Industri Manufaktur di Jabar Terpuruk, Kang Emil Minta OJK Turun Tangan
Senin, 10 Agustus 2020 - 10:48 WIB
"(Tapi) Pertumbuhan antara manufaktur dan non-manufaktur ini belum seimbang karena manufaktur porsi PDRB-nya besar sekali yaitu 40 persen," imbuhnya.
Kang Emil juga menekankan, pandemi COVID-19 memukul seluruh sektor perekonomian. Karenanya, pemerintah harus bergerak cepat untuk membuat kebijakan yang terukur tanpa mengabaikan kesehatan.
"Ekonomi ini rumit karena dimensinya besar. Khusus Jabar sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar, kami sudah petakan. Jadi yang paling banyak terkontraksi paling besar adalah sektor manufaktur," sebutnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK RI, Wimboh Santoso mengaku, pihaknya sedang berupaya menggenjot sektor korporasi, termasuk di dalamnya industri manufaktur.
Apalagi, kata dia, pemerintah sendiri sudah memberikan berbagai insentif untuk menggerakkan sektor manufaktur di tengah pandemi, salah satunya jaminan tambahan modal kerja untuk kredit korporasi.
"Kalau yang padat karya sharing dari pemerintah sebesar 60 persen dijamin, kalau non-padat karya 50 persen," sebutnya.
Wimboh juga mengatakan, mayoritas sektor manufaktur di Jabar adalah padat karya. Oleh karenanya, OJK RI akan berupaya membantu memasarkan komoditas industri manufaktur Jabar, khususnya di pasar domestik.
"Kalau ekspor masih diambang ketidakpastian dunia, sehingga harus re-orientasi untuk pasar domestik. Kami juga akan memberikan solusi karena pertumbuhan ekonomi ini bukan hanya didorong oleh sektor informal dan konsumsi UMKM, tapi korporasi juga harus bangkit," paparnya.
Dia pun berharap, Provinsi Jabar menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi nasional yang kini terpuruk akibat pandemi COVID-19. Pasalnya, skala ekonomi di Jabar sangat besar.
Dia menyebutkan, pertumbuhan kredit di Jabar berada di atas 5 persen dari rata-rata nasional dan diyakini bakal terus meningkat hingga akhir tahun. Selain itu, sumber-sumner ekonomi di Jabar banyak, terutama sektor UMKM atau konsumsi.
Kang Emil juga menekankan, pandemi COVID-19 memukul seluruh sektor perekonomian. Karenanya, pemerintah harus bergerak cepat untuk membuat kebijakan yang terukur tanpa mengabaikan kesehatan.
"Ekonomi ini rumit karena dimensinya besar. Khusus Jabar sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar, kami sudah petakan. Jadi yang paling banyak terkontraksi paling besar adalah sektor manufaktur," sebutnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK RI, Wimboh Santoso mengaku, pihaknya sedang berupaya menggenjot sektor korporasi, termasuk di dalamnya industri manufaktur.
Apalagi, kata dia, pemerintah sendiri sudah memberikan berbagai insentif untuk menggerakkan sektor manufaktur di tengah pandemi, salah satunya jaminan tambahan modal kerja untuk kredit korporasi.
"Kalau yang padat karya sharing dari pemerintah sebesar 60 persen dijamin, kalau non-padat karya 50 persen," sebutnya.
Wimboh juga mengatakan, mayoritas sektor manufaktur di Jabar adalah padat karya. Oleh karenanya, OJK RI akan berupaya membantu memasarkan komoditas industri manufaktur Jabar, khususnya di pasar domestik.
"Kalau ekspor masih diambang ketidakpastian dunia, sehingga harus re-orientasi untuk pasar domestik. Kami juga akan memberikan solusi karena pertumbuhan ekonomi ini bukan hanya didorong oleh sektor informal dan konsumsi UMKM, tapi korporasi juga harus bangkit," paparnya.
Dia pun berharap, Provinsi Jabar menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi nasional yang kini terpuruk akibat pandemi COVID-19. Pasalnya, skala ekonomi di Jabar sangat besar.
Dia menyebutkan, pertumbuhan kredit di Jabar berada di atas 5 persen dari rata-rata nasional dan diyakini bakal terus meningkat hingga akhir tahun. Selain itu, sumber-sumner ekonomi di Jabar banyak, terutama sektor UMKM atau konsumsi.
tulis komentar anda