Kisah Tragis Pengkhianat Erberveld di Balik Nama Kampung Pecah Kulit Jakbar
Minggu, 09 Juli 2023 - 12:08 WIB
Bahkan, Gubernur VOC Joan Van Hoorn menambah hukuman bagi Erberveld dengan mewajibkannya membayar denda sebanyak 3.300 ikat padi yang harus diserahkan kepada VOC.
Peristiwa penyitaan tanah pada tahun 1708 meninggalkan bekas dendam yang mendalam bagi Erberveld dan masyarakat terhadap VOC.
Dalam buku Zaman Perang: Orang Biasa dalam Sejarah Luar Biasa yang ditulis Hendi Jo pada tahun 2015 diungkapkan bahwa penyitaan memicu kemarahan dan kekecewaan yang mendalam di kalangan Erberveld dan rakyat.
Jika makar berhasil Erberveld akan menjadi Gubernur, sementara Raden Ateng menjadi Patih. Beberapa pendukung lainnya akan menerima imbalan sesuai peran mereka dalam rencana tersebut.
Berdasarkan laporan tersebut, VOC segera mengambil tindakan. Mereka melancarkan serangan dan berhasil menangkap Erberveld beserta pengikut-pengikutnya. Sebanyak 23 orang yang terlibat dalam rencana makar tewas dalam kejadian tersebut.
Pada April 1722, Erberveld dan Raden Ateng serta pengikut-pengikutnya dijatuhi hukuman mati oleh VOC. Eksekusi mati Erberveld dan pendukungnya dilakukan dengan cara yang sangat tidak manusiawi dan kejam.
Tubuh Erberveld dan pengikut lainnya diikat pada kayu salib. Tali-tali kayu dihubungkan dengan 4 kuda yang menghadap ke arah berlawanan. Ketika 4 kuda ditarik, kulit Erberveld dan anggota tubuh lainnya terbelah atau terpecah.
Daging-daging mereka dibiarkan sebagai santapan burung-burung pemakan bangkai. Bahkan sebelum mereka benar-benar meninggal, tubuh mereka disayat-sayat berkali-kali dengan senjata tajam.
Eksekusi sadis ini sebagai pesan dari VOC kepada masyarakat agar mereka tidak melakukan tindakan yang melawan hukum. Tempat eksekusi tersebut saat ini dikenal sebagai Kampung Pecah Kulit.
Peristiwa penyitaan tanah pada tahun 1708 meninggalkan bekas dendam yang mendalam bagi Erberveld dan masyarakat terhadap VOC.
Dalam buku Zaman Perang: Orang Biasa dalam Sejarah Luar Biasa yang ditulis Hendi Jo pada tahun 2015 diungkapkan bahwa penyitaan memicu kemarahan dan kekecewaan yang mendalam di kalangan Erberveld dan rakyat.
Eksekusi Mati Pieter Erberveld
Pada 1722, VOC mendengar kabar Erberveld dan Raden Ateng terlibat dalam sebuah perlawanan yakni rencana makar terhadap pemerintah kolonial Belanda. Mereka merencanakan aksi pemberontakan untuk menggulingkan kekuasaan VOC yang dianggap merampas tanah dan merugikan masyarakat.Jika makar berhasil Erberveld akan menjadi Gubernur, sementara Raden Ateng menjadi Patih. Beberapa pendukung lainnya akan menerima imbalan sesuai peran mereka dalam rencana tersebut.
Berdasarkan laporan tersebut, VOC segera mengambil tindakan. Mereka melancarkan serangan dan berhasil menangkap Erberveld beserta pengikut-pengikutnya. Sebanyak 23 orang yang terlibat dalam rencana makar tewas dalam kejadian tersebut.
Pada April 1722, Erberveld dan Raden Ateng serta pengikut-pengikutnya dijatuhi hukuman mati oleh VOC. Eksekusi mati Erberveld dan pendukungnya dilakukan dengan cara yang sangat tidak manusiawi dan kejam.
Tubuh Erberveld dan pengikut lainnya diikat pada kayu salib. Tali-tali kayu dihubungkan dengan 4 kuda yang menghadap ke arah berlawanan. Ketika 4 kuda ditarik, kulit Erberveld dan anggota tubuh lainnya terbelah atau terpecah.
Daging-daging mereka dibiarkan sebagai santapan burung-burung pemakan bangkai. Bahkan sebelum mereka benar-benar meninggal, tubuh mereka disayat-sayat berkali-kali dengan senjata tajam.
Eksekusi sadis ini sebagai pesan dari VOC kepada masyarakat agar mereka tidak melakukan tindakan yang melawan hukum. Tempat eksekusi tersebut saat ini dikenal sebagai Kampung Pecah Kulit.
Lihat Juga :
tulis komentar anda