Inisiatif Inklusif untuk Mengembangkan Akses Layanan Kesehatan di Sulawesi Selatan
Senin, 09 September 2024 - 06:06 WIB
Para relawan memandu para penyandang disabilitas, membantu mereka keluar dari kendaraan menuju area vaksinasi dengan aman. Para relawan juga membantu mencari tempat duduk dan menghindari bahaya seperti selokan, untuk memastikan pelaksanaan yang lebih aman.
“Teman-teman saya bilang mereka tidak lagi bingung di tempat vaksinasi. Sebelumnya, mereka tidak yakin apa yang harus dilakukan atau kapan giliran mereka. Dengan adanya panduan yang diberikan, mereka merasa lebih tenang. Mereka juga menyadari bahwa vaksinasi tidak seseram yang digembar-gemborkan,” kenang Yoga.
Faluphy Mahmud, Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Sulawesi Selatan, menyampaikan hal senada. Falupy Mahmud yang akrab disapa Lutfi, adalah mantan Ketua Ikatan Difabel Enrekang (IDE) selama vaksinasi massal Covid-19 beberapa tahun lalu.
Bagi para penyandang disabilitas di Enrekang, Sulawesi Selatan, wilayah dengan topografi pegunungan, tantangannya berbeda. "Mobilitas untuk mengikuti program vaksinasi sulit, sehingga memerlukan pendekatan yang berbeda," katanya.
Lutfi menjelaskan, kondisi medan dan rumah panggung tradisional di Enrekang menghambat mobilitas penyandang disabilitas fisik sehingga sulit mengakses lokasi vaksinasi.
Sebelum ada dukungan AIHSP untuk program vaksinasi, kegiatan vaksinasi sering kali diadakan di lokasi-lokasi seperti kantor desa atau gedung-gedung publik yang tidak mudah diakses oleh penyandang disabilitas.
“Akibatnya, banyak teman saya yang memiliki keterbatasan fisik merasa sangat kesulitan. Namun dengan adanya program AIHSP, proses vaksinasi menjadi jauh lebih nyaman bagi mereka,” kata Lutfi.
Ia meyakini bahwa melibatkan penyandang disabilitas dalam perencanaan kegiatan vaksinasi merupakan bagian dari upaya menjadikan proses vaksinasi lebih inklusif. Mengingat penyandang disabilitas memiliki kebutuhan unik, yang hanya dapat dipahami sepenuhnya oleh mereka, keterlibatan aktif sejak awal memastikan kebutuhan tersebut terpenuhi dan tantangan dapat diatasi. Sebagai Ketua IDE saat itu, Lutfi aktif melakukan edukasi ekstensif. Edukasi ini tidak hanya ditujukan kepada rekan sejawatnya, tetapi juga kepada pemangku kepentingan layanan kesehatan dan staf Puskesmas.
Ia menyebutkan, sejak AIHSP mulai mendukung program tersebut, penyandang disabilitas menjadi fokus utama upaya vaksinasi. “Sebelumnya, upaya vaksinasi tidak difokuskan pada penyandang disabilitas, sehingga banyak yang terabaikan,” ujarnya.
Saat diundang pemerintah untuk berpartisipasi dengan dukungan AIHSP, Lutfi mengatakan mereka awalnya berfokus pada peningkatan kesadaran dan mendidik masyarakat tentang standar disabilitas.
“Teman-teman saya bilang mereka tidak lagi bingung di tempat vaksinasi. Sebelumnya, mereka tidak yakin apa yang harus dilakukan atau kapan giliran mereka. Dengan adanya panduan yang diberikan, mereka merasa lebih tenang. Mereka juga menyadari bahwa vaksinasi tidak seseram yang digembar-gemborkan,” kenang Yoga.
Faluphy Mahmud, Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Sulawesi Selatan, menyampaikan hal senada. Falupy Mahmud yang akrab disapa Lutfi, adalah mantan Ketua Ikatan Difabel Enrekang (IDE) selama vaksinasi massal Covid-19 beberapa tahun lalu.
Bagi para penyandang disabilitas di Enrekang, Sulawesi Selatan, wilayah dengan topografi pegunungan, tantangannya berbeda. "Mobilitas untuk mengikuti program vaksinasi sulit, sehingga memerlukan pendekatan yang berbeda," katanya.
Lutfi menjelaskan, kondisi medan dan rumah panggung tradisional di Enrekang menghambat mobilitas penyandang disabilitas fisik sehingga sulit mengakses lokasi vaksinasi.
Sebelum ada dukungan AIHSP untuk program vaksinasi, kegiatan vaksinasi sering kali diadakan di lokasi-lokasi seperti kantor desa atau gedung-gedung publik yang tidak mudah diakses oleh penyandang disabilitas.
“Akibatnya, banyak teman saya yang memiliki keterbatasan fisik merasa sangat kesulitan. Namun dengan adanya program AIHSP, proses vaksinasi menjadi jauh lebih nyaman bagi mereka,” kata Lutfi.
Ia meyakini bahwa melibatkan penyandang disabilitas dalam perencanaan kegiatan vaksinasi merupakan bagian dari upaya menjadikan proses vaksinasi lebih inklusif. Mengingat penyandang disabilitas memiliki kebutuhan unik, yang hanya dapat dipahami sepenuhnya oleh mereka, keterlibatan aktif sejak awal memastikan kebutuhan tersebut terpenuhi dan tantangan dapat diatasi. Sebagai Ketua IDE saat itu, Lutfi aktif melakukan edukasi ekstensif. Edukasi ini tidak hanya ditujukan kepada rekan sejawatnya, tetapi juga kepada pemangku kepentingan layanan kesehatan dan staf Puskesmas.
Ia menyebutkan, sejak AIHSP mulai mendukung program tersebut, penyandang disabilitas menjadi fokus utama upaya vaksinasi. “Sebelumnya, upaya vaksinasi tidak difokuskan pada penyandang disabilitas, sehingga banyak yang terabaikan,” ujarnya.
Saat diundang pemerintah untuk berpartisipasi dengan dukungan AIHSP, Lutfi mengatakan mereka awalnya berfokus pada peningkatan kesadaran dan mendidik masyarakat tentang standar disabilitas.
Lihat Juga :
tulis komentar anda