Pengusaha Kuliner Majalengka Keluhkan Pembatasan Waktu Selama Masa PSBB

Sabtu, 09 Mei 2020 - 22:53 WIB
Pelaku usaha kuliner mengeluhkan pembatasan waktu berjualan selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kabupaten Majalengka. Ilustrasi/SINDOnews
MAJALENGKA - Pelaku usaha kuliner mengeluhkan pembatasan waktu berjualan selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kabupaten Majalengka. Mereka menilai pembatasan waktu jam operasi mulai pukul 03.00-18.00 WIB bukan kebijakan yang tepat bagi para pelaku usaha kulinar.

Salah satu pelaku usaha kuliner, Ivan Taufik Iskandar mengatakan, pemberlakukan jam operasi yang ditetapkan durasinya memang cukup panjang. Namun, jika dilihat dari efektivitas, kebijakan tersebut jauh dari keadilan.

"Kesempatan berjualan cukup lama, 15 jam buka. Tapi ini bulan puasa, mulai ramai pukul 16.00-21.00 WIB. Melihat kebijakan ini, transaksi hanya terjadi pukul 16.00-18.00 WIB. Hanya 2 jam yang padat. Ini menimbulkan penumpukan pembeli. Jadi tak sesuai dengan tujuan PSBB dong," kataya, Sabtu (8/5/2020).

Ivan menjelaskan, selama penerapan kebijakan PSBB, yang perlu dilakukan sebenarnya jaga kontak. Meskipun, jam operasi pedagang hingga malam, tetapi tetap bisa sesuai dengan protokol kesehatan. (Baca juga; PSBB di Kabupaten Cirebon, Empat Ruas Jalan Protokol Ditutup )



"Yang perlu diperhatikan, PSBB adalah mengurangi kontak antar orang. Jaga jarak. Untuk PKL, ditertibkan mengenai jarak antar gerobaknya. Pasti bisa dilakukan. Untuk rumah makan, dikurangi saja kursi dan jarak antar meja, diatur jangan kurang dari 1 meter," kaya Ivan.

Ivan tidak menampik, konsep tersebut akan berdapak terhadap menurunnya kapasitas. Seperti di rumah makan, dengan adanya ketentuan jarak 1 meter dipastikan akan mengurungai kapasitas pengunjung. (Baca juga; Kolang Kaling pun Kena Dampak COVID-19, Penjualan Turun Dratis )

"Tidak masalah, namanya juga lagi PSBB pasti ada ketidaknyamanan karena penyesuaian. Fokusnya bukan ke pembatasan waktu, tapi pembatasan kontak. Satpol PP sebagai penegak regulasi, bisa fokus ke pengawasan protokol kesehatan," paparnya.

Terpisah, pemilik toko oleh-oleh Cik Hikmawan mengaku mendukung sepenuhnya langkah pemerintah dalam upaya pencegahan persebaran COVID-19 lewat PSBB. Namun, ada hal-hal yang perlu dievaluasi terkait pemberlakuan jam buka, baik bagi toko maupun pedagang kaki lima (PKL).

"Jangan selalu mengedepankan sanksi, tapi melupakan edukasi. Saran saya, untuk pusat jajanan, perluas saja (jaraknya). Sehingga setiap pedagang memiliki jarak yang cukup dengan pedagang lainnya. Harus ada langkah bijak, selain virus ini tidak menyebar, geliat ekonomi kecil dan mikro tidak mati mendadak," katanya.

Salah satu PKL makanan yang biasa mangkal di sekitar alun-alun Majalengka, Jamal menyayangkan aturan pembatasan jam tersebut. Bagi PKL yang mulai jualan sejak sore, aturan yang mengharuskan buka hingga pukul 18.00 WIB dianggap sangat memberatkan.

"Supermarket, minimarket masih punya waktu panjang untuk bukanya (sejak pagi). Masa PKL yang buka sore, jam 18.00 harus tutup. Belum tentu juga tutup jam segitu sudah dapat penghasilan. Jelas saya sangat keberatan. Omzet turun drastis," ujarnya.

Terkait protokol kesehatan, Jamal mengatakan selama ini para PKL sudah banyak yang menerapkan jaga jarak, sesuai aturan. "Kalau soal gerobak, kami selalu ada jarak, 2 meter. Mudah-mudahan pemerintah bisa mendengar keluhan rakyatnya, " tuturnya.
(wib)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content