DPR Minta Erupsi Gunung Sinabung Jadi Bencana Nasional
A
A
A
MEDAN - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai, erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo patut dijadikan bencana nasional.
Dengan begitu, ada political will dari pemerintah pusat untuk menganggarkan dana dalam APBN untuk penanganan bencana tersebut secara komprehensif dan berkesinambungan.
“Dari fakta dan data di lapangan, saya mengusulkan beberapa opsi metode penanganan bencana Sinabung. Dinaikkan statusnya jadi bencana nasional, atau bencana lokal tapi ada komitmen dana untuk rekonstruksi lewat APBN atau perlu dibentuk semacam tim rehabilitasi dan rekonstruksi bencana Sinabung, seperti di Yogyakarta,” kata Fahri Hamzah dalam rapat koordinasi dengan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho di lantai 8, Kantor Gubernur Sumut, Senin (4/5/2015).
Rapat ini juga dihadiri Sekda Kabupaten Karo Seberina, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Ketua KBK Alumni ITB Arya Sinulingga.
Fahri mengaku siap memfasilitasi dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar lebih memokuskan penanganan bencana erupsi Sinabung. Sekarang, yang dibutuhkan rekomendasi dari pemerintah kabupaten dan provinsi.
Rekomendasi itu ditujukan ke pemerintah pusat agar menetapkan bencana erupsi Gunung Sinabung menjadi bencana nasional.
"Jangan dilihat bencana erupsi Sinabung ini dari sisi korban jiwa sehingga baru bisa ditetapkan skala bencananya. Tapi, efeknya berkepanjangan dan setiap hari dirasakan. Apalagi sejumlah ahli vulkanologi mengaku tidak tahu pasti kapan berakhirnya bencana ini. Bencana ini telah merusak pertanian masyarkat. Padahal, pertanian merupakan pencarian utama masyarakat di sana," ujarnya.
Gubernur Gatot Pujo Nugroho mengaku, penanganan bencana erupsi Sinabung memang seharusnya ditanggulangi secara komprehensif pemerintah pusat. Soalnya, daerah sudah tidak mampu berbuat banyak karena keterbatasan anggaran.
“Dulu sewaktu masa Presiden SBY, kita usulkan agar masuk menjadi bencana nasional. Namun, BNPB ketika itu menilai kriterianya tidak bisa dikatakan sebagai bencana nasional karena melihat minimnya korban jiwa,” timpal Gatot.
Arya Sinulingga menambahkan, sejauh ini belum ada konsep pemerintah untuk penanggulangan bencana erupsi Sinabung secara berkesinambungan.
“Padahal, tidak ada peraturan khusus soal penetapan bencana nasional atau tidak,” timpalnya. Khusus untuk bencana Sinabung, seharusnya bisa dibuat seperti transmigrasi, hanya saja, relokasi warga tidak keluar daerah. Program idealnya, sewa rumah dan isinya serta lahan pertanian sampai relokasi dilakukan.
“Kemudian, jaminan hidup Rp3,5 juta per KK per bulan seperti sistem transmigrasi, bukan hanya Rp6.000 per orang per hari selama tiga bulan. Bantuan pertanian diberikan sampai relokasi. Masyarakat dimasukkan sebagai peserta KIS (Kartu Indonesia Sehat), KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KKS (Kartu Keluarga Sejahtera),” kata dia.
Dia menambahkan, dari kajian KBK Alumni ITB, kerugian materil akibat bencana Sinabung ini mencapai Rp4 triliun yang sudah melebih kerugian pada erupsi Gunung Merapi.
Sesuai UU No 24/2007 penanggulangan bencana dalam Pasal 6, penanganan bencana dan dampaknya ke masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah.
"Jadi Presiden Jokowi harus bertanggung jawab atas dampak erupsi ini. Karena meletusnya Sinabung bukan karena keinginan masyarakat Karo. Karena Karo masih NKRI, jadi ditanggungjawabi UU itu. Kemudian perlu dibangun juga sabo dam (untuk menghalau lahar) seperti di Gunung Merapi. Kenapa Merapi bisa, Sinabung tidak," kata Arya.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Raden M Syafii, yang juga hadir dalam pertemuan itu, mengatakan, data dampak dan korban sudah rapi disusun KBK Alumni ITB.
"Jadi sekarang tinggal penanganannya. Saya sepakat relokasi Sinabung harus digunakan pendekatan transmigrasi. Kalau tidak, kita sama saja memperlakukan warga kita yang kena bencana tidak manusiawi. Kami akan mendorong hal ini di DPR," pungkasnya.
Dengan begitu, ada political will dari pemerintah pusat untuk menganggarkan dana dalam APBN untuk penanganan bencana tersebut secara komprehensif dan berkesinambungan.
“Dari fakta dan data di lapangan, saya mengusulkan beberapa opsi metode penanganan bencana Sinabung. Dinaikkan statusnya jadi bencana nasional, atau bencana lokal tapi ada komitmen dana untuk rekonstruksi lewat APBN atau perlu dibentuk semacam tim rehabilitasi dan rekonstruksi bencana Sinabung, seperti di Yogyakarta,” kata Fahri Hamzah dalam rapat koordinasi dengan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho di lantai 8, Kantor Gubernur Sumut, Senin (4/5/2015).
Rapat ini juga dihadiri Sekda Kabupaten Karo Seberina, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Ketua KBK Alumni ITB Arya Sinulingga.
Fahri mengaku siap memfasilitasi dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar lebih memokuskan penanganan bencana erupsi Sinabung. Sekarang, yang dibutuhkan rekomendasi dari pemerintah kabupaten dan provinsi.
Rekomendasi itu ditujukan ke pemerintah pusat agar menetapkan bencana erupsi Gunung Sinabung menjadi bencana nasional.
"Jangan dilihat bencana erupsi Sinabung ini dari sisi korban jiwa sehingga baru bisa ditetapkan skala bencananya. Tapi, efeknya berkepanjangan dan setiap hari dirasakan. Apalagi sejumlah ahli vulkanologi mengaku tidak tahu pasti kapan berakhirnya bencana ini. Bencana ini telah merusak pertanian masyarkat. Padahal, pertanian merupakan pencarian utama masyarakat di sana," ujarnya.
Gubernur Gatot Pujo Nugroho mengaku, penanganan bencana erupsi Sinabung memang seharusnya ditanggulangi secara komprehensif pemerintah pusat. Soalnya, daerah sudah tidak mampu berbuat banyak karena keterbatasan anggaran.
“Dulu sewaktu masa Presiden SBY, kita usulkan agar masuk menjadi bencana nasional. Namun, BNPB ketika itu menilai kriterianya tidak bisa dikatakan sebagai bencana nasional karena melihat minimnya korban jiwa,” timpal Gatot.
Arya Sinulingga menambahkan, sejauh ini belum ada konsep pemerintah untuk penanggulangan bencana erupsi Sinabung secara berkesinambungan.
“Padahal, tidak ada peraturan khusus soal penetapan bencana nasional atau tidak,” timpalnya. Khusus untuk bencana Sinabung, seharusnya bisa dibuat seperti transmigrasi, hanya saja, relokasi warga tidak keluar daerah. Program idealnya, sewa rumah dan isinya serta lahan pertanian sampai relokasi dilakukan.
“Kemudian, jaminan hidup Rp3,5 juta per KK per bulan seperti sistem transmigrasi, bukan hanya Rp6.000 per orang per hari selama tiga bulan. Bantuan pertanian diberikan sampai relokasi. Masyarakat dimasukkan sebagai peserta KIS (Kartu Indonesia Sehat), KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan KKS (Kartu Keluarga Sejahtera),” kata dia.
Dia menambahkan, dari kajian KBK Alumni ITB, kerugian materil akibat bencana Sinabung ini mencapai Rp4 triliun yang sudah melebih kerugian pada erupsi Gunung Merapi.
Sesuai UU No 24/2007 penanggulangan bencana dalam Pasal 6, penanganan bencana dan dampaknya ke masyarakat menjadi tanggung jawab pemerintah.
"Jadi Presiden Jokowi harus bertanggung jawab atas dampak erupsi ini. Karena meletusnya Sinabung bukan karena keinginan masyarakat Karo. Karena Karo masih NKRI, jadi ditanggungjawabi UU itu. Kemudian perlu dibangun juga sabo dam (untuk menghalau lahar) seperti di Gunung Merapi. Kenapa Merapi bisa, Sinabung tidak," kata Arya.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Raden M Syafii, yang juga hadir dalam pertemuan itu, mengatakan, data dampak dan korban sudah rapi disusun KBK Alumni ITB.
"Jadi sekarang tinggal penanganannya. Saya sepakat relokasi Sinabung harus digunakan pendekatan transmigrasi. Kalau tidak, kita sama saja memperlakukan warga kita yang kena bencana tidak manusiawi. Kami akan mendorong hal ini di DPR," pungkasnya.
(sms)