Abundjani, Pahlawan Jambi yang Piawai Berperang dan Berbisnis

Sabtu, 27 Mei 2017 - 05:00 WIB
Abundjani, Pahlawan Jambi yang Piawai Berperang dan Berbisnis
Abundjani, Pahlawan Jambi yang Piawai Berperang dan Berbisnis
A A A
Kolonel Abundjani lahir di Batang Asai, Kabupaten Sarolangun-Bangko (sekarang dipecah menjadi kabupaten Sarolangun dan Merangin), Jambi pada tanggal 24 Oktober 1918.

Abundjani merupakan anak seorang demang yang berkedudukan di Rantau Panjang, Batang Asai bernama Demang Makalam. Demang Makalam berasal dari Pondok Tinggi, Kerinci, sedangkan ibunya bernama Siti Umbuk berasal dari Desa Keladi.

Abundjani merupakan anak keempat dari 5 bersaudara dengan urutan yakni Siti Rodiah, M. Kamil, Siti Raimin, dan adiknya M. Sayuti.

Karena kedudukan ayahnya, Abundjani kecil berkesempatan untuk mencicipi bangku sekolah Formal.

Pada usia 8 tahun Abundjani bersama kakaknya, M. Kamil, dikirim ke Jambi untuk bersekolah di bawah asuhan Ali Sudin (keponakan Makalam) yang saat itu (1926) telah bekerja sebagai juru tulis (klerek) di kantor Kontrolir Jambi.

Dengan beberapa pertimbangan, Makalam menitipkan kedua anaknya pada temannya berkebangsaan Belanda yang bekerja di Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Oleh karena itu tidak mengherankan apabila M. Kamil dan Abundjani mahir berbahasa Belanda.

Secara berturut-turut, tahun 1931 Abundjani berhasil menamatkan pendidikan di Hollandsc-Inlandsche School (HIS) selama 7 tahun dan tahun 1934 menamatkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Bandung.

Pada 1940 Abundjani mengikuti pendidikan di Middelbare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaar (MOSCVIA) di Bandung, tetapi tidak tamat karena berlangsungnya pendudukan Jepang.

Pada masa pendudukan Jepang ini Abundjani menamatkan pendidikan di Shonan Kao Kun Renjo (Sionanto) di Singapura selama 1 tahun.

Abundjani kemudian diangkat sebagai asisten Ki Imuratyo. Pendidikan militer ini kemudian diteruskan ke akademi militer Giyugun di Pagaralam, Lahat dengan pangkat tamatan Letnan Dua (Shoi).

Alumni pendidikan Angkatan Darat (Kanbu Kyoyiku tai) Jepang ini merupakan cikal bakal tentara nasional di masing-masing daerahnya.

Abundjani sebagai Sudantyo Giyugun dari tahun 1942-1945 yang mempunyai kemampuan bahasa Belanda, Inggris, Jepang sangat berguna dalam kiprahnya di dunia bisnis selepas menanggalkan karir militernya.

Karir militer Abundjani dimulai pasca kemerdekaan. Pada 22 Agustus 1945 Abunjani merintis terbentuknya Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang merupakan bagian dari BKR (Badan Keamanan Rakyat).

BKR nantinya menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selanjutnya Abundjani diangkat sebagai komandan BKR daerah Jambi dengan jabatan Kolonel. Hingga tahun 1949, jabatan Kolonel Abundjani adalah komandan Kodam Garuda Putih Jambi.

Adanya kebijakan rasionalisasi di kalangan TNI, pangkat Kolonel Abundjani diturunkan menjadi Letnan Kolonel.

Walau pun demikian, Letnan Kolonel Abundjani tetap di militer dengan jabatan rangkap sebagai Wakil Gubernur Militer Sumatera Selatan khusus daerah Jambi, juga sebagai Komandan STD sampai pertengahan Januari 1950.

Terhitung Februari 1950 Letnan Kolonel Abundjani mengundurkan diri dari TNI beralih profesi menjadi seorang pengusaha di Jambi dan Jakarta.

Salah satu peran Abundjani dalam menunjang perjuangan di masanya adalah membentuk Badan Keuangan Perjuangan yang memobilisasi pedagang karet ke Singapura dengan menyisihkan 10% keuntungan untuk perjuangan.

Usaha tersebut selain dapat membantu perjuangan Pemerintah Pusat, sewa-beli Pesawat Catalina (RI 05) sebagai pesawat penghubung ke Sumatera Barat mau pun Yogyakarta dalam jaringan pemerintahan, juga memasok perlengkapan dan perbekalan pasukan dengan sistem barter komoditi lada, vanili, karet, dan lain-lain.

Peran yang perlu dicatat kepemimpinan Letnan Kolonel Abundjadi adalah memindahkan pusat pemerintahan dan pertahanan militer saat serangan Belanda pada 29 Desember 1948.

Bersama dengan Rd. Inu Kertapati dan M. Kamil mengungsi ke pedalaman, tetapi terhenti di Sengeti. Rd. Inu Kertapati kembali ke Jambi untuk menenangkan keluarga dan masyarakat kota Jambi oleh bombardir pesawat dan serangan tentara Belanda melalui Kenali Asam dan Palmerah.

Pada 1 Januari 1949 terbitlah surat kuasa Residen Jambi Rd. Inu Kertapati kepada M. Kamil, Bupati Jambi Hilir untuk meneruskan Pemerintahan Darurat Keresidenan Jambi.

Dalam rapat antara unsur pemerintah dan militer di Tebo menghasilkan keputusan bahwa H. Baksan yang saat itu menjabat sebagai Bupati Jambi Ulu sebagai Residen Pemerintah Darurat Keresidenan Jambi dan Pusat Komando Militer dipindahkan ke Bangko.

Walau pun mengalami berbagai gempuran, perjuangan dan pemerintahan darurat berjalan sebagaimana mestinya.

Nama besar Abundjani dijadikan nama jalan di kota Jambi dan beberapa kota lain. Di Bangko, namanya dijadikan nama rumah sakit umum karena beliau memang lahir di Batang Asai yang dulu merupakan bagian kabupaten Sarolangun-Bangko.

Rumah Kolonel Abundjani masih bisa dilihat hingga sekarang. Rumah itu sekarang dihuni oleh anak-anak sang kolonel. Letaknya sangat dekat dengan pusat pemerintahan provinsi Jambi. hanya beberapa langkah dari kantor pajak baru Jambi. Persis di belakang kantor pusat Bank Jambi.

sumber:
biografitokohternama
diolah dari berbagai sumber
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9410 seconds (0.1#10.140)