Lahan Pribadi Jadi Halangan Lahan Abadi
A
A
A
BANTUL - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul mengaku masih kesulitan untuk mempertegas soal lahan abadi seluas 13.000 hektar di wilayahnya.
Selain belum ada aturan yang jelas, hak milik pribadi menjadi kendala untuk menegakkan aturan lahan abadi tersebut. Sebab, pemerintah belum bisa memberikan janji terkait lahan pribadi yang terkena lahan abadi tersebut.
Sekretaris Daerah (Sekda) Bantul Riyantono mengakui jika sampai saat ini titik-titik dari lahan abadi juga belum bisa dipastikan daerah yang akan digunakan .
Sebab, Peraturan Daerah (Perda) turunan yang mengatur lahan abadi belum juga selesai disusun. Meskipun ia mengklaim pihaknya akan segera menyelesaikannya, tetapi ketika ditanya sampai kapan, ia menjawab belum tahu.
"Pokoknya secepatnya," tegasnya, Jumat (8/5/2015) ketika usaha melakukan gerakan tanam padi serempak Tajarwo di bulak Kadisoro, Kecamatan Pandak.
Salah satu yang menjadi ganjalan tersebut adalah pemerintah belum bisa menjanjikan ganti rugi seperti apa yang harus diberikan kepada pemilik tanah yang diterjang oleh proyek lahan abadi tersebut.
Jika masyarakat yang memiliki tanah pribadi tersebut bersedia memberikan dengan sukarela tanahnya, tentu hal tersebut bukan permasalahan.
Tetapi ketika pemilik tanah enggan digunakan untuk lahan abadi, terutama ketika nanti terdesak oleh kebutuhan dan harus menjual tanahnya, pemerintah belum siap memberikan kompensasi.
Aturan yang jelas soal permasalah tukar guling tanah untuk lahan abadi juga kini masih digodok dan diperdebatkan untuk memberikan solusi terbaik.
"Lah kalau nanti sudah ditetapkan lahan abadi, tetapi akhirnya ahli waris terdesak kebutuhan ekonomi dan ingin menjual tanahnya. Pemerintah tidak bisa melarang hal tersebut," tuturnya.
Bupati Bantul, Sri Suryawidati mengatakan, pihaknya memang telah mendapatkan limpahan aturan tentang lahan abadi di Bantul seluas 13.000 hektare dari pemerintah DIY. Lahan abadi tersebut diperlukan untuk mempertahankan produktivitas tanaman pangan demi mewujudkan swasembada pangan di Kabupaten ini.
Tahun ini, pihaknya menargetkan panen sebesar 203.133 ton gabah kering giling dengan luas tanam sebesar 32.870 hektar.
Target produktivitas sebesar 65,4 kuintal perhektar termasuk sulit dikejar mengingat penurunan kualitas lahan tanaman pangan serta alih fungsi lahan yang terus terjadi.
Alih fungsi lahan terus terjadi meskipun ia mengklaim sudah melakukan pengetatan aturan.
"Setahun saja ada 40 hektar lebih," terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Kabupaten Bantul, Partogi Dame Pakpahan mengklaim jika lahan abadi seluas 13.000 hektar tersebut sudah ada dan sudah dipilih.
Hanya saja memang belum ada kekuatan hukum karena belum di-perdakan."Petak-petaknya sudah ada," tegasnya.
Selain belum ada aturan yang jelas, hak milik pribadi menjadi kendala untuk menegakkan aturan lahan abadi tersebut. Sebab, pemerintah belum bisa memberikan janji terkait lahan pribadi yang terkena lahan abadi tersebut.
Sekretaris Daerah (Sekda) Bantul Riyantono mengakui jika sampai saat ini titik-titik dari lahan abadi juga belum bisa dipastikan daerah yang akan digunakan .
Sebab, Peraturan Daerah (Perda) turunan yang mengatur lahan abadi belum juga selesai disusun. Meskipun ia mengklaim pihaknya akan segera menyelesaikannya, tetapi ketika ditanya sampai kapan, ia menjawab belum tahu.
"Pokoknya secepatnya," tegasnya, Jumat (8/5/2015) ketika usaha melakukan gerakan tanam padi serempak Tajarwo di bulak Kadisoro, Kecamatan Pandak.
Salah satu yang menjadi ganjalan tersebut adalah pemerintah belum bisa menjanjikan ganti rugi seperti apa yang harus diberikan kepada pemilik tanah yang diterjang oleh proyek lahan abadi tersebut.
Jika masyarakat yang memiliki tanah pribadi tersebut bersedia memberikan dengan sukarela tanahnya, tentu hal tersebut bukan permasalahan.
Tetapi ketika pemilik tanah enggan digunakan untuk lahan abadi, terutama ketika nanti terdesak oleh kebutuhan dan harus menjual tanahnya, pemerintah belum siap memberikan kompensasi.
Aturan yang jelas soal permasalah tukar guling tanah untuk lahan abadi juga kini masih digodok dan diperdebatkan untuk memberikan solusi terbaik.
"Lah kalau nanti sudah ditetapkan lahan abadi, tetapi akhirnya ahli waris terdesak kebutuhan ekonomi dan ingin menjual tanahnya. Pemerintah tidak bisa melarang hal tersebut," tuturnya.
Bupati Bantul, Sri Suryawidati mengatakan, pihaknya memang telah mendapatkan limpahan aturan tentang lahan abadi di Bantul seluas 13.000 hektare dari pemerintah DIY. Lahan abadi tersebut diperlukan untuk mempertahankan produktivitas tanaman pangan demi mewujudkan swasembada pangan di Kabupaten ini.
Tahun ini, pihaknya menargetkan panen sebesar 203.133 ton gabah kering giling dengan luas tanam sebesar 32.870 hektar.
Target produktivitas sebesar 65,4 kuintal perhektar termasuk sulit dikejar mengingat penurunan kualitas lahan tanaman pangan serta alih fungsi lahan yang terus terjadi.
Alih fungsi lahan terus terjadi meskipun ia mengklaim sudah melakukan pengetatan aturan.
"Setahun saja ada 40 hektar lebih," terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Kabupaten Bantul, Partogi Dame Pakpahan mengklaim jika lahan abadi seluas 13.000 hektar tersebut sudah ada dan sudah dipilih.
Hanya saja memang belum ada kekuatan hukum karena belum di-perdakan."Petak-petaknya sudah ada," tegasnya.
(nag)