Diduga Disekap dan Dicabuli, Siswi SMK Surabaya Laporkan Kepala Sekolah ke Polisi
Rabu, 03 Maret 2021 - 16:36 WIB
Baca juga: Dua Bulan Banjir Tak Surut, Pelajar Lamongan Terpaksa Sekolah Naik Perahu
Ayah kandung ARN, Soeminto menjelaskan, anaknya baru mengaku mendapat perbuatan tidak senonoh setelah ia pulang dari perantauan. Selama satu tahun Soeminto merantau di ibu kota demi membiayai sekolah anaknya.
Saat sampai di rumah, Soeminto awalnya hanya menegur ARN yang tidak mau melanjutkan sekolah, padahal sudah masuk masa ujian. Selain itu, ARN yang biasanya periang tiba-tiba murung dan susah diajak bicara.
"Rasa penasaran dan butuh kejelasan, tak juga saya dapatkan. Hingga pukul 11 malam, putra sulung saya pulang dan langsung saya tekan untuk menceritakan alasan adiknya tak mau kembali sekolah. Akhirnya dengan di bumbui debat keras, putra sulung saya menceritakan bahwa adiknya mengalami depresi akibat perlakuan kepala sekolahnya saat sebelum wabah pandemi COVID-19," paparnya.
Tak puas dengan kabar itu, Soeminto pun masuk ke kamar dan meminta putrinya sendiri menjelaskan ikhwal kejadian itu. Namun bukan kejelasan yang ia dapat, justru ARN tubuhnya menggigil penuh rasa takut sambil menangis.
"Sebagai Ketua Sekolah, apalagi sekolah berbasis agamis tentu seharusnya amanat dan berakhlaq mulia. Bukan malah menjadi predator bagi murid-muridnya. Kebejadan, kebiadaban kepsek tidak layak di diamkan. Lelaku biadab ini telah merusak masa depan putri saya. Dua tahun lebih kami bersusah payah mencarikan biaya SPP yang sering nunggak, diakhir pendidikan putri saya di hancurkan dengan perbuatan biadab. Sementara itu, saya selaku orang tua, tidak bisa berbuat apa-apa. Saya berharap, pihak atasan dari lembaga pendidikan menjatuhkan sanksi tegas pada pelaku yang menjadikan putri saya kehilangan semangat belajar dan trauma ketakutan luar biasa," tegasnya.
Ayah kandung ARN, Soeminto menjelaskan, anaknya baru mengaku mendapat perbuatan tidak senonoh setelah ia pulang dari perantauan. Selama satu tahun Soeminto merantau di ibu kota demi membiayai sekolah anaknya.
Saat sampai di rumah, Soeminto awalnya hanya menegur ARN yang tidak mau melanjutkan sekolah, padahal sudah masuk masa ujian. Selain itu, ARN yang biasanya periang tiba-tiba murung dan susah diajak bicara.
"Rasa penasaran dan butuh kejelasan, tak juga saya dapatkan. Hingga pukul 11 malam, putra sulung saya pulang dan langsung saya tekan untuk menceritakan alasan adiknya tak mau kembali sekolah. Akhirnya dengan di bumbui debat keras, putra sulung saya menceritakan bahwa adiknya mengalami depresi akibat perlakuan kepala sekolahnya saat sebelum wabah pandemi COVID-19," paparnya.
Tak puas dengan kabar itu, Soeminto pun masuk ke kamar dan meminta putrinya sendiri menjelaskan ikhwal kejadian itu. Namun bukan kejelasan yang ia dapat, justru ARN tubuhnya menggigil penuh rasa takut sambil menangis.
"Sebagai Ketua Sekolah, apalagi sekolah berbasis agamis tentu seharusnya amanat dan berakhlaq mulia. Bukan malah menjadi predator bagi murid-muridnya. Kebejadan, kebiadaban kepsek tidak layak di diamkan. Lelaku biadab ini telah merusak masa depan putri saya. Dua tahun lebih kami bersusah payah mencarikan biaya SPP yang sering nunggak, diakhir pendidikan putri saya di hancurkan dengan perbuatan biadab. Sementara itu, saya selaku orang tua, tidak bisa berbuat apa-apa. Saya berharap, pihak atasan dari lembaga pendidikan menjatuhkan sanksi tegas pada pelaku yang menjadikan putri saya kehilangan semangat belajar dan trauma ketakutan luar biasa," tegasnya.
(msd)
tulis komentar anda