Minimalisir Dampak Corona, Dosen UGM Kembangkan Bilik Swab Covid-19
Jum'at, 17 April 2020 - 15:15 WIB
YOGYAKARTA - Dosen Departemen Mikrobiologi Pertanian Fakultas Pertanian UGM Jaka Widada membuat bilik swab yang dilengkapi dengan High-efficiency particulate air (HEPA) Filter atau filter udara parikulat efisiensi tinggi.
Bilik ini untuk memudahkan dan melindungi tenaga kesehatan dalam mendeteksi infeksi virus corona jenis baru, Covid-19 pada pasien, sekaligus mengurangi ketergantungan alat pelindung diri (APD) saat melakukan tes swab pada pasien dan sebagai solusi alternatif bagi petugas kesehatan di tengah keteratasan APD. Sehingga dapat mengurangi limbah alat medis serta menyiasati kekurangan perlengkapan medis.
Jaka Widada mengatakan bilik swab tersebut di desain dengan ukuran 90x90 cm cengan tinggi 2 meter. Bodi bilik terbuat dari bahan alumunium panel composit (APC) dengan ketebalan sekitar 3 mm.
Dilengkapi dengan pintu pada bagian belakang dan di bagian depan memakai kaca dengan tebal 6 mm dengan dua lubang yang dipasang saung tangan panjang berstandar medis dilengkapi dengan handscoon sekali pakai untuk tangan petugas kesehatan memeriksa pasien.
Bilik turut dilengkapi dengan HEPA filter yang biasa dipakai untuk membuat ruangan bersih dan steril layaknya di laboratorium. Di dalam bilik diberi lampu pencahayaan dan blower dan amplifier dengan speaker sebagai sarana komunikasi dengan pasien.
“Desain bilik bersifat dinamis, dapat bergerak dengan empat roda di bawahnya. Dengan desain ini memungkinkan bilik untuk dipindahtempatkan dengan mudah dan dapat dipakai diberbagai tempat,” jelasnya, Jumat (17/4/2020).
Jaka menjelaskan melalui bilik swab ini petugas kesehatan dapat merasakan kenyamanan saat melakukan uji swab pada pasien. Sementara kemanan baik petugas medis maupun pasien juga terjaga. Disinfeksi dilakukan pada sarung tangan sekali pakai dan permukaan luar bilik sebelum siap dipakai oleh pasien berikutnya.
“Jadi saat ada pasien baru datang untuk di swab kondisinya sudah bersih, sudah disemprot dan diganti dengan sarung tangan yang baru,”terangnya.
Jaka berharap bilik swab dapat membantu dan menghemat APD saat pengujian swab serta memberikan kenyamanan bagi petugas kesehatan saat melakukan uji swab, sebab tidak perlu pakai APD hanya cukup mengunakan masker sehingga nyaman tidak terbebani dengan hazmat yang berat dan panas.
“Bilik swab ini juga dapat mengurangi limbah alat medis serta menyiasati kekurangan perlengkapan medis. Menjadi solusi alternatif bagi petugas kesehatan di tengah keteratasan APD. Termasuk mampu menginspirasi generasi muda untuk berinovasi mengembangkan yang lebih bagus lagi untuk bersama-sama menanggulangi Covid-19,” paparnya.
Menurut Jaka untuk membuat satu unit bilik swab menghabiskan biaya sekitar Rp8 jutaan. Saat ini baru bisa memproduksi 10-15 unit per minggu. Dalam proses produksi menggandeng dua UMKM di Yogyakarta.
“Inovasi bilik swab yang dikembangkan juga telah dilirik Gugus Tugas Covid-19 Nasional untuk kerja sama produksi secara masal,” ungkap Jaka yang saat ini sedang menyelesaikan lima bilik swab yang akan didistribusikan ke sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19.
Bilik ini untuk memudahkan dan melindungi tenaga kesehatan dalam mendeteksi infeksi virus corona jenis baru, Covid-19 pada pasien, sekaligus mengurangi ketergantungan alat pelindung diri (APD) saat melakukan tes swab pada pasien dan sebagai solusi alternatif bagi petugas kesehatan di tengah keteratasan APD. Sehingga dapat mengurangi limbah alat medis serta menyiasati kekurangan perlengkapan medis.
Jaka Widada mengatakan bilik swab tersebut di desain dengan ukuran 90x90 cm cengan tinggi 2 meter. Bodi bilik terbuat dari bahan alumunium panel composit (APC) dengan ketebalan sekitar 3 mm.
Dilengkapi dengan pintu pada bagian belakang dan di bagian depan memakai kaca dengan tebal 6 mm dengan dua lubang yang dipasang saung tangan panjang berstandar medis dilengkapi dengan handscoon sekali pakai untuk tangan petugas kesehatan memeriksa pasien.
Bilik turut dilengkapi dengan HEPA filter yang biasa dipakai untuk membuat ruangan bersih dan steril layaknya di laboratorium. Di dalam bilik diberi lampu pencahayaan dan blower dan amplifier dengan speaker sebagai sarana komunikasi dengan pasien.
“Desain bilik bersifat dinamis, dapat bergerak dengan empat roda di bawahnya. Dengan desain ini memungkinkan bilik untuk dipindahtempatkan dengan mudah dan dapat dipakai diberbagai tempat,” jelasnya, Jumat (17/4/2020).
Jaka menjelaskan melalui bilik swab ini petugas kesehatan dapat merasakan kenyamanan saat melakukan uji swab pada pasien. Sementara kemanan baik petugas medis maupun pasien juga terjaga. Disinfeksi dilakukan pada sarung tangan sekali pakai dan permukaan luar bilik sebelum siap dipakai oleh pasien berikutnya.
“Jadi saat ada pasien baru datang untuk di swab kondisinya sudah bersih, sudah disemprot dan diganti dengan sarung tangan yang baru,”terangnya.
Jaka berharap bilik swab dapat membantu dan menghemat APD saat pengujian swab serta memberikan kenyamanan bagi petugas kesehatan saat melakukan uji swab, sebab tidak perlu pakai APD hanya cukup mengunakan masker sehingga nyaman tidak terbebani dengan hazmat yang berat dan panas.
“Bilik swab ini juga dapat mengurangi limbah alat medis serta menyiasati kekurangan perlengkapan medis. Menjadi solusi alternatif bagi petugas kesehatan di tengah keteratasan APD. Termasuk mampu menginspirasi generasi muda untuk berinovasi mengembangkan yang lebih bagus lagi untuk bersama-sama menanggulangi Covid-19,” paparnya.
Menurut Jaka untuk membuat satu unit bilik swab menghabiskan biaya sekitar Rp8 jutaan. Saat ini baru bisa memproduksi 10-15 unit per minggu. Dalam proses produksi menggandeng dua UMKM di Yogyakarta.
“Inovasi bilik swab yang dikembangkan juga telah dilirik Gugus Tugas Covid-19 Nasional untuk kerja sama produksi secara masal,” ungkap Jaka yang saat ini sedang menyelesaikan lima bilik swab yang akan didistribusikan ke sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19.
(nun)
tulis komentar anda