Pacu Stabilisasi Perunggasan dengan Implementasi Pola Kemitraan
Senin, 14 September 2020 - 00:06 WIB
Keseimbangan ini sekaligus membuktikan bahwa kemitraan usaha direkomendasikan layak dan relevan terhadap perlindungan peternak UMKM, terlebih di masa pandemi covid-19. Sebaliknya, perusahaan sebagai pihak inti juga bergantung kepada peternak plasma untuk memelihara ayam.
"Sehingga keseimbangan terjadi pada pola kemitraan usaha karena menitikberatkan aspek kerjasama yang saling menguntungkan bagi para pihak yang bermitra. Untuk itu sesuai dengan amanat pada Permentan nomor 13/2017, para pihak yang bermitra harus memiliki perjanjian tertulis yang diketahui oleh Pemerintah, sehingga hal - hal yang tertuang dalam perjanjian kemitraan dapat dievaluasi oleh para pihak dan juga Pemerintah", ucap Nasrullah.
Lebih lanjut Nasrullah menjelaskan bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2020 terdapat potensi produksi daging ayam ras sebanyak 64.211 ton berkontribusi sebesar 1,96% terhadap produksi daging ayam nasional. Sementara kebutuhan konsumsi daging ayam di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 50.636 ton sehingga terdapat potensi surplus sebanyak 13.575 ton.
"Kami mencatat dari 24 kabupaten/kota di wilayah Sulawesi Selatan terdapat 5 kab/kota dengan produksi ayam potong tertinggi yaitu Kota Makassar 16.188 ton (25,21%), Kab. Bone 9.670 ton (15,06%), Kab. Gowa 4.047 ton 6,30%, Kab, Sidrap 3.905 ton (6,08%) dan Kab. Bulukumba 3.786 ton (5,90%)", tambahnya.
Mengacu data Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak Ditjen PKH, saat ini di Provinsi Sulsel diketahui terdapat 1.683 peternak ayam potong yang terdiri dari 967 peternak mandiri, 244 internal (kandang komersial perusahaan) dan 472 kemitraan dengan perusahaan perunggasan terintegrasi (pabrikan).
Peternak yang mengikuti pola kemitraan peternak dengan pabrikan di Sulsel makin banyak. Salah satu peternak ayam potong di Maros, H. Pangeran, mengungkapkan, sudah 10 tahun lebih melakukan kemitraan dengan PT Charoen Pokphand.
Selain di masa pandemi, stabilitas penghasilan dari hasil penjualan juga dirasakan ketika harga ayam sedang turun, atau harga pakan sedang naik. “Kami tidak terlalu memikirkan hal itu, tugas kami adalah memastikan performa terbaik, ayam sehat dan dapat dipanen sesuai target," tutur H. Pangeran.
Dr. Syahril Akil, S.Pt. selaku perwakilan dari PT. Bintang Sejahtera Bersama (CPI Group) juga turut membenarkan pernyataan peternak, dengan bermitra kedua belah pihak saling ketergantungan dan berkeadilan. Pihaknya bersama stakeholder terkait berkomitmen di situasi pandemi saat ini kegiatan usaha tani ternak tetap berjalan seperti biasa guna mencukupi kebutuhan protein hewani utamanya di wilayah Sulsel. Harga pasar yang tidak menentu selama masa pandemi COVID-19 tidak menjadi hambatan dalam menentukan harga produksi. Hal ini dilakukan berkaitan dengan tanggung jawab untuk ikut menjaga stabilitas kondisi perunggasan.
"Sehingga keseimbangan terjadi pada pola kemitraan usaha karena menitikberatkan aspek kerjasama yang saling menguntungkan bagi para pihak yang bermitra. Untuk itu sesuai dengan amanat pada Permentan nomor 13/2017, para pihak yang bermitra harus memiliki perjanjian tertulis yang diketahui oleh Pemerintah, sehingga hal - hal yang tertuang dalam perjanjian kemitraan dapat dievaluasi oleh para pihak dan juga Pemerintah", ucap Nasrullah.
Lebih lanjut Nasrullah menjelaskan bahwa di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2020 terdapat potensi produksi daging ayam ras sebanyak 64.211 ton berkontribusi sebesar 1,96% terhadap produksi daging ayam nasional. Sementara kebutuhan konsumsi daging ayam di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 50.636 ton sehingga terdapat potensi surplus sebanyak 13.575 ton.
"Kami mencatat dari 24 kabupaten/kota di wilayah Sulawesi Selatan terdapat 5 kab/kota dengan produksi ayam potong tertinggi yaitu Kota Makassar 16.188 ton (25,21%), Kab. Bone 9.670 ton (15,06%), Kab. Gowa 4.047 ton 6,30%, Kab, Sidrap 3.905 ton (6,08%) dan Kab. Bulukumba 3.786 ton (5,90%)", tambahnya.
Mengacu data Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak Ditjen PKH, saat ini di Provinsi Sulsel diketahui terdapat 1.683 peternak ayam potong yang terdiri dari 967 peternak mandiri, 244 internal (kandang komersial perusahaan) dan 472 kemitraan dengan perusahaan perunggasan terintegrasi (pabrikan).
Peternak yang mengikuti pola kemitraan peternak dengan pabrikan di Sulsel makin banyak. Salah satu peternak ayam potong di Maros, H. Pangeran, mengungkapkan, sudah 10 tahun lebih melakukan kemitraan dengan PT Charoen Pokphand.
Selain di masa pandemi, stabilitas penghasilan dari hasil penjualan juga dirasakan ketika harga ayam sedang turun, atau harga pakan sedang naik. “Kami tidak terlalu memikirkan hal itu, tugas kami adalah memastikan performa terbaik, ayam sehat dan dapat dipanen sesuai target," tutur H. Pangeran.
Dr. Syahril Akil, S.Pt. selaku perwakilan dari PT. Bintang Sejahtera Bersama (CPI Group) juga turut membenarkan pernyataan peternak, dengan bermitra kedua belah pihak saling ketergantungan dan berkeadilan. Pihaknya bersama stakeholder terkait berkomitmen di situasi pandemi saat ini kegiatan usaha tani ternak tetap berjalan seperti biasa guna mencukupi kebutuhan protein hewani utamanya di wilayah Sulsel. Harga pasar yang tidak menentu selama masa pandemi COVID-19 tidak menjadi hambatan dalam menentukan harga produksi. Hal ini dilakukan berkaitan dengan tanggung jawab untuk ikut menjaga stabilitas kondisi perunggasan.
(srf)
tulis komentar anda