15.000 Pengusaha Konstruksi Terancam, Kadin Jabar Minta Ini ke OJK
Kamis, 16 Juli 2020 - 23:27 WIB
BANDUNG - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Barat meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melonggarkan skema pembiayaan bagi usaha kecil dan menengah, terutama sektor jasa konstruksi.
Tanpa relaksasi skema pembiayaan, sekitar 15.000 pelaku usaha jasa konstruksi di Jawa Barat terancam tak bisa melanjutkan usaha. (BACA JUGA: Menggeliat Kembali, Jabar Gelar Ekraf Film Festival 2020 saat Pandemi )
"Sekarang ini kan yang diperlukan adanya penyederhanaan sistem administrasi atau relaksasi pembiayaan. Sehingga akan memudahkan pelaku usaha kecil dan menengah kembali melanjutkan usahanya," kata Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Kelembagaan & Kemitraan Kadin Jabar Tb Raditya Indrajaya, Kamis (16/7/2020). (BACA JUGA: Siap Tampung Relokasi Industri China, Jabar Janji Permudah Izin )
Menurut dia, aturan terkait pembiayaan perbankan diikat secara penuh oleh OJK. Sehingga, perbankan tidak berani memberikan kredit, apabila calon debiturnya masih terikat oleh skema relaksasi akibat COVID-19 kemarin.
"Kami banyak sekali mendapat keluhan dari pengusaha. Bahwa perbankan yang diawasi ketat OJK masih menjalankan skema base on collateral. Dalam kondisi normal, mungkin masih bisa dilakukan. Tapi saat ini kan tidak normal, mestinya ada skema penyelesaian yang juga tidak normal yang dikeluarkan oleh OJK," ujar dia.
Raditya menuturkan, tidak adanya relaksasi skema pembiayaan OJK, membuat pengusaha jasa kontruksi di Jabar kesulitan melanjutkan usaha. Mereka tidak bisa meminjam modal ke bank, lantaran terdampak pandemi. Hampir selama 4 bulan lamanya tak ada proyek pemerintah akibat dialihkannya APBD atau APBN untuk COVID.
Di Jabar, tutur Raditya, ada sekitar 15.000 pengusaha yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Selama empat bulan, aktivitas usaha mereka terhenti. Sekitar 20% dari jumlah itu, terpaksa beralih bisnis agar bisa menghidupi keluarganya.
"Sekarang sudah mulai adaptasi kebiasan baru, sektor usaha mulai menggeliat. Proyek pemerintah akan jalan kembali. Sebelumnya karena dana APDB dialihkan, mereka shock. Tapi sekarang mereka kesulitan modal. Ini yang bisa bantu hanya bank. Kalau tidak, mereka akan terancam tidak bisa melanjutkan usahanya lagi," tutur Raditya.
Dia berharap, semua pihak termasuk OJK bisa segera membuat skema relaksasi pembiayaan terutama modal kerja. Hal ini sesuai target bersama agar ekonomi nasional kembali pulih.
Tanpa relaksasi skema pembiayaan, sekitar 15.000 pelaku usaha jasa konstruksi di Jawa Barat terancam tak bisa melanjutkan usaha. (BACA JUGA: Menggeliat Kembali, Jabar Gelar Ekraf Film Festival 2020 saat Pandemi )
"Sekarang ini kan yang diperlukan adanya penyederhanaan sistem administrasi atau relaksasi pembiayaan. Sehingga akan memudahkan pelaku usaha kecil dan menengah kembali melanjutkan usahanya," kata Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Kelembagaan & Kemitraan Kadin Jabar Tb Raditya Indrajaya, Kamis (16/7/2020). (BACA JUGA: Siap Tampung Relokasi Industri China, Jabar Janji Permudah Izin )
Menurut dia, aturan terkait pembiayaan perbankan diikat secara penuh oleh OJK. Sehingga, perbankan tidak berani memberikan kredit, apabila calon debiturnya masih terikat oleh skema relaksasi akibat COVID-19 kemarin.
"Kami banyak sekali mendapat keluhan dari pengusaha. Bahwa perbankan yang diawasi ketat OJK masih menjalankan skema base on collateral. Dalam kondisi normal, mungkin masih bisa dilakukan. Tapi saat ini kan tidak normal, mestinya ada skema penyelesaian yang juga tidak normal yang dikeluarkan oleh OJK," ujar dia.
Raditya menuturkan, tidak adanya relaksasi skema pembiayaan OJK, membuat pengusaha jasa kontruksi di Jabar kesulitan melanjutkan usaha. Mereka tidak bisa meminjam modal ke bank, lantaran terdampak pandemi. Hampir selama 4 bulan lamanya tak ada proyek pemerintah akibat dialihkannya APBD atau APBN untuk COVID.
Di Jabar, tutur Raditya, ada sekitar 15.000 pengusaha yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Selama empat bulan, aktivitas usaha mereka terhenti. Sekitar 20% dari jumlah itu, terpaksa beralih bisnis agar bisa menghidupi keluarganya.
"Sekarang sudah mulai adaptasi kebiasan baru, sektor usaha mulai menggeliat. Proyek pemerintah akan jalan kembali. Sebelumnya karena dana APDB dialihkan, mereka shock. Tapi sekarang mereka kesulitan modal. Ini yang bisa bantu hanya bank. Kalau tidak, mereka akan terancam tidak bisa melanjutkan usahanya lagi," tutur Raditya.
Dia berharap, semua pihak termasuk OJK bisa segera membuat skema relaksasi pembiayaan terutama modal kerja. Hal ini sesuai target bersama agar ekonomi nasional kembali pulih.
(awd)
tulis komentar anda