Akhir Tragis Jayanegara, Meregang Nyawa Setelah Goda Istri Tabib
Jum'at, 05 Mei 2023 - 08:21 WIB
Dalam kitab Nagarakretagama menyebutkan bahwa Jayanegara diangkat sebagai yuwaraja atau raja muda di Kadiri atau Daha pada tahun 1295. Diduga, saat memerintah di Kadiri, usia Jayanegara masih sangat muda, karena ayahnya Raden Wijaya baru menikahi Dara Petak yang diduga juga bernama Indreswari pada tahun 1293.
Selama memerintah Kadiri, Jayanegara dibantu oleh Lembu Sora. Nama Lembu Sora juga tercatat dalam prasasti Pananggungan, dengan jabatan sebagai patih Daha.
Dalam menjalankan pemerintahannya di Majapahit, Jayanegara membentuk susunan mahamantri yang terdiri dari para wanita. Yakni Rakryan Mahamantri Hino, Dyah Sri Rangganata; Rakryan Mahamantri Sirikan, Dyah Kameswara; dan Rakryan Mahamantri Halu, Dyah Wiswanata.
Kitab Pararaton mencatat, sejumlah pengikut setia Raden Wijaya, beberapa kali melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan Jayanegara. Di antaranya, dilakukan oleh Ranggalawe yang diduga terjadi tahun 1309 saat Jayanegara naik tahta di Majapahit. Bahkan, patih yang membantunya memerintah di Kadiri, atau Daha, Lembu Sora, turut melakukan pemberontakan pada tahun 1311.
Pemberontakan ini terjadi karena hasutan Mahapati yang diduga juga musuh dalam selimut Jayanegara. Pemberontakan berikutnya, dilancarkan oleh Nambi pada tahun 1316. Pemberontakan ini, diduga akibat ambisi ayah Nambi, Aria Wiraraja. Sebelum memberontak kepada rajanya, Nambi menjabat sebagai patih istana, namun ayahnya menginginkan Nambi menjadi raja.
Aksi pemberontakan paling dahsyat, adalah yang dilakukan Kuti pada tahun 1319. Di mana Kuti mampu menguasai istana Majapahit, hingga membuat Jayanegara lari mengungsi di Desa Badamder. Namun, berkat kelihaian dan keberanian Mahapatih Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkaranya, akhirnya pemberontakan Kuti berhasil ditumpas.
Bukan hanya menghadapi pemberontakan dari internal kerajaannya. Jayanegara ternyata juga sempat menghadapi serangan dari pasukan Mongol. Hal ini didasarkan pada kesaksian seorang misonaris Odorico da Pordenone saat mengunjungi Pulau Jawa. Upaya pasukan Mogol menjajah Jawa, berhasil digagalkan oleh pasukan Majapahit.
Pemberontakan-pemberontakan itu, ternyata tidak sepenuhnya mampu dihentikan. Hal ini terungkap dalam buku ‘Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit’ karya Slamet Muljana.
Slamet menyebut, Kuti merupakan bagian dari tujuh Dharmaputra Raja atau abdi dalem. Mereka terdiri dari Kuti, Semi, Pangsa, Wedeng, Juju, Tanca, dan Banyak. Usai Kuti dibunuh karena pemberontakan, para abdi dalem ini masih menyimpan bara akibat ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan Jayanegara. Bahkan, para abdi dalem ini masih terus berupaya membunuh rajanya. Dari tujuh abdi dalem tersebut, masih menyisakan satu orang yakni Tanca. Dialah yang akhirnya berhasil membunuh raja lalu dibalas Gajah Mada.
Selama memerintah Kadiri, Jayanegara dibantu oleh Lembu Sora. Nama Lembu Sora juga tercatat dalam prasasti Pananggungan, dengan jabatan sebagai patih Daha.
Dalam menjalankan pemerintahannya di Majapahit, Jayanegara membentuk susunan mahamantri yang terdiri dari para wanita. Yakni Rakryan Mahamantri Hino, Dyah Sri Rangganata; Rakryan Mahamantri Sirikan, Dyah Kameswara; dan Rakryan Mahamantri Halu, Dyah Wiswanata.
Baca Juga
Kitab Pararaton mencatat, sejumlah pengikut setia Raden Wijaya, beberapa kali melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan Jayanegara. Di antaranya, dilakukan oleh Ranggalawe yang diduga terjadi tahun 1309 saat Jayanegara naik tahta di Majapahit. Bahkan, patih yang membantunya memerintah di Kadiri, atau Daha, Lembu Sora, turut melakukan pemberontakan pada tahun 1311.
Pemberontakan ini terjadi karena hasutan Mahapati yang diduga juga musuh dalam selimut Jayanegara. Pemberontakan berikutnya, dilancarkan oleh Nambi pada tahun 1316. Pemberontakan ini, diduga akibat ambisi ayah Nambi, Aria Wiraraja. Sebelum memberontak kepada rajanya, Nambi menjabat sebagai patih istana, namun ayahnya menginginkan Nambi menjadi raja.
Aksi pemberontakan paling dahsyat, adalah yang dilakukan Kuti pada tahun 1319. Di mana Kuti mampu menguasai istana Majapahit, hingga membuat Jayanegara lari mengungsi di Desa Badamder. Namun, berkat kelihaian dan keberanian Mahapatih Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkaranya, akhirnya pemberontakan Kuti berhasil ditumpas.
Bukan hanya menghadapi pemberontakan dari internal kerajaannya. Jayanegara ternyata juga sempat menghadapi serangan dari pasukan Mongol. Hal ini didasarkan pada kesaksian seorang misonaris Odorico da Pordenone saat mengunjungi Pulau Jawa. Upaya pasukan Mogol menjajah Jawa, berhasil digagalkan oleh pasukan Majapahit.
Pemberontakan-pemberontakan itu, ternyata tidak sepenuhnya mampu dihentikan. Hal ini terungkap dalam buku ‘Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit’ karya Slamet Muljana.
Slamet menyebut, Kuti merupakan bagian dari tujuh Dharmaputra Raja atau abdi dalem. Mereka terdiri dari Kuti, Semi, Pangsa, Wedeng, Juju, Tanca, dan Banyak. Usai Kuti dibunuh karena pemberontakan, para abdi dalem ini masih menyimpan bara akibat ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan Jayanegara. Bahkan, para abdi dalem ini masih terus berupaya membunuh rajanya. Dari tujuh abdi dalem tersebut, masih menyisakan satu orang yakni Tanca. Dialah yang akhirnya berhasil membunuh raja lalu dibalas Gajah Mada.
tulis komentar anda