa sound system, dan grup wedding singer sendiri.



Dilarangnya acara resepsi pernikahan, kata Koko membuat semuanya tidak bisa berproduksi lagi. "Begitu juga di ruang-ruang berkesenian lain, nasibnya sama," kata Koko. Tidak ada opsi lain selain banting stir. Terjadinya pandemi dan berlakunya PPKM darurat, secara ekonomis profesi seniman sudah tidak bisa diandalkan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content