Pelaku Usaha Warung Jambu Butuh Bantuan Pemkot Bogor
Kamis, 06 Agustus 2020 - 13:28 WIB
BOGOR - Salah satu permasalahan yang dihadapi perkotaan adalah penataan kawasan untuk tempat usaha, baik untuk usaha kecil, menengah, atau besar.
Penataan yang kurang baik atau tidak terencana kelak akan menimbulkan masalah sosial dan ekonomi. Contohnya, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tidak diatur sebagaimana mestinya, akan menimbulkan masalah sosial dan ekonomi.
Hal ini terlihat di salah satu kawasan Warung Jambu, Bogor . Bukan bermaksud menghalangi-halangi PKL mencari nafkah, tapi keberadaan PKL tersebut menganggu aktivitas ruko di kawasan Warung Jambu. Saat ini, memang banyak berdiri bangunan liar permanen milik PKL di kawasan tersebut. Adanya bangunan-bangunan liar tersebut sangat mengganggu sisi estetika dari salah satu jalan utama Kota Bogor. (Baca juga: PKL Losari Diedukasi Protokol Kesehatan Sebelum Jualan )
Bangunan-bangunan PKL tersebut dibangun tepat di atas saluran air, yang mana saluran air tersebut merupakan saluran utama yang berada tepat dipinggir jalan raya sehingga jika hujan datang sedikit saja, kawasan Ruko Warung Jambu akan langsung menjadi sangat becek dan banyak genangan air yang membuat situasi lingkungan ruko menjadi kumuh dan tidak nyaman. Jika hujan datang cukup lama, maka banjir pun tidak dapat dihindari yang menyebabkan aktivitas ruko terhenti selama berhari-hari. (Baca juga: Kota Bogor Perpanjang PSBB Proporsional, Tak Pakai Masker Denda Rp500.000 )
Menurut Hartono Yarmantho, Ketua Paguyuban yang menaungi 16 Ruko Warung Jambu yang bertempat di RT 02/ RW 05 kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara, saat ini banyak bangunan liar yang digunakan PKL berdiri di depan kompleks ruko. Selain menyebabkan banjir dan genangan air, ruko juga menjadi sepi pengunjung, karena pandangan ruko terhalangi oleh keberadaan PKL.
Lebih jauh Hartono menyampaikan, keberadaan bangunan liar tersebut tidak hanya mengganggu kebersihan, keindahan dan pemandangan yang menutupi ruko tetapi juga sudah mengganggu ketertiban serta berpotensi menimbulkan kerawanan masalah keamanan. Hal itu disebabkan adanya bangunan liar yang digunakan oleh PKL sebagai tempat penjualan minuman keras tanpa izin. Keberadaan penjual miras tersebut sangat terang dan jelas sekali terlihat karena berada pada bangunan liar yang terletak di pintu masuk halaman Ruko Warung Jambu.
“Ada PKL yang menjual miras, persis di pintu masuk ruko. Tiap pagi banyak sampah-sampah dan botol minuman berserakan. Lingkungan ruko juga menjadi sangat kotor dan bau, maaf, pesing yang timbul karena para peminum kencing sembarangan. Area ruko kami sangat kumuh dan pelanggan makin enggan datang. Saya juga melihat banyak anak-anak di bawah umur dan wanita mabuk-mabukan di PKL miras yang berpotensi menimbulkan prostitusi,” kata Hartono.
Bisa dimaklumi jika banyak pemilik ruko yang resah dengan kondisi demikian. Kondisi yang kurang kondusif membuat beberapa usaha di kawasan ruko tersebut gulung tikar. “Bahkan, lima diantaranya sudah menjual rukonya,” kata Hartono.
Para pelaku usaha berharap dukungan Pemkot Bogor untuk dapat menertibkan bangunan-bangunan liar yang nyata-nyata melanggar aturan dan ketertiban serta merugikan pelaku usaha yang taat dan patuh pada aturan. Hartono sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para pelaku usaha dan penghuni di ruko tersebut, diantaranya dengan melaporkan langsung ke Pemkot sampai lapor di aplikasi siBadra milik Pemkot Bogor dari sekitar lima bulan lalu, namun hingga hari ini belum ada respon dari pihak pemerintah Kota.
“Sudah melapor ke Pemkot, namun sampai saat ini belum ada respon. PKL yang menjual miras tanpa izin dan tidak membayar pajak dibiarkan Pemkot, tapi pelaku usaha resmi yang taat dan patuh pada peraturan dengan membayar pajak usaha, PBB, dan retribusi tidak mendapatkan perhatian dari Pemkot,” jelas Hartono.
Hartono mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Banyak usaha yang gulung tikar atau omzetnya menurun drastis karena pandemi. Namun apa yang dialami pengusaha di ruko Warung Jambu, ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga.
“Di satu sisi usaha kami ini sangat terdampak pandemi, di sisi lain kami juga harus menghadapi PKL yang membuat usaha kami kian terpuruk,” pungkas Hartono.
Penataan yang kurang baik atau tidak terencana kelak akan menimbulkan masalah sosial dan ekonomi. Contohnya, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tidak diatur sebagaimana mestinya, akan menimbulkan masalah sosial dan ekonomi.
Hal ini terlihat di salah satu kawasan Warung Jambu, Bogor . Bukan bermaksud menghalangi-halangi PKL mencari nafkah, tapi keberadaan PKL tersebut menganggu aktivitas ruko di kawasan Warung Jambu. Saat ini, memang banyak berdiri bangunan liar permanen milik PKL di kawasan tersebut. Adanya bangunan-bangunan liar tersebut sangat mengganggu sisi estetika dari salah satu jalan utama Kota Bogor. (Baca juga: PKL Losari Diedukasi Protokol Kesehatan Sebelum Jualan )
Bangunan-bangunan PKL tersebut dibangun tepat di atas saluran air, yang mana saluran air tersebut merupakan saluran utama yang berada tepat dipinggir jalan raya sehingga jika hujan datang sedikit saja, kawasan Ruko Warung Jambu akan langsung menjadi sangat becek dan banyak genangan air yang membuat situasi lingkungan ruko menjadi kumuh dan tidak nyaman. Jika hujan datang cukup lama, maka banjir pun tidak dapat dihindari yang menyebabkan aktivitas ruko terhenti selama berhari-hari. (Baca juga: Kota Bogor Perpanjang PSBB Proporsional, Tak Pakai Masker Denda Rp500.000 )
Menurut Hartono Yarmantho, Ketua Paguyuban yang menaungi 16 Ruko Warung Jambu yang bertempat di RT 02/ RW 05 kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara, saat ini banyak bangunan liar yang digunakan PKL berdiri di depan kompleks ruko. Selain menyebabkan banjir dan genangan air, ruko juga menjadi sepi pengunjung, karena pandangan ruko terhalangi oleh keberadaan PKL.
Lebih jauh Hartono menyampaikan, keberadaan bangunan liar tersebut tidak hanya mengganggu kebersihan, keindahan dan pemandangan yang menutupi ruko tetapi juga sudah mengganggu ketertiban serta berpotensi menimbulkan kerawanan masalah keamanan. Hal itu disebabkan adanya bangunan liar yang digunakan oleh PKL sebagai tempat penjualan minuman keras tanpa izin. Keberadaan penjual miras tersebut sangat terang dan jelas sekali terlihat karena berada pada bangunan liar yang terletak di pintu masuk halaman Ruko Warung Jambu.
“Ada PKL yang menjual miras, persis di pintu masuk ruko. Tiap pagi banyak sampah-sampah dan botol minuman berserakan. Lingkungan ruko juga menjadi sangat kotor dan bau, maaf, pesing yang timbul karena para peminum kencing sembarangan. Area ruko kami sangat kumuh dan pelanggan makin enggan datang. Saya juga melihat banyak anak-anak di bawah umur dan wanita mabuk-mabukan di PKL miras yang berpotensi menimbulkan prostitusi,” kata Hartono.
Bisa dimaklumi jika banyak pemilik ruko yang resah dengan kondisi demikian. Kondisi yang kurang kondusif membuat beberapa usaha di kawasan ruko tersebut gulung tikar. “Bahkan, lima diantaranya sudah menjual rukonya,” kata Hartono.
Para pelaku usaha berharap dukungan Pemkot Bogor untuk dapat menertibkan bangunan-bangunan liar yang nyata-nyata melanggar aturan dan ketertiban serta merugikan pelaku usaha yang taat dan patuh pada aturan. Hartono sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para pelaku usaha dan penghuni di ruko tersebut, diantaranya dengan melaporkan langsung ke Pemkot sampai lapor di aplikasi siBadra milik Pemkot Bogor dari sekitar lima bulan lalu, namun hingga hari ini belum ada respon dari pihak pemerintah Kota.
“Sudah melapor ke Pemkot, namun sampai saat ini belum ada respon. PKL yang menjual miras tanpa izin dan tidak membayar pajak dibiarkan Pemkot, tapi pelaku usaha resmi yang taat dan patuh pada peraturan dengan membayar pajak usaha, PBB, dan retribusi tidak mendapatkan perhatian dari Pemkot,” jelas Hartono.
Hartono mengatakan, saat ini pihaknya sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Banyak usaha yang gulung tikar atau omzetnya menurun drastis karena pandemi. Namun apa yang dialami pengusaha di ruko Warung Jambu, ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga.
“Di satu sisi usaha kami ini sangat terdampak pandemi, di sisi lain kami juga harus menghadapi PKL yang membuat usaha kami kian terpuruk,” pungkas Hartono.
(nth)
tulis komentar anda