40.000 Jiwa Melayang Jadi Korban COVID-19 di Inggris
Rabu, 13 Mei 2020 - 08:01 WIB
LONDON - Data Kantor Statistik Nasional untuk Inggris dan Wales menyatakan korban meninggal akibat pandemi virus Corona atau COVID-19 di Inggris mencapai 38.289 jiwa pada 3 Mei 2020, naik hampir 6.000 kasus dalam sepekan. Data kematian itu juga termasuk di Skotlandia dan Irlandia Utara, sehingga tercatat sebagai yang terburuk di Eropa.
Sejak saat itu, sekitar 2.251 orang meninggal akibat COVID-19 di sejumlah rumah sakit Inggris. Berdasarkan data harian terbaru, sehingga total korban meninggal hingga Selasa (12/5/2020) mencapai lebih dari 40.000 orang. Perkembangan itu memicu berbagai pertanyaan tentang kemampuan Perdana Menteri (PM) Boris Johnson dalam menangani krisis virus Corona.
Meski cara berbeda dalam menghitung korban meninggal itu membuat perbandingan dengan negara lain sulit dilakukan, data itu menunjukkan Inggris menjadi salah satu yang terburuk terkena pandemi corona. Saat ini total meninggal akibat COVID-19 di dunia mencapai 285.000 orang.
Data ini muncul sehari setelah Johnson menyusun rencana bertahap agar Inggris kembali membuka perekonomian, termasuk menyarankan pemakaian masker kain. Tingginya korban meninggal ini menambah tekanan pada Johnson. (Baca juga; Jabar Siapkan Antisipasi Kedatangan Ribuan Pekerja Migran dari Luar Negeri )
Partai-partai oposisi menilai dia terlalu lambat menerapkan lockdown, lamban melakukan tes massal dan lambat dalam memberikan peralatan pelindung ke rumah sakit. Data menunjukkan gambaran suram di sejumlah panti jompo yang terpukul akibat virus itu.
“Panti jompo mengalami penurunan yang lambat, sayangnya. Untuk pertama kali yang saya ingat, ada lebih banyak kematian secara total di panti jompo dibandingkan di rumah sakit pada pekan itu,” ungkap pakar statistik Nick Stripe dari ONS.
Panti jompo saat ini mencakup sepertiga dari total kematian di Inggris dan Wales. Pada Maret, kepala penasihat ilmiah Inggris menyatakan korban meninggal di bawah 20.000 merupakan “hasil yang bagus”. Pada April, Reuters melaporkan skenario kasus terburuk pemerintah adalah korban meninggal mencapai 50.000 orang. (Baca Juga: Terinfeksi Covid-19, Jubir Vladimir Putin Dirawat di Rumah Sakit )
Sejak saat itu, sekitar 2.251 orang meninggal akibat COVID-19 di sejumlah rumah sakit Inggris. Berdasarkan data harian terbaru, sehingga total korban meninggal hingga Selasa (12/5/2020) mencapai lebih dari 40.000 orang. Perkembangan itu memicu berbagai pertanyaan tentang kemampuan Perdana Menteri (PM) Boris Johnson dalam menangani krisis virus Corona.
Meski cara berbeda dalam menghitung korban meninggal itu membuat perbandingan dengan negara lain sulit dilakukan, data itu menunjukkan Inggris menjadi salah satu yang terburuk terkena pandemi corona. Saat ini total meninggal akibat COVID-19 di dunia mencapai 285.000 orang.
Data ini muncul sehari setelah Johnson menyusun rencana bertahap agar Inggris kembali membuka perekonomian, termasuk menyarankan pemakaian masker kain. Tingginya korban meninggal ini menambah tekanan pada Johnson. (Baca juga; Jabar Siapkan Antisipasi Kedatangan Ribuan Pekerja Migran dari Luar Negeri )
Partai-partai oposisi menilai dia terlalu lambat menerapkan lockdown, lamban melakukan tes massal dan lambat dalam memberikan peralatan pelindung ke rumah sakit. Data menunjukkan gambaran suram di sejumlah panti jompo yang terpukul akibat virus itu.
“Panti jompo mengalami penurunan yang lambat, sayangnya. Untuk pertama kali yang saya ingat, ada lebih banyak kematian secara total di panti jompo dibandingkan di rumah sakit pada pekan itu,” ungkap pakar statistik Nick Stripe dari ONS.
Panti jompo saat ini mencakup sepertiga dari total kematian di Inggris dan Wales. Pada Maret, kepala penasihat ilmiah Inggris menyatakan korban meninggal di bawah 20.000 merupakan “hasil yang bagus”. Pada April, Reuters melaporkan skenario kasus terburuk pemerintah adalah korban meninggal mencapai 50.000 orang. (Baca Juga: Terinfeksi Covid-19, Jubir Vladimir Putin Dirawat di Rumah Sakit )
(wib)
tulis komentar anda