Blitar Rencanakan Belajar Tatap Muka, Wali Murid Sebut Tak Efektif
Jum'at, 13 November 2020 - 18:21 WIB
BLITAR - Pengembalian sistem belajar mengajar tatap muka di lingkungan sekolah Kota Blitar , dinilai tidak efektif jika pandemi COVID-19 masih terjadi. Termasuk menerapkan sistem siswa masuk bergantian di sekolah, juga dianggap tidak maksimal. (Baca juga: Pilbup Bandung, Ponpes Miftahul Huda Instruksikan Ribuan Alumni Dukung Bedas )
Hartono, salah seorang wali murid di Kota Blitar mengatakan, sekolah sebaiknya tetap melaksanakan sistem pembelajaran daring (dalam jaringan), jika memang pandemi COVID-19 belum berlalu. "Selama masih ada pandemi, tidak efektif," tutur Hartono kepada SINDOnews.com, Jumat (13/11/2020).
Pada bulan November ini Pemkot Blitar telah mewacanakan pemberlakuan kembali sekolah tatap muka. Dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19, siswa akan kembali belajar di dalam ruang kelas. Karena alasan physical distancing, siswa diatur masuk bergiliran.
Pembelajaran tatap muka, kata Hartono memang diakui lebih baik dibanding sistem daring. Namun dengan waktu belajar di sekolah yang pendek, yakni hanya beberapa jam, kata dia justru membuka peluang siswa bermain di luar. Sementara pandemi COVID-19 masih terjadi. (Baca juga: Korban BMW Cash Mengamuk, Kepung Rumah Pemilik Bisnis Investasi Bodong )
"Para siswa tidak langsung pulang. Lebih dulu bermain di luar sekolah. Itu yang dikhawatirkan. Karena membuka peluang terjadinya klaster baru," terang Hartono yang juga sebagai Ketua Ansor NU Kota Blitar. Jumlah lembaga sekolah mulai SD-SMA di Kota Blitar sebanyak 128 lembaga.
Perinciannya, SD dan sederajat 72 lembaga, SMP sebanyak 26 lembaga, SMA 13 lembaga dan SMK sebanyak 17 lembaga. Putra sulung Hartono merupakan siswa kelas enam di salah satu sekolah dasar negeri Kota Blitar . Hingga saat ini masih melaksanakan sistem belajar daring.
Menurut Hartono, sistem pembelajaran daring memang lebih melindungi siswa dari penularan COVID-19. Namun juga ada kelemahannya. Yakni terutama terkait pemahaman materi pelajaran. Gaya komunikasi daring tidak cukup menjawab kebingungan siswa.
Untuk menambal kekurangan tersebut, Hartono mengaku terpaksa mendatangkan guru les privat ke rumah. Artinya ada biaya yang harus ia keluarkan. "Setiap bulan sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu," tambahnya. Hartono mengatakan, dirinya sepakat Pemkot Blitar lebih tegas memilih. (Baca juga: Diduga Menipu Rp250 Juta, Cabup Labura Dilaporkan Emak-emak Cantik ke Polisi )
Jika memang masih terjadi pandemi, sebaiknya tetap memilih pembelajaran daring. Begitu juga sebaliknya jika pandemi COVID-19 dipastikan sudah tidak ada, pembelajaran tatap muka segera diberlakukan. "Jadi tidak terkesan setengah setengah," kata Hartono.
Hartono, salah seorang wali murid di Kota Blitar mengatakan, sekolah sebaiknya tetap melaksanakan sistem pembelajaran daring (dalam jaringan), jika memang pandemi COVID-19 belum berlalu. "Selama masih ada pandemi, tidak efektif," tutur Hartono kepada SINDOnews.com, Jumat (13/11/2020).
Pada bulan November ini Pemkot Blitar telah mewacanakan pemberlakuan kembali sekolah tatap muka. Dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19, siswa akan kembali belajar di dalam ruang kelas. Karena alasan physical distancing, siswa diatur masuk bergiliran.
Pembelajaran tatap muka, kata Hartono memang diakui lebih baik dibanding sistem daring. Namun dengan waktu belajar di sekolah yang pendek, yakni hanya beberapa jam, kata dia justru membuka peluang siswa bermain di luar. Sementara pandemi COVID-19 masih terjadi. (Baca juga: Korban BMW Cash Mengamuk, Kepung Rumah Pemilik Bisnis Investasi Bodong )
"Para siswa tidak langsung pulang. Lebih dulu bermain di luar sekolah. Itu yang dikhawatirkan. Karena membuka peluang terjadinya klaster baru," terang Hartono yang juga sebagai Ketua Ansor NU Kota Blitar. Jumlah lembaga sekolah mulai SD-SMA di Kota Blitar sebanyak 128 lembaga.
Perinciannya, SD dan sederajat 72 lembaga, SMP sebanyak 26 lembaga, SMA 13 lembaga dan SMK sebanyak 17 lembaga. Putra sulung Hartono merupakan siswa kelas enam di salah satu sekolah dasar negeri Kota Blitar . Hingga saat ini masih melaksanakan sistem belajar daring.
Menurut Hartono, sistem pembelajaran daring memang lebih melindungi siswa dari penularan COVID-19. Namun juga ada kelemahannya. Yakni terutama terkait pemahaman materi pelajaran. Gaya komunikasi daring tidak cukup menjawab kebingungan siswa.
Untuk menambal kekurangan tersebut, Hartono mengaku terpaksa mendatangkan guru les privat ke rumah. Artinya ada biaya yang harus ia keluarkan. "Setiap bulan sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu," tambahnya. Hartono mengatakan, dirinya sepakat Pemkot Blitar lebih tegas memilih. (Baca juga: Diduga Menipu Rp250 Juta, Cabup Labura Dilaporkan Emak-emak Cantik ke Polisi )
Jika memang masih terjadi pandemi, sebaiknya tetap memilih pembelajaran daring. Begitu juga sebaliknya jika pandemi COVID-19 dipastikan sudah tidak ada, pembelajaran tatap muka segera diberlakukan. "Jadi tidak terkesan setengah setengah," kata Hartono.
tulis komentar anda