Kemenag Pasok Naskah Khutbah Jumat, DMI Blitar Sebut Khatib Independen
Rabu, 25 November 2020 - 20:06 WIB
BLITAR - Pembuatan naskah khutbah Jumat oleh Kementrian Agama (Kemenag) dalam rangka pencegahan gerakan radikalisme (deradikalisasi) di lingkungan tempat ibadah (masjid), bagi DMI (Dewan Masjid Indonesia) Blitar Raya perlu dilakukan. Hanya saja sejauh mana efektifitasnya, menurut Ketua DMI Kabupaten Blitar KH Farkhan, harus betul-betul terukur. (Baca juga: Tak Ada Kompromi, Pangdam III Siliwangi dan Kapolda Banten Sikat Habis Baliho Provokatif )
"Dalam konteks preventif (deradikalisasi) dan bentuk tanggung jawab negara dalam upaya terjadi kententraman dan keamanan di masyarakat, apapun bentuknya diperlukan (pembuatan naskah khutbah Jumat )," ujar KH Farhan menjawab SINDOnews.com, Rabu (25/11/2020). Masjid, selain sebagai tempat ibadah mahdhah, kata Kiai Farhan sekaligus ruang menyampaikan pesan sosial.
Karenanya, dalam konteks pencegahan radikalisme (deradikalisasi), kalau ditanya apakah perlu naskah khutbah Jumat dibuat Kemenag, Kiai Farhan menegaskan perlu. Sebab masjid menjadi faktor penting menciptakan kemakmuran. "Dalam tanda kutip (kemakmuran) adalah keamanan dan kententraman," terang Kiai Farhan.
Informasi yang dihimpun, jumlah masjid yang tersebar di 22 kecamatan di Kabupaten Blitar, sebanyak 943. Dengan rata rata 2-3 orang khatib per masjid, jumlah khatib di Kabupaten Blitar mencapai sekitar 2.829 orang. Meski diakui perlu, menurut Kiai Farhan, kemenag harus secara serius memperhatikan konten naskah khutbah Jumat. (Baca juga: 7 Penambang Emas Itu Akhirnya Diikhlaskan Terkubur di Bumi Kotawaringin Barat )
Konten tidak bisa sembarangan. Diharapkan sesuai dengan kondisi riil masyarakat. Yakni terutama jamaah masjid. Sejauh apa tingkat keseriusan isinya. Kemudian juga seperti apa sosialisasinya, serta durasi waktunya, kemenag kata Kiai Farhan harus memperhatikan dengan serius. Jangan sampai menimbulkan kegaduhan baru.
Kiai Farhan tidak ingin naskah khutbah Jumat justru tidak dibaca khatib karena isinya dianggap menimbulkan hal hal kontraproduktif. "Itu sangat terbuka. Ada kemungkinan (konten kontraproduktif)," papar Kiai Farhan. Meski setuju naskah khutbah Jumat perlu dibuat Kemenag sebagai bentuk tanggung jawab negara, Kiai Farhan juga mengatakan, masjid di Blitar Raya adalah masjid independen.
Begitu juga dengan khatib-khatibnya beserta isi khotbahnya. Mereka, kata Kiai Farhan tidak terbiasa diinstruksi, yakni termasuk oleh ormas yang menaungi. Isi khutbah Jumat yang dibaca rata rata cerminan dari situasi dan kondisi jamaah. Karenanya, mereka tidak mungkin melakukan khotbah panjang. Sebab hal itu justru menimbulkan kegaduhan. (Baca juga: Lewat Lukisan, Satpol PP Jatim Ajak Seniman Jadi Duta Protokol Kesehatan )
"Walaupun baik isinya, kegaduhan bukan karena isi, tapi durasi waktu yang terlalu panjang," jelas Kiai Farhan yang berharap naskah khutbah Jumat juga memperhatikan durasi. Dalam kesempatan itu Kiai Farhan juga terang terangan mengatakan, upaya negara melakukan deradikalisasi sejak dini melalui naskah khutbah Jumat layak diparesiasi. Ia mencontohkan di Blitar Raya.
Potensi gerakan radikalisme diakui ada. Namun tidak dalam situasi yang mengkhawatirkan seperti di kota besar, Jakarta misalnya. Kendati demikian, menurut Kiai Farhan upaya deradikalisasi harus terus dilakukan. Termasuk salah satunya melalui tempat ibadah. Bisa jadi potensi besar ada di media sosial. Namun jika tidak dicegah dari segala lini, apa yang terjadi di media sosial, kata Kiai Farhan bisa teraktualisasi di kehidupan nyata.
"Pada konteks pencegahan, upaya yang dilakukan tentu lebih baik daripada menunggu situasi mengkhawatirkan," terang Kiai Farhan. Dalam kesempatan itu Kiai Farhan juga menyampaikan pandangan, bahwa upaya deradikalisasi seyogyanya tidak hanya melalui pendekatan agama. Sebab akar radikalisme tidak lepas dari faktor ekonomi dan keadilan global. (Baca juga: Demi Bisa Wisuda Sarjana di Usia 78 Tahun, Adik Wapres Try Sutrisno Rela Mandi Jam 1 Pagi )
Kalau hanya dihubungkan dengan pola pikir pandangan beragama, Kiai Farhan khawatir tingkat keberhasilan upaya deradikalisasi tidak bisa berjalan optimal. "Sebagai upaya layak diparesiasi. Cuma efektifitasnya itu sejauh mana," pungkas Kiai Farhan.
"Dalam konteks preventif (deradikalisasi) dan bentuk tanggung jawab negara dalam upaya terjadi kententraman dan keamanan di masyarakat, apapun bentuknya diperlukan (pembuatan naskah khutbah Jumat )," ujar KH Farhan menjawab SINDOnews.com, Rabu (25/11/2020). Masjid, selain sebagai tempat ibadah mahdhah, kata Kiai Farhan sekaligus ruang menyampaikan pesan sosial.
Karenanya, dalam konteks pencegahan radikalisme (deradikalisasi), kalau ditanya apakah perlu naskah khutbah Jumat dibuat Kemenag, Kiai Farhan menegaskan perlu. Sebab masjid menjadi faktor penting menciptakan kemakmuran. "Dalam tanda kutip (kemakmuran) adalah keamanan dan kententraman," terang Kiai Farhan.
Informasi yang dihimpun, jumlah masjid yang tersebar di 22 kecamatan di Kabupaten Blitar, sebanyak 943. Dengan rata rata 2-3 orang khatib per masjid, jumlah khatib di Kabupaten Blitar mencapai sekitar 2.829 orang. Meski diakui perlu, menurut Kiai Farhan, kemenag harus secara serius memperhatikan konten naskah khutbah Jumat. (Baca juga: 7 Penambang Emas Itu Akhirnya Diikhlaskan Terkubur di Bumi Kotawaringin Barat )
Konten tidak bisa sembarangan. Diharapkan sesuai dengan kondisi riil masyarakat. Yakni terutama jamaah masjid. Sejauh apa tingkat keseriusan isinya. Kemudian juga seperti apa sosialisasinya, serta durasi waktunya, kemenag kata Kiai Farhan harus memperhatikan dengan serius. Jangan sampai menimbulkan kegaduhan baru.
Kiai Farhan tidak ingin naskah khutbah Jumat justru tidak dibaca khatib karena isinya dianggap menimbulkan hal hal kontraproduktif. "Itu sangat terbuka. Ada kemungkinan (konten kontraproduktif)," papar Kiai Farhan. Meski setuju naskah khutbah Jumat perlu dibuat Kemenag sebagai bentuk tanggung jawab negara, Kiai Farhan juga mengatakan, masjid di Blitar Raya adalah masjid independen.
Begitu juga dengan khatib-khatibnya beserta isi khotbahnya. Mereka, kata Kiai Farhan tidak terbiasa diinstruksi, yakni termasuk oleh ormas yang menaungi. Isi khutbah Jumat yang dibaca rata rata cerminan dari situasi dan kondisi jamaah. Karenanya, mereka tidak mungkin melakukan khotbah panjang. Sebab hal itu justru menimbulkan kegaduhan. (Baca juga: Lewat Lukisan, Satpol PP Jatim Ajak Seniman Jadi Duta Protokol Kesehatan )
"Walaupun baik isinya, kegaduhan bukan karena isi, tapi durasi waktu yang terlalu panjang," jelas Kiai Farhan yang berharap naskah khutbah Jumat juga memperhatikan durasi. Dalam kesempatan itu Kiai Farhan juga terang terangan mengatakan, upaya negara melakukan deradikalisasi sejak dini melalui naskah khutbah Jumat layak diparesiasi. Ia mencontohkan di Blitar Raya.
Potensi gerakan radikalisme diakui ada. Namun tidak dalam situasi yang mengkhawatirkan seperti di kota besar, Jakarta misalnya. Kendati demikian, menurut Kiai Farhan upaya deradikalisasi harus terus dilakukan. Termasuk salah satunya melalui tempat ibadah. Bisa jadi potensi besar ada di media sosial. Namun jika tidak dicegah dari segala lini, apa yang terjadi di media sosial, kata Kiai Farhan bisa teraktualisasi di kehidupan nyata.
"Pada konteks pencegahan, upaya yang dilakukan tentu lebih baik daripada menunggu situasi mengkhawatirkan," terang Kiai Farhan. Dalam kesempatan itu Kiai Farhan juga menyampaikan pandangan, bahwa upaya deradikalisasi seyogyanya tidak hanya melalui pendekatan agama. Sebab akar radikalisme tidak lepas dari faktor ekonomi dan keadilan global. (Baca juga: Demi Bisa Wisuda Sarjana di Usia 78 Tahun, Adik Wapres Try Sutrisno Rela Mandi Jam 1 Pagi )
Kalau hanya dihubungkan dengan pola pikir pandangan beragama, Kiai Farhan khawatir tingkat keberhasilan upaya deradikalisasi tidak bisa berjalan optimal. "Sebagai upaya layak diparesiasi. Cuma efektifitasnya itu sejauh mana," pungkas Kiai Farhan.
(eyt)
tulis komentar anda