Kesaktian Aman Dimot, Pejuang Aceh yang Tetap Hidup Meski Dilindas Tank
Rabu, 22 November 2023 - 07:40 WIB
Panglima Abu Bakar Aman Dimot hanya mengalami luka-luka ringan, usai melakukan serangan maut di markas militer Belanda. Pasukan Belanda terpaksa mengosongkan markas tersebut, karena serangan yang terus-menerus dilakukan oleh pasukan pejuang.
Sekembalinya ke Aceh Tengah, Tgk Ilyas Leubeu, kemudian membentuk barisan Bagura (gurilla). Pasukan Aman Dimot ikut bergabung. Di bawah intruksi Divisi Teuku Chik Di Tiro, pejuang Bagura dari Gayo itu diarahkan menuju Tanah Karo pada 1949. Di mana Belanda melancarkan agresi ke II.
Kiprah perjuangan Aman Dimot, teruji saat Agresi Militer Belanda tersebut. Di mana Belanda bergerak memperluas serangan dari Medan, ke Langkat dan Tanah Karo, menuju Aceh. Pasukan yang dipimpin oleh Tgk Ilyas Lebe, tempat Aman Dimot bergabung di dalamnya, bermaksud menghadang laju pasukan Belanda untuk mempertahankan wilayah Sumatra Timur.
Mereka dibagi atas empat kelompok, yaitu Barisan Berani Mati, Barisan Jibaku, TRI dan Pasukan Berkuda. Masing-masing bertugas sebagai penyerang pertama, penyerang kedua pengepung, dan penembak, serta pengangkut perbakalan dan amnisme.
Atas perintah Komandan Resimen Devisi Tgk Tejik Di Tiro, serta dengan persetujuan Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo, Bagura bergerak menuju Font Tanah Karo pada hari Rabu di bulan Mei 1949, melalui rute Takengon-Blangkejeren dan Kutacane sejauh 265 km dengan berjalan kaki.
Dari perjalanan pasukan itu, hanya di jalur Takengon-Waq, yang mencapai sejauh 60 km, pasukan diangkut menggunakan truk dilengkapi dengan beberapa pucuk senjata api dan sebagian besar pedang.
Ini merupakan gelombang ke-15 atau terakhir pemberangkatan pejuang dari Aceh Tengah, untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, di luar daerah menjelang pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia.
Tanggal 26 Juli 1949, Bagura menuju tiga binanga dan Kalibata. Tanggal 30 Juli 1949 pukul 08.00 nampak iringan-iringan pasukan tentara Belanda di Raja Merahe, menggunakan 25 truk, dan dua buah tank masing-masing di depan dan dibelakang pasukan.
Sekembalinya ke Aceh Tengah, Tgk Ilyas Leubeu, kemudian membentuk barisan Bagura (gurilla). Pasukan Aman Dimot ikut bergabung. Di bawah intruksi Divisi Teuku Chik Di Tiro, pejuang Bagura dari Gayo itu diarahkan menuju Tanah Karo pada 1949. Di mana Belanda melancarkan agresi ke II.
Kiprah perjuangan Aman Dimot, teruji saat Agresi Militer Belanda tersebut. Di mana Belanda bergerak memperluas serangan dari Medan, ke Langkat dan Tanah Karo, menuju Aceh. Pasukan yang dipimpin oleh Tgk Ilyas Lebe, tempat Aman Dimot bergabung di dalamnya, bermaksud menghadang laju pasukan Belanda untuk mempertahankan wilayah Sumatra Timur.
Mereka dibagi atas empat kelompok, yaitu Barisan Berani Mati, Barisan Jibaku, TRI dan Pasukan Berkuda. Masing-masing bertugas sebagai penyerang pertama, penyerang kedua pengepung, dan penembak, serta pengangkut perbakalan dan amnisme.
Atas perintah Komandan Resimen Devisi Tgk Tejik Di Tiro, serta dengan persetujuan Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo, Bagura bergerak menuju Font Tanah Karo pada hari Rabu di bulan Mei 1949, melalui rute Takengon-Blangkejeren dan Kutacane sejauh 265 km dengan berjalan kaki.
Dari perjalanan pasukan itu, hanya di jalur Takengon-Waq, yang mencapai sejauh 60 km, pasukan diangkut menggunakan truk dilengkapi dengan beberapa pucuk senjata api dan sebagian besar pedang.
Ini merupakan gelombang ke-15 atau terakhir pemberangkatan pejuang dari Aceh Tengah, untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, di luar daerah menjelang pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia.
Tanggal 26 Juli 1949, Bagura menuju tiga binanga dan Kalibata. Tanggal 30 Juli 1949 pukul 08.00 nampak iringan-iringan pasukan tentara Belanda di Raja Merahe, menggunakan 25 truk, dan dua buah tank masing-masing di depan dan dibelakang pasukan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda