Putri Keraton Surakarta Tersinggung Ulah Sultan HB X
A
A
A
BANTUL - Pihak Keraton Surakarta mengaku tersinggung dengan apa yang dilakukan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X. Langkah Sri Sultan HB X menghilangkan sebutan Hamengku Buwono dan Khalifatulloh dinilai merusak tatanan (pageuran) leluhur mereka, yaitu Kerajaan Mataram.
Menurut Putri Kesultanan Surakarta XII Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari, sebagai masyarakat budaya, seharusnya tunduk dengan tradisi dan adat budaya tersebut. Jika tidak, harus mengundurkan diri atau membentuk kerajaan sendiri.
"Kalau tak mau tunduk ya mendirikan kerajaan sendiri. Mendirikan keraton, wilayah, dan abdi dalem sendiri. Jangan seperti ini," tegasnya ketika menyaksikan pemberian Dana Keistimewaan (Danais) ke abdi dalem Keraton Surakarta di Imogiri, Rabu (6/5/2015).
Menurutnya, sebagai anak keturunan ratu, seharusnya tahu adat dan aturan. Dia mencontohkan, beberapa waktu lalu sempat mengingatkan orangtuanya yang berambisi mendirikan bangunan hotel dalam keraton. Sebagai keturunan ratu, ia berhak mengingatkan jika ada pihak yang telah melanggar aturan.
Wanita yang akrab dipanggil Gusti Moeng mengungkapkan, sudah seharusnya anak dari Sri Sultan HB X saat ini, GKR Pembayun juga melakukan hal yang sama dengan dirinya. GKR Pembayun harus mengingatkan bahkan menolak penganugerahan gelar GKR Mangkubumi. Karena, hal tersebut sudah menolak pageuran atau aturan kerajaan. (Baca: GKR Pembayun Dinobatkan sebagai Putri Mahkota?)
"Kalau dia seorang bangsawan yang mengetahui aturan keraton, dia bisa menolaknya," tegasnya.
Gusti Moeng menambahkan, apa yang diatur dalam paugeran tersebut dibuat oleh para leluhur dan harus dipatuhi serta dilaksanakan anak keturunannya.
Adik Sultan HB X, GBPH Yudhaningrat mengaku setuju dengan pendapat Gusti Moeng. Ia akan mengumpulkan seluruh keluarga besar Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat untuk membahas masalah tersebut. Mereka menginginkan adanya pengembalian gelar.
"Kalau desakan kita tidak mempan, nanti kami serahkan ke Tuhan saja," terangnya.
Menurut Putri Kesultanan Surakarta XII Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari, sebagai masyarakat budaya, seharusnya tunduk dengan tradisi dan adat budaya tersebut. Jika tidak, harus mengundurkan diri atau membentuk kerajaan sendiri.
"Kalau tak mau tunduk ya mendirikan kerajaan sendiri. Mendirikan keraton, wilayah, dan abdi dalem sendiri. Jangan seperti ini," tegasnya ketika menyaksikan pemberian Dana Keistimewaan (Danais) ke abdi dalem Keraton Surakarta di Imogiri, Rabu (6/5/2015).
Menurutnya, sebagai anak keturunan ratu, seharusnya tahu adat dan aturan. Dia mencontohkan, beberapa waktu lalu sempat mengingatkan orangtuanya yang berambisi mendirikan bangunan hotel dalam keraton. Sebagai keturunan ratu, ia berhak mengingatkan jika ada pihak yang telah melanggar aturan.
Wanita yang akrab dipanggil Gusti Moeng mengungkapkan, sudah seharusnya anak dari Sri Sultan HB X saat ini, GKR Pembayun juga melakukan hal yang sama dengan dirinya. GKR Pembayun harus mengingatkan bahkan menolak penganugerahan gelar GKR Mangkubumi. Karena, hal tersebut sudah menolak pageuran atau aturan kerajaan. (Baca: GKR Pembayun Dinobatkan sebagai Putri Mahkota?)
"Kalau dia seorang bangsawan yang mengetahui aturan keraton, dia bisa menolaknya," tegasnya.
Gusti Moeng menambahkan, apa yang diatur dalam paugeran tersebut dibuat oleh para leluhur dan harus dipatuhi serta dilaksanakan anak keturunannya.
Adik Sultan HB X, GBPH Yudhaningrat mengaku setuju dengan pendapat Gusti Moeng. Ia akan mengumpulkan seluruh keluarga besar Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat untuk membahas masalah tersebut. Mereka menginginkan adanya pengembalian gelar.
"Kalau desakan kita tidak mempan, nanti kami serahkan ke Tuhan saja," terangnya.
(zik)