Cerita Kusni Kasdut, Perampok Legendaris yang Pernah Terlibat Pertempuran 10 November Surabaya
Senin, 14 Juni 2021 - 05:00 WIB
Barisan itu tidak jadi terbentuk. Kusni kemudian masuk pasukan khusus laskar Brigade Teratai, sebagai Staf Pertempuran Ekonomi, departemen ekonomi. Pasukan khusus yang memiliki tangsi militer bernama Asrama Pandu Teratai ini beranggotakan orang-orang dari dunia gelap. Pelacur, germo, garong, perampok, dan pencuri.
Brigade Teratai didirikan pemimpin revolusi Surabaya Dr Moestopo yang telah menjabat Penasehat Presiden bidang kemiliteran, dan berkantor di ibu kota Yogyakarta. Moestopo yang selalu berapi-api tetap meyakini kekuatan revolusi tidak terletak pada kelengkapan peralatan. Tapi lebih pada kekuatan rakyat.
Di Brigade Teratai Kusni Kasdut berada di bawah komando seorang perempuan berpangkat Letkol. Kusni menjalankan tugasnya dengan merampok harta orang-orang kaya untuk kemudian dipakai dana perjuangan. Di Gorang Gareng, Plaosan, Magetan (Saat itu Madiun), Kusni Kasdut menggasak perhiasan serta intan berlian milik pedagang Tionghoa kaya.
Perang gerilya terhadap Belanda tidak berhenti dilakukan. Saat melakukan penyamaran, Kusni yang di Brigade Teratai dijuluki "Bung Kancil", tertangkap dan disiksa. Bersama para pejuang lain ia dijebloskan ke dalam tahanan yang berlokasi di Pabrik Gula, Kebonagung, Malang. Kusni berhasil kabur dengan merusak engsel terali besi.
Para pejuang yang juga ditahan di Pabrik Gula Kebon Agung, ia bebaskan. Namun kakinya tertembak yang membuatnya untuk sementara waktu sembunyi. Bersarangnya timah panas di kaki bukan pertama kali. Kelak saat saling tembak dengan aparat kepolisian Semarang, kaki Kusni juga tertembak.
Begitu juga saat berusaha kabur dari penjara di Surabaya, kakinya juga kembali tertembak . "Dia bertempur untuk terakhir kalinya di Blitar, Jawa Timur, kira-kira pada pertengahan 1949, sedikit sebelum gencatan senjata menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag," tulis Daniel Dhakidae dalam "Menerjang Badai Kekuasaan".
Nasib baik tidak berpihak. Begitu perang selesai, Kabinet Hatta mengeluarkan kebijakan ReRa. Reorganisasi dan Rasionalisasi di tubuh militer Indonesia. Tentara yang ada di TNI ditata ulang. Mereka yang sebelumnya tergabung dalam laskar-laskar, diseleksi. Brigade Teratai tempat Kusni Kasdut bernaung dalam perjuangan kemerdekaan, tidak masuk daftar.
Setelah setahun menunggu, hari itupun tiba. Di Rampal Malang. Kusni mendapat selembar surat pernyataan bekas pejuang dari Rampal. Negara hanya mengakuinya sebagai bekas pejuang. Ia juga mendapat sedikit uang pemulihan. Namun ia dinyatakan bukan tentara. Kusni merasa menjadi korban kebijakan demobilisasi. Hatinya panas. Ia mengutuk dirinya sendiri.
Brigade Teratai didirikan pemimpin revolusi Surabaya Dr Moestopo yang telah menjabat Penasehat Presiden bidang kemiliteran, dan berkantor di ibu kota Yogyakarta. Moestopo yang selalu berapi-api tetap meyakini kekuatan revolusi tidak terletak pada kelengkapan peralatan. Tapi lebih pada kekuatan rakyat.
Baca Juga
Di Brigade Teratai Kusni Kasdut berada di bawah komando seorang perempuan berpangkat Letkol. Kusni menjalankan tugasnya dengan merampok harta orang-orang kaya untuk kemudian dipakai dana perjuangan. Di Gorang Gareng, Plaosan, Magetan (Saat itu Madiun), Kusni Kasdut menggasak perhiasan serta intan berlian milik pedagang Tionghoa kaya.
Perang gerilya terhadap Belanda tidak berhenti dilakukan. Saat melakukan penyamaran, Kusni yang di Brigade Teratai dijuluki "Bung Kancil", tertangkap dan disiksa. Bersama para pejuang lain ia dijebloskan ke dalam tahanan yang berlokasi di Pabrik Gula, Kebonagung, Malang. Kusni berhasil kabur dengan merusak engsel terali besi.
Para pejuang yang juga ditahan di Pabrik Gula Kebon Agung, ia bebaskan. Namun kakinya tertembak yang membuatnya untuk sementara waktu sembunyi. Bersarangnya timah panas di kaki bukan pertama kali. Kelak saat saling tembak dengan aparat kepolisian Semarang, kaki Kusni juga tertembak.
Begitu juga saat berusaha kabur dari penjara di Surabaya, kakinya juga kembali tertembak . "Dia bertempur untuk terakhir kalinya di Blitar, Jawa Timur, kira-kira pada pertengahan 1949, sedikit sebelum gencatan senjata menuju Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag," tulis Daniel Dhakidae dalam "Menerjang Badai Kekuasaan".
Nasib baik tidak berpihak. Begitu perang selesai, Kabinet Hatta mengeluarkan kebijakan ReRa. Reorganisasi dan Rasionalisasi di tubuh militer Indonesia. Tentara yang ada di TNI ditata ulang. Mereka yang sebelumnya tergabung dalam laskar-laskar, diseleksi. Brigade Teratai tempat Kusni Kasdut bernaung dalam perjuangan kemerdekaan, tidak masuk daftar.
Setelah setahun menunggu, hari itupun tiba. Di Rampal Malang. Kusni mendapat selembar surat pernyataan bekas pejuang dari Rampal. Negara hanya mengakuinya sebagai bekas pejuang. Ia juga mendapat sedikit uang pemulihan. Namun ia dinyatakan bukan tentara. Kusni merasa menjadi korban kebijakan demobilisasi. Hatinya panas. Ia mengutuk dirinya sendiri.
Lihat Juga :
tulis komentar anda