Etnis Tionghoa dan Penyebaran Islam di Pulau Jawa

Minggu, 22 Januari 2023 - 05:59 WIB
Masjid Cheng Hoo yang merupakan tempat ibadah umat Islam dengan ornamen full Tionghoa.Foto/dok
Etnis Tionghoa konon sudah akrab mewarnai sejarah perjalanan Indonesia jauh sebelum merdeka. Bahkan konon Sunan Ampel yang merupakan tokoh penyebar agama Islam juga berasal dari Tiongkok. Sunan Ampel memiliki nama asli Bong Swi Hoo, yang merupakan cucu penguasa tertinggi di Campa Bong Tak Keng.

Konon Sunan Ampel atau Raden Rahmat datang ke Indonesia tanpa istri. Di Jawa ia lantas menikahi seorang perempuan Tionghoa peranakan pada 1447, bernama Ni Gede Manila. Ni Gede Manila sendiri perempuan etnis Tionghoa yang sudah sejak lahir tinggal di Nusantara.

Dikutip dari buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu - Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" dari Prof. Slamet Muljana, Nyai Gede Manila merupakan putri bupati Wilatikta, yang juga kapten Cina Gan Eng Yu, yang berkedudukan di Tuban.



Baca juga: Menelisik Gua Suci Tersembunyi Era Kerajaan Majapahit Buatan Manusia

Sebelumnya ia berkedudukan di Manila, berdasarkan teori di atas maka Gan Eng Yu di Manila kawin dengan wanita setempat. Dari perkawinan itu dilahirkan Ni Gede Manila, yang merupakan perempuan peranakan Tionghoa.

Sosok lain keturunan Tionghoa yang terdapat dalam catatan sejarah perjalanan Indonesia di masa lampau yakni Raden Patah alias Jin Bun. Nama Jin Bun sendiri hanya terdiri dari dua suku yang berarti anak yang lahir dari hasil perkawinan antara etnis Tionghoa dengan orang pribumi.

Pada Babad Tanah Jawi sendiri dikisahkan Raden Patah atau Jin Bun konon adalah keturunan China setelah pernikahan orang tuanya dengan pembesar Kerajaan Majapahit. Maka nama keluarga tidak biasa dicantumkan sebagai suku pertama. Pada masyarakat Tionghoa ia dikenal dengan namanya Jin Bun, tetapi pada masyarakat Jawa ia lebih dikenal sebagai Raden Patah.

Sejarawan Slamet Muljana dalam bukunya menyebut orang-orang Tionghoa peranakan ini konon sudah banyak yang tidak lagi mengenal bahasa Tionghoa. Pada abad 15 dan 16 sajalah etnis Tionghoa peranakan ini masih mengenal bahasa Tionghoa. Hal ini karena mereka biasanya dididik dalam masyarakat Tionghoa.

Namun semenjak masyarakat Tionghoa islam rontok dan Sunan Ampel mulai membentuk masyarakat islam Jawa, banyak di antara orang Tionghoa peranakan yang beragama Islam tidak lagi mengenal bahasa Tionghoa. Mereka dididik atau diasuh dalam masyarakat Islam Jawa, bahkan putra Sunan Ampel yang bernama Sunan Bonang pun tidak lagi pandai berbahasa Tionghoa.

Tetapi Kin San masih pandai berbahasa Tionghoa, karena Kin San sempat diasuh dalam masyarakat Tionghoa Islam, sedangkan Sunan Bonang diasuh pada masyarakat Jawa Islam.
(msd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content