Begini Analisa Awal Penyebab Banjir Bandang di Masamba

Rabu, 15 Juli 2020 - 15:31 WIB
Kondisi Hutan di Kota Masamba pasca terjadi banjir bandang di daerah tersebut. Foto: Istimewa
MAKASSAR - Tim investigasi dari laboratorium daerah aliran sungai (DAS), Fakultas Kehutanan Unhas, melakukan analisa awal melalui data citra DAS Baliase terhadap bencana banjir bandang yang terjadi di Masamba Kabupaten Luwu Utara, Senin, (13/07/2020) lalu.

Dari data yang dikumpulkan tim Investigasi terdeteksi beberapa longsor di pinggir sungai Kula wilayah hulu yang berpotensi membentuk bendungan alami sebagai titik awal terjadinya banjir bandang di kota Masamba.





"Dari segi Geologi, DAS Baliase sangat didominasi oleh formasi granit kambuno (83,05 %) dimana sifatnya kedap terhadap air, sehingga pada saat curah hujan yang tinggi air masuk ke dalam tanah dan terakumulasi pada dasar bebatuan yang kedap air sehingga menyebabkan terjadinya tanah longsor," kata Tim Investigasi Laboraorium DAS Fakultas Kehutanan Unhas Putri Fatimah Nurdin.

Putri menjelaskan, Setelah itu, beberapa hari terakhir juga terekam kejadian gempa dengan titik episentrum dekat dengan kota Masamba (gempa terakhir 13 Juli 2020 dengan kekuatan 3.2 SR),

hal ini juga berpotensi sebagai pemicu terjadinya longsor selain curah hujan tinggi.

"Hampir sama dengan kejadian di Bantaeng, longsor terjadi di hulu membentuk bendungan alami yang menahan air. Kejadian banjir bandang di Kota Masamba membawa material kayu dan lumpur karena kuatnya arus dari bendungan alami yang jebol, bergerak ke arah kota Masamba dan kemudian tertahan di bendungan PDAM yang secara keilmuan kurang tepat penempatannya terutama ditempatkan pada kelokan sungai," jeasnya.

Idealnya lanjut dia, bendungan dibuat pada bagian sungai yang lurus agar debit air dapat secara optimal diakomodasi oleh bendungan. Alur pergerakan banjir bandang lanjutnya, setelah tertahan di bendungan dengan profil elevasi dari Bendungan PDAM ke Pusat Kota Masamba dari ketinggian 74 meter ke 42 meter dengan Panjang bentangan 1,9 km.

"Bencana yang datang silih berganti menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dan masyarakat. Kejadian banjir adalah pertanda ketidakseimbangan alam. Sebuah DAS (Daerah aliran sungai) dapat berfungsi optimal jika terdapat sedikitnya 30% kawasan hutan di dalamnya," jelasnya.

Ia menjelaskan, DAS yang sehat akan menghasilkan kualitas air dan udara yang baik sehingga dapat menyokong kehidupan masyarakat yang lebih sehat.

"Hutan secara hidrologis berperan dalam mengatur siklus air agar dapat menekan potensi banjir di daerah hilir juga dapat menekan potensi longsor yang dapat menyebabkan banjir bandang seperti yang banyak kita temui saat ini. Jika hutan dikelolah dengan baik tentu akan berfungsi optimal bagi masyarakat," jelasnya.

(agn)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content