Belajar dari Covid-19, UPF: Etika Pengelolaan Lingkungan Perlu Dihidupkan
Sabtu, 18 April 2020 - 22:59 WIB
Dalam konteks itu, lanjutnya, moral kolektif yang bersumber dari kesadaran tentang deep ecology Naess tersebut perlu dihidupkan untuk menggerakan partisipasi masyarakat sebagai kelompok terdekat untuk melindungi alam kehidupan ini.
Dr. Antonius Atosikhi Gea, peserta seminar yang juga penulis buku Relasi Manusia dengan Alam menyoroti tesis Naess dengan mempersoalkan batas peran dan posisi manusia atas alam. Menanggapi pertannyaan ini, Dr. Barnabas yang juga mengajar Fisafat pada Universitas De La Salle, Manado, Sulawesi Utara mengatakan bahwa Naess mengusulkan supaya manusia memanfaatkan alam secukupnya untuk hidupnya.
"Jadi tujuan pemanfaatan alam adalah untuk kehidupan itu sendiri, dan hal ini adalah proses siklis yang alamiah pada kehidupan alam. Yang menjadi persoalan dewasa ini, adalah alam dikuasi bukan demi kehidupan, tetapi demi kekuasaan, kenikmatan, dan keinginan," paparnya.
Sementara itu Dr. Arcadius Benawa, salah satu peserta seminar, berusaha mengaitkan gagasan deep ecology dengan pandangan relasional being dan interconnectedness dalam bingkai filsafat proses Whitehead. Dalam kaitan dengan hal itu, Ari menyatakan bahwa antropsentrisme yang ditentang oleh deep ecology dapat juga diganti dengan terminologi ecosentrisme, di mana semua entitas yang ada di alam ini saling terkoneksi satu dengan yang lainnya.
Seminar ini diikuti oleh 95 peserta dari beragam profil seperti ; Para pengajar Character Building dari Universitas Bina Nusantara, Universitas De La Salle, Manado; Universitas Sebelas Maret, Solo; Universitas Patimura, Ambon; Institute Injil Indonesia Batu, Jakarta Japanese School, SMA 10 Kepulaian Tanimbar, Sekolah Tinggi Fifsafat Seminari Pineleng.
Selain itu juga diikuti oleh para mahasiswa dari Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Para Seniman dari KAMISAMA Art & Performance Laboratory, Pemerhati Lingkungan Hidup dari LSM The Climate Reality Project dan Assosiasi Pengusaha Sampah Indonesia, juga dari jaringan Uversal Peace Federation Jakarta.
Dr. Antonius Atosikhi Gea, peserta seminar yang juga penulis buku Relasi Manusia dengan Alam menyoroti tesis Naess dengan mempersoalkan batas peran dan posisi manusia atas alam. Menanggapi pertannyaan ini, Dr. Barnabas yang juga mengajar Fisafat pada Universitas De La Salle, Manado, Sulawesi Utara mengatakan bahwa Naess mengusulkan supaya manusia memanfaatkan alam secukupnya untuk hidupnya.
"Jadi tujuan pemanfaatan alam adalah untuk kehidupan itu sendiri, dan hal ini adalah proses siklis yang alamiah pada kehidupan alam. Yang menjadi persoalan dewasa ini, adalah alam dikuasi bukan demi kehidupan, tetapi demi kekuasaan, kenikmatan, dan keinginan," paparnya.
Sementara itu Dr. Arcadius Benawa, salah satu peserta seminar, berusaha mengaitkan gagasan deep ecology dengan pandangan relasional being dan interconnectedness dalam bingkai filsafat proses Whitehead. Dalam kaitan dengan hal itu, Ari menyatakan bahwa antropsentrisme yang ditentang oleh deep ecology dapat juga diganti dengan terminologi ecosentrisme, di mana semua entitas yang ada di alam ini saling terkoneksi satu dengan yang lainnya.
Seminar ini diikuti oleh 95 peserta dari beragam profil seperti ; Para pengajar Character Building dari Universitas Bina Nusantara, Universitas De La Salle, Manado; Universitas Sebelas Maret, Solo; Universitas Patimura, Ambon; Institute Injil Indonesia Batu, Jakarta Japanese School, SMA 10 Kepulaian Tanimbar, Sekolah Tinggi Fifsafat Seminari Pineleng.
Selain itu juga diikuti oleh para mahasiswa dari Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Para Seniman dari KAMISAMA Art & Performance Laboratory, Pemerhati Lingkungan Hidup dari LSM The Climate Reality Project dan Assosiasi Pengusaha Sampah Indonesia, juga dari jaringan Uversal Peace Federation Jakarta.
(don)
tulis komentar anda