Kisah Pertempuran Pangeran Diponegoro dengan Kiai Mojo di Perang Sabil
Minggu, 29 Desember 2024 - 07:11 WIB
PERTEMPURAN antara pasukan Pangeran Diponegoro dan Kiai Mojo pernah terjadi. Padahal kedua orang ini adalah sosok yang dekat, bahkan Pangeran Diponegoro konon pernah berguru ke Kiai Mojo, serta pernah menjadi panglima tempur pasukan Pangeran Diponegoro.
Kala itu mayoritas dari pasukan Kiai Mojo diisi oleh orang-orang Pajang. Hal ini menambah kesibukan Pangeran Diponegoro yang tengah berupaya melakukan perlawanan ke pemerintah kolonial Belanda .
Peperangan itu konon terjadi karena mengusung aspek kedaerahan yang terlalu kuat. Padahal kedua kubu ini sebenarnya sama-sama berjuang melawan penjajah Belanda . Bahkan sebagian besar basis pasukan mereka juga ada di Jawa tengah bagian selatan.
Pasukan Diponegoro yang didukung kaum santri sebanyak 200 orang laki-laki dan perempuan sebagaimana dikutip dari Peter Carey dalam bukunya "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro (1785 - 1825)". Para pasukan sang pangeran ini terdiri dari beberapa orang Arab dan peranakan Tionghoa.
Tak hanya itu, pasukan Pangeran Diponegoro juga ada yang berasal dari golongan santri istana, yang merupakan anggota hierarki pejabat resmi Islam dan resimen pasukan yang direkrut dari para santri keraton. Sementara kelompok yang dibawa Kiai Mojo yang notabene juga dekat dengan Pangeran Diponegoro.
Bahkan di beberapa catatan sejarah merupakan penasihat sang pangeran, diisi oleh keluarga besar Kiai Mojo dan para santrinya yang datang dari tiga pesantren di Mojo, Banderan, dekat Delanggu, dan Pulo Kadang dekat Imogiri.
Perang Sabil namanya, menjadi catatan sejarah kelam bagi perjuangan Pangeran Diponegoro karena dimensi kedaerahan yang terlalu ditonjolkan. Alhasil beberapa kali pasukan keduanya ini bentrok di daerah-daerah seperti Demak pada Agustus - September 1825, Madiun pada November 1825 - Januari 1826, Rembang dan Jipang Rajekwesi, yang kini masuk Bojonegoro, pada November 1827 sampai Maret 1828.
Kala itu mayoritas dari pasukan Kiai Mojo diisi oleh orang-orang Pajang. Hal ini menambah kesibukan Pangeran Diponegoro yang tengah berupaya melakukan perlawanan ke pemerintah kolonial Belanda .
Peperangan itu konon terjadi karena mengusung aspek kedaerahan yang terlalu kuat. Padahal kedua kubu ini sebenarnya sama-sama berjuang melawan penjajah Belanda . Bahkan sebagian besar basis pasukan mereka juga ada di Jawa tengah bagian selatan.
Pasukan Diponegoro yang didukung kaum santri sebanyak 200 orang laki-laki dan perempuan sebagaimana dikutip dari Peter Carey dalam bukunya "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro (1785 - 1825)". Para pasukan sang pangeran ini terdiri dari beberapa orang Arab dan peranakan Tionghoa.
Tak hanya itu, pasukan Pangeran Diponegoro juga ada yang berasal dari golongan santri istana, yang merupakan anggota hierarki pejabat resmi Islam dan resimen pasukan yang direkrut dari para santri keraton. Sementara kelompok yang dibawa Kiai Mojo yang notabene juga dekat dengan Pangeran Diponegoro.
Bahkan di beberapa catatan sejarah merupakan penasihat sang pangeran, diisi oleh keluarga besar Kiai Mojo dan para santrinya yang datang dari tiga pesantren di Mojo, Banderan, dekat Delanggu, dan Pulo Kadang dekat Imogiri.
Perang Sabil namanya, menjadi catatan sejarah kelam bagi perjuangan Pangeran Diponegoro karena dimensi kedaerahan yang terlalu ditonjolkan. Alhasil beberapa kali pasukan keduanya ini bentrok di daerah-daerah seperti Demak pada Agustus - September 1825, Madiun pada November 1825 - Januari 1826, Rembang dan Jipang Rajekwesi, yang kini masuk Bojonegoro, pada November 1827 sampai Maret 1828.
Lihat Juga :
tulis komentar anda