Indonesian Tobacco Gugat Buruh RP2,3 Miliar

Jum'at, 01 Mei 2015 - 09:13 WIB
Indonesian Tobacco Gugat...
Indonesian Tobacco Gugat Buruh RP2,3 Miliar
A A A
MALANG - Tangis puluhan buruh bersama keluarganya kembali pecah di halaman Pengadilan Negeri (PN) Malang, kemarin.

Mereka merupakan buruh PT Indonesian Tobacco yang sudah sepuluh bulan ini dirumahkan tanpa diberi gaji dan pesangon. PT Indonesian Tobacco secara resmi mengajukan gugatan kepada buruh di PN Malang. Melalui kuasa hukumnya, Edrijanto Wahjoedi. Perusahaan tembakau ini secara resmi menggugat 77 orang buruhnya sendiri. Nilai gugatan yang diajukan sangat fantastis untuk ukuran buruh, yakni Rp2,3 miliar.

Nilai gugatan perdata ini, menurut Edijanto, terdiri dari nilai gugatan atas kerugian material sebesar Rp1,3 miliar, dan kerugian immaterial sebesar Rp1 miliar, yang diderita perusahaan selama empat hari, yakni, pada 19-23 Mei 2014. Masing-masing buruh tergugat harus membayar atas kerugian yang dialami perusahaan senilai Rp17.914.787. Dalam gugatan yang diajukan, apabila tergugat diputuskan kalah, setiap tergugat diwajibkan segera membayarkan nilai kerugian tersebut.

Apabila ada keterlambatan pembayaran, wajib dikenakan denda sebesar Rp10 juta per hari. Menurutnya, aksi mogok yang dilakukan para buruh memang terjadi pada 20 Mei 2014. Tetapi dampaknya dirasakan beberapa hari oleh perusahaan. “Sejak 19 Mei 2014, sudah terasa terjadi penurunan produktivitas. Akibatnya, proses produksi tidak sesuai perencanaan yang sudah diatur perusahaan,” ucapnya.

Aksi mogok kerja yang dilakukan para buruh setahun lalu tersebut, dinilai perusahaan telah melanggar Pasal 140 ayat 1 UU No. 13/2003 tentang Perburuhan. Hal ini dikarenakan, aksi mogok tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Sesuai aturan, seharusnya sebelum melakukan aksi mogok, para buruh memberikan surat pemberitahuan tujuh hari sebelum pelaksanaan kepada perusahaan. Aksi mogok ini juga sudah ditetapkan majelis hakim di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Surabaya, sebagai bentuk indisipliner yang dilakukan buruh.

Sementara terkait kewajiban perusahaan untuk segera membayar pesangon dan sepuluh bulan gaji buruh sesuai hasil keputusan sidang di PHI, yang sampai saat ini belum dibayarkan, menurut Endrijanto, hal tersebut lebih dikarenakan masih adanya proses gugatan perdata ini. Selain itu, perubahan kuasa hukum buruh, dari kuasa hukum serikat pekerja, kepada kuasa hukum untuk menghadapi gugatan perdata. Para buruh ini sebenarnya sudah menang dalam persidangan di PHI Surabaya.

Dari putusan yang dikeluarkan PHI Surabaya, 26 Desember 2014, para buruh berhak mendapatkan pesangon sesuai ketentuan. Nilai pesangon yang wajib dibayarkan perusahaan kepada 77 orang buruh tersebut, totalnya mencapai Rp2,2 miliar. Nilai tersebut masih ditambah Rp500 juta, sebagai uang pengganti menunggu proses selama empat bulan. Meski putusan PHI Surabaya ini bersifat keputusan tetap, perusahaan belum memenuhi kewajibannya kepada buruh.

“Kami belum digaji selama sepuluh bulan sejak dirumahkan. Bahkan, kalau kami di PHK, kami juga belum dibayar pesangonnya. Sekarang, kami malah digugat oleh perusahaan,” ujar Satik, 55, salah seorang buruh yang ikut menjadi tergugat. Wanita setengah baya ini sudah 33 tahun mengabdikan dirinya di PT Indonesia Tobaco, sebagai buruh di bagian kupas. Bahkan, saat kasus gugatan ini muncul, dia sebenarnya sudah waktunya pensiun.

“Saya tidak menyangka kalau sekarang digugat perusahaan. Seharusnya, saya dapat uang pesangon dari perusahaan sekitar Rp80 juta. Uang itu, rencananya akan saya pakai untuk membayar utang. Sekarang semuanya menjadi tidak jelas,” ungkapnya. Satik, bersama buruh yang lain, sudah lama mengabdikan diri di perusahaan tersebut.

Dengan masa kerja 33 tahun, dia mendapatkan gaji sebesar Rp400 ribu/pekan. Totalnya, dia mendapatkan gaji Rp1,6 juta/bulan. Nilai tersebut juga masih di bawah ketetapan UMK Kota Malang tahun 2015, yang mencapai Rp1,8 juta per bulan. Di masa tuanya, bukan penghargaan yang didapatkannya, tetapi gugatan dengan nilai fantastis yang datang dari perusahaan tempatnya bekerja. Aksimogokkerjapada 20Mei 2014, terpaksa dilakukan para buruh untuk menuntut uang lembur yang belum dibayarkan perusahaan.

Uang lembur untuk satu buruh, nilainya hanya sebesar Rp8.000 per jam. Aksi mogok kerja itu diikuti 250 orang buruh dari total 360 buruh. Setelah aksi mogok tersebut, perusahaan juga mengintimidasi para buruh. Petugas satuan pengamanan perusahaan, diperintahkan manajemen perusahaan untuk mengawasi para buruh yang ikut aksi mogok. “Foto- foto kami yang ikut aksi mogok dipajang. Apabila foto kami sesuai foto yang dipajang tersebut, kami tidak boleh masuk kerja lagi,” ujar Suariah, 50.

Dia mengaku sangat bingung dengan kasus hukum yang dialaminya. Bahkan, menurutnya, baru pertama kali ini menginjakkan kaki di lembaga peradilan hukum. Apabila perusahaan menggugatnya, dia mengaku tidak memiliki uang untuk membayarnya.

Dia menyiapkan pesangon yang belum cair untuk melunasi utang. Selama dirumahkan hampir sepuluh bulan, dia mengaku sama sekali tidak mendapatkan uang dari perusahaan. Untuk memenuhi kebutuhan seharihari, dia terpaksa bekerja serabutan . “Kerja apa saja, yang penting halal, dan bisa untuk membeli beras. Terkadang ikut membantu membersihkan rumah tetangga, kadang juga menjadi buruh sawah,” ungkap Suariah.

Sementara kuasa hukum buruh, Abdulrochman, mengaku, gugatan yang dilayangkan kepada buruh sangat tidak masuk akal. Kewajiban perusahaan untuk membayar pesangon dan sisa gaji, sesuai keputusan PHI Surabaya, juga belum dilaksanakan. “Buruh hanya melakukan aksi mogok kerja selama tiga jam, yakni pada pukul 08.00-11.00 WIB. Tetapi, gugatan kerugiannya mencapai empat hari, mulai satu hari sebelum pelaksanaan aksi mogok. Ini sangat tidak masuk akal dan menindas buruh,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Majelis Hakim PN Malang, Lucas Prakoso, menyatakan, setelah penggugat menyampaikan gugatannya, agenda persidangan selanjutnya adalah penyampaian jawaban dari pihak tergugat. “Kami berikan waktu selama dua pekan kepada kuasa hukum tergugat untuk menyiapkan jawabannya,” ujarnya sambil mengetok palu sidang untuk menutup jalannya persidangan.

Dari Surabaya, puluhan ribu buruh dari berbagai elemen hari ini akan “mengepung” Gedung Negara Grahadi Surabaya, dalam rangka memperingati Hari Buruh Sedunia. Mereka tidak hanya datang dari Surabaya, tetapi juga dari sejumlah daerah seperti Pasuruan, Mojokerto, Gresik, Lamongan, dan Sidoarjo.

“Ada sekitar 50.000 buruh yang akan turun. Kami akan melakukan long march mulai dari Jalan Ahmad Yani menuju Gedung Grahadi. Sementara sebagian lagi akan langsung menuju lokasi. Kami akan bertemu di sana untuk menyuarakan hak-hak kami,” ungkap Koordinator Aksi, Jazuli. Selain di Surabaya dan sekitarnya, peringatan Hari Buruh Sedunia ini juga digelar di berbagai daerah di Jawa Timur.

Ribuan buruh di Jember, Kediri, Blitar, Malang, dan sejumlah kota lainnya telah mengonfirmasi akan berunjuk rasa memperingati Hari Buruh. Kapolda Jatim, Irjen Pol Anas Yusuf, mengimbau massa, tidak melakukan tindakan anarkis.

Yuswantoro/Ihya’ ulumuddin/ Lutfi yuhandi/Solichan arif/P juliatmoko/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0965 seconds (0.1#10.140)