Cerita Kusni Kasdut, Perampok Legendaris yang Pernah Terlibat Pertempuran 10 November Surabaya

Senin, 14 Juni 2021 - 05:00 WIB
Ia bermaksud bergabung menjadi sukarelawan perang melawan pemberontak PRRI Permesta. Namun gagal. Kusni kembali merasakan udara pengap penjara. Ia mengalami keputusasaan dalam hidup. Di penjara Kusni berpindah Katolik, dengan nama baru Ignatius Waluyo. Ia merasa terlahir kembali menjadi manusia.

"Apakah sesungguhnya yang kukejar selama ini? Harta?. Telah kuserahkan di Madiun. Tujuh kilo emas-berlian. Uang? Telah kuhamburkan di Surabaya dan telah sia sia. Di Semarang. Kehormatan? Kakiku adalah medali yang tak tercabut kekuasaan? Apakah itu? Apakah itu?," tanya Kusni seperti ditulis Parakitri dalam buku " Kusni Kasdut ".



Revolusilah yang mengajarnya merampok. Kusni sempat bertanya-tanya. Apa bedanya merampok di Gorang Gareng Madiun ,dengan museum negara. Apa bedanya merampok keluarga Tionghoa, keluarga Indonesia, dan merampok museum milik rakyat Indonesia?.

"Dia sampai kepada kesimpulan dan keyakinan penuh bahwa tidak ada bedanya. Berlian adalah berlian. Merampok adalah merampok," tulis Daniel Dhakidae dalam "Menerjang Badai Kekuasaan". Pada 10 November 1979, Presiden Soeharto menolak permohonan grasi Kusni Kasdut .

Hari itu tanggal 6 Februari 1980. Eksekusi atas vonis hukuman mati dilaksanakan. Kusni Kasdut menghembuskan nafas terakhir dengan tiga peluru menembus dada dan lima peluru bersarang di perut. Kusni meninggalkan dua anak dan seorang istri serta mantan istri.
(eyt)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More