Kekalahan Pasukan Madiun Sekutu Belanda Berperang Melawan Panglima Muda Ipar Pangeran Diponegoro
Rabu, 07 Juni 2023 - 06:04 WIB
Belanda yang bersekutu dengan pasukan sejumlah wilayah kekuasaan, konon terlibat pertempuran sengit di Perang Jawa melawan Pangeran Diponegoro. Perang Jawa tercatat menjadi salah satu peperangan terbesar semasa penjajahan Belanda melawan pasukan Pangeran Diponegoro .
Tercatat di tahun-tahun awal peperangan ada tiga wilayah yang menjadi saksi bagaimana dahsyatnya peperangan antara pasukan Pangeran Diponegoro dengan kompeni Belanda ini. Wilayah Madiun, Pacitan, dan Rembang konon menjadi saksi bagaimana sengitnya pertempuran ini.
Dua kabupaten yakni Madiun dan Pacitan merasakan ganasnya pertempuran pertama di tahun 1825 - 1826, sedangkan Rembang merasakan dahsyatnya pertempuran pada rentang tahun 1827 - 1828.
Konon ketika Belanda dan kroninya menyerang pasukan Pangeran Diponegoro, pasukan Madiun raya dilibatkan. Sang Bupati Raden Ronggo Prawirodiningrat yang menjabat 1822 - 1859 memimpin pasukan lokalnya.
Pasukan utamanya skuadron kavaleri Madiun sebagaimana catatan Residen Madiun Lucien Adam, dalam "Antara Lawu dan Wilis : Arkeolog, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan Lucien Adam". Konon pasukan lokal itu telah diperintahkan oleh Keraton Yogyakarta untuk bergabung bersama tentara Belanda lokal guna memadamkan pemberontakan yang dipimpin oleh saudara ipar Pangeran Diponegoro, Raden Tumenggung Sosrodilogo.
Raden Tumenggung Sosrodilogo sendiri melakukan perlawanan ke Belanda di Jipang Rajekwesi yang kini bernama Bojonegoro dan Rembang sepanjang Desember 1827-Maret 1828. Dengan demikian, dari sisi militer, terdapat hubungan yang erat antara kampanye pasisir Sosrodilogo dan Madiun Raya.
Sayangnya, saat terjadi pertempuran ini Bupati Madiun Prawirodiningrat membuktikan dirinya sebagai komandan yang tidak kompeten dan pengecut. Dia tampaknya telah mundur duluan ketika diperintahkan untuk menghadapi pasukan Sosrodilogo pada 11 Desember 1827 di antara Panolan (Cepu) dan Padangan, yang kini masuk wilayah Bojonegoro.
Baca: Pertarungan Sengit Santri KH Hasyim Asy'ari Melawan Pendekar Sakti dari Lokalisasi Kebo Ireng.
Dia melarikan diri sebelum tembakan dilepaskan dan pasukan kavaleri Madiunnya dikalahkan. Konon tingkah laku sang bupati ini disebut tidak sesuai dengan laporan Belanda. Apalagi saat itu pasukan Madiun raya menghadapi pasukan Sosrodilogo sebagai pemimpin yang berusia masih muda yakni 23 tahun.
Sosrodilogo konon sama sekali tidak memiliki kemampuan bertarung dan semangat bela diri dari ayahnya, Raden Ronggo Prawirodirjo III, yang memilih mati dalam pertempuran daripada menyerahkan diri kepada Marsekal Daendels.
Tercatat di tahun-tahun awal peperangan ada tiga wilayah yang menjadi saksi bagaimana dahsyatnya peperangan antara pasukan Pangeran Diponegoro dengan kompeni Belanda ini. Wilayah Madiun, Pacitan, dan Rembang konon menjadi saksi bagaimana sengitnya pertempuran ini.
Dua kabupaten yakni Madiun dan Pacitan merasakan ganasnya pertempuran pertama di tahun 1825 - 1826, sedangkan Rembang merasakan dahsyatnya pertempuran pada rentang tahun 1827 - 1828.
Konon ketika Belanda dan kroninya menyerang pasukan Pangeran Diponegoro, pasukan Madiun raya dilibatkan. Sang Bupati Raden Ronggo Prawirodiningrat yang menjabat 1822 - 1859 memimpin pasukan lokalnya.
Pasukan utamanya skuadron kavaleri Madiun sebagaimana catatan Residen Madiun Lucien Adam, dalam "Antara Lawu dan Wilis : Arkeolog, Sejarah, dan Legenda Madiun Raya Berdasarkan Catatan Lucien Adam". Konon pasukan lokal itu telah diperintahkan oleh Keraton Yogyakarta untuk bergabung bersama tentara Belanda lokal guna memadamkan pemberontakan yang dipimpin oleh saudara ipar Pangeran Diponegoro, Raden Tumenggung Sosrodilogo.
Raden Tumenggung Sosrodilogo sendiri melakukan perlawanan ke Belanda di Jipang Rajekwesi yang kini bernama Bojonegoro dan Rembang sepanjang Desember 1827-Maret 1828. Dengan demikian, dari sisi militer, terdapat hubungan yang erat antara kampanye pasisir Sosrodilogo dan Madiun Raya.
Sayangnya, saat terjadi pertempuran ini Bupati Madiun Prawirodiningrat membuktikan dirinya sebagai komandan yang tidak kompeten dan pengecut. Dia tampaknya telah mundur duluan ketika diperintahkan untuk menghadapi pasukan Sosrodilogo pada 11 Desember 1827 di antara Panolan (Cepu) dan Padangan, yang kini masuk wilayah Bojonegoro.
Baca: Pertarungan Sengit Santri KH Hasyim Asy'ari Melawan Pendekar Sakti dari Lokalisasi Kebo Ireng.
Dia melarikan diri sebelum tembakan dilepaskan dan pasukan kavaleri Madiunnya dikalahkan. Konon tingkah laku sang bupati ini disebut tidak sesuai dengan laporan Belanda. Apalagi saat itu pasukan Madiun raya menghadapi pasukan Sosrodilogo sebagai pemimpin yang berusia masih muda yakni 23 tahun.
Sosrodilogo konon sama sekali tidak memiliki kemampuan bertarung dan semangat bela diri dari ayahnya, Raden Ronggo Prawirodirjo III, yang memilih mati dalam pertempuran daripada menyerahkan diri kepada Marsekal Daendels.
(nag)
tulis komentar anda