Infrastruktur Mendesak Dibangun
A
A
A
SLEMAN - Kerusakan infrastruktur akibat luapan sejumlah sungai besar di DIY harus segera ditangani. Kerusakan itu sangat mengganggu aktivitas warga, terutama mobilitas dan kegiatan pertanian.
Di Kabupaten Sleman, akses jalan yang terputus di jalur alternatif Pakem-Turi bertambah. Setelah Jembatan Mangut PulesLor, Donokerto, Turi, putus di terjang banjir, kini disusul gorong-gorong jalan alternatif Pakem-Turi di Jamblangan, Purwo binangun, Pakem, tepatnya di timur Balai Desa Pur wo binangun, Kamis (23/4) malam, amblong atau ambles dengan diameter 3 meter dan kedalaman 2,5 meter.
Amblesnya jalan ini kembali mengganggu mobilitas warga yang bertujuan ke pemerintahan maupun pendidikan, khususnya warga di sebelah timur jalan. Sebab di barat jalan amblong itu ada kantor balai desa dan SD Purwibanangun. Untuk ke pentingan tersebut, warga yang dari arah timur jalan amblong mau ke barat harus memutar melalui jalan kampung sekitar dua kilometer dan begitu juga sebaliknya.
Dari arah timur yang akan ke balai desa dari Pertigaan Watuadeg melalui MTs Pakem di Dusun Cepet. Begitu juga sebaliknya dari arah barat setelah timur kantor balai desa dialihkan ke jalan MTs Pakem di Cepet. Namun, ini hanya untuk kendaraan kecil. Sebab untuk truk dan bus tidak bisa karena talud di Cepet juga ada yang ambrol.
Amblong-nya jalan itu di duga karena sering dilalui kendaraan melebihi tonase, terutama truk pengangkut pasir. Setiap hari sebelum kejadian, ratusan truk pasir melewati jalan itu. Padahal gorong-gorong itu bangunan tua. Untuk pengamanan, petugas langsung melokalisasi dengan memasang garis pengamanan di sekitar lokasi.
Kepala Desa (Kades) Purwobinangun, Pakem Hari Suasana mengungkapkan, sebelum amblong sebenarnya jalan itu melengkung namun masih bisa dilalui kendaraan. Hal itu sudah dilaporkan kepada pihak kecamatan. “Benar juga pada malam hari (Kamis malam), ada laporan warga bahwa jalan itu amblong. Jalan amblong itu akan dipasang gorong-gorong diameter satu meter. Untuk perbaikan sekitar satu pekan,” katanya.
Menurut Heri, selain jalan amblong, sebelumnya beberapa talud dan puluhan hektare (ha) lahan pertanian serta kolam ikan warga Purwobinangun rusak. Kerugian itu ditaksir mencapai Rp1 miliar. “Kami harap semua kerusakan itu segera diperbaiki. Apalagi menyangkut dengan perekonomian warga,” ujarnya.
Terpisah, Kades Donokerto, Turi Waluyo Jati, mendesak pemerintah segera memperbaiki empat jembatan di Donokerto yang putus akibat luapan air pada Rabu (22/4) malam itu. “Dari empat jembatan, baru Jem batan Mangut Pulen Lor yang sudah ada penanganan. Untuk tiga jembatan lainnya, yakni Gondang Angin-Angin, Dam Dukuh, dan Gayam Gabukan, belum ada tanda akan diperbaiki,” kata Waluyo saat dihubungi KORAN SINDO YOGYA, kemarin.
Terkait masalah ini, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Sleman Julisetiono Dwi Wasito mengatakan pihaknya belum bisa memberikan keterangan. Sebab untuk masalah tersebut, pihaknya masih berkoordinasi dengan instansi terkait. “Rencananya, kami akan berkoordinasi Senin (27/4). Yang jelas langkah BPBD untuk penanganan itu akan ada tanggap darurat kemudian rehab,” katanya.
Terpisah, ratusan hektare sawah di Kabupaten Bantul terancam. Selain masalah masa tanam mundur, ratusan hektare sawah itu juga bisa gagal panen setelah aliran air yang biasa digunakan untuk irigasi terhenti. Pasokan air terhenti karena banyak saluran daerah irigasi yang rusak diterjang banjir.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Kabupaten Bantul, Yu lianto mengatakan, hujan deras yang terjadi Rabu (22/4) sore hingga Kamis (23/4) dini hari itu membuat lima sungai me luap. Empat sungai di antaranya Sungai Code, Bedog, Winongo, dan Gajah Wong, berhulu di Gunung Merapi. Kemudian satu sungai di Kecamatan Imogiri, yakni Sungai Celeng, turut meluap karena tak mampu menampung debit air.
“Dampaknya memang cukup besar,” tuturnya, kemarin. Pihaknya mencatat akibat luapan sungai-sungai itu ada kerusakan di beberapa wilayah. Kerusakan jaringan irigasi atau pun talud terjadi hampir di semua titik. Dari pantauan Dinas SDA terjadi kerusakan di Daerah Irigasi Tegal Kiri di Sriharjo, Kadisono Pajangan, Pandes Wonokromo, Jotawang Bangungharjo, Montaragan, Terong Dlingo, dan Daerah Irigasi Dangin Taman Tirto.
Sementara talud yang ambrol terjadi di Kali Bulus Canden, Sungai Duren Taman Tirto, Bronjong di Dusun Gandok, Desa Bangunharjo, talud di Bendung Jotawang, dan sejumlah sungai lainnya. Panjang talud bervariasi hanya untuk merehabilitasinya memerlukan dana tidak sedikit. “Kerugian kami mencapai miliaran rupiah, bayangkan di Jotawang bisa menghabiskan dana Rp400 hingga Rp500 juta,” ujarnya.
Pihaknya segera melaporkan hal ini kepada bupati dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) DIY. Saat ini di Bantul tidak ada dana untuk mengatasi kerusakan tersebut. Karena itu, dia akan meminta DPU provinsi membiayainya. Jika tidak ada, dinas akan mengusahakan agar bupati bisa mengambil anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) melalui dana tak terduga. Perbaikan mendesak segera dilakukan agar tidak mengganggu sistem pertanian di Ban tul.
Namun, kata dia, karena ketiadaan dana, kemungkinan perbaikan tersebut akan memakan waktu. Beberapa skenario telah disiapkan untuk mem perbaiki jaringan ataupun saluran irigasi yang rusak. Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan SDA Bantul Wagiyo mengatakan, bencana banjir tahun ini tidak separah ketika banjir lahar dingin tahun 2010 dan awal 2012. Tetapi, kerusakan yang terjadi banyak dan mem butuhkan biaya rehabilitasi tidak sedikit.
Semua kerusakan itu sangat mendesak diperbaiki agar tanaman warga tidak terganggu. “Di Kadisono mengairi 150 hektare, Tegal Kiri 200 hektare lebih, Pandes ada 35 hektare, Pacar ada 70 hektare, Daerah Irigasi Terong ada 125 hektare. Yang mendesak diperbaiki di Kadisono dan Tegal Kiri,” tuturnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Gatot Saptadi mem benarkan perbaikan infrastruktur menjadi prioritas yang harus segera dibangun. Menurut dia, saat ini masih menginventarisasi kerusakan infrastruktur, termasuk kerugian yang dialami pascabanjir, Rabu (22/4) malam. Dia memperkirakan tingkat kerugian lebih dari Rp5 miliar. Sejauh ini total kerugian yang masuk baru dari Kota Yogyakarta.
“Dari kota, sementara laporan yang sudah masuk kerugiannya sekitar Rp2,7 miliar. Itu belum kota seluruhnya, belum juga dari kabupaten lain seperti Sleman,” katanya. Gatot menegaskan, pascabanjir ini tidak akan mengusulkan status tanggap darurat kepada Gubernur DIY.
Warga di Pengungsian
Sementara warga di bantaran Kali Code Yogyakarta masih bertahan di pengungsian, khususnya saat malam hari. Di Gereja Santo Jusuf Bintaran, jumlah pengungsi bahkan mencapai 200 jiwa. Ketua RW 02 Bintaran Kulon, Kelurahan Wirogunan, Kecamatan Mergangsan, Andi Maulana mengatakan, saat ini masih ada 200 jiwa warga yang mengungsi.
“Pada siang warga beraktivitas, malam kembali ke pengungsian. Rumah masih sangat kotor,” katanya saat ditemui di pengungsian, kemarin. Anggota Komisi C DPRD DIY Anton Prabu Semendawai mengatakan, pascabanjir Kali Code, saat ini warga masih mem butuhkan bantuan logistik dan sejumlah peralatan untuk bersih-bersih rumah.
Priyo setyawan/ Erfanto linangkung/ Ridwan anshori
Di Kabupaten Sleman, akses jalan yang terputus di jalur alternatif Pakem-Turi bertambah. Setelah Jembatan Mangut PulesLor, Donokerto, Turi, putus di terjang banjir, kini disusul gorong-gorong jalan alternatif Pakem-Turi di Jamblangan, Purwo binangun, Pakem, tepatnya di timur Balai Desa Pur wo binangun, Kamis (23/4) malam, amblong atau ambles dengan diameter 3 meter dan kedalaman 2,5 meter.
Amblesnya jalan ini kembali mengganggu mobilitas warga yang bertujuan ke pemerintahan maupun pendidikan, khususnya warga di sebelah timur jalan. Sebab di barat jalan amblong itu ada kantor balai desa dan SD Purwibanangun. Untuk ke pentingan tersebut, warga yang dari arah timur jalan amblong mau ke barat harus memutar melalui jalan kampung sekitar dua kilometer dan begitu juga sebaliknya.
Dari arah timur yang akan ke balai desa dari Pertigaan Watuadeg melalui MTs Pakem di Dusun Cepet. Begitu juga sebaliknya dari arah barat setelah timur kantor balai desa dialihkan ke jalan MTs Pakem di Cepet. Namun, ini hanya untuk kendaraan kecil. Sebab untuk truk dan bus tidak bisa karena talud di Cepet juga ada yang ambrol.
Amblong-nya jalan itu di duga karena sering dilalui kendaraan melebihi tonase, terutama truk pengangkut pasir. Setiap hari sebelum kejadian, ratusan truk pasir melewati jalan itu. Padahal gorong-gorong itu bangunan tua. Untuk pengamanan, petugas langsung melokalisasi dengan memasang garis pengamanan di sekitar lokasi.
Kepala Desa (Kades) Purwobinangun, Pakem Hari Suasana mengungkapkan, sebelum amblong sebenarnya jalan itu melengkung namun masih bisa dilalui kendaraan. Hal itu sudah dilaporkan kepada pihak kecamatan. “Benar juga pada malam hari (Kamis malam), ada laporan warga bahwa jalan itu amblong. Jalan amblong itu akan dipasang gorong-gorong diameter satu meter. Untuk perbaikan sekitar satu pekan,” katanya.
Menurut Heri, selain jalan amblong, sebelumnya beberapa talud dan puluhan hektare (ha) lahan pertanian serta kolam ikan warga Purwobinangun rusak. Kerugian itu ditaksir mencapai Rp1 miliar. “Kami harap semua kerusakan itu segera diperbaiki. Apalagi menyangkut dengan perekonomian warga,” ujarnya.
Terpisah, Kades Donokerto, Turi Waluyo Jati, mendesak pemerintah segera memperbaiki empat jembatan di Donokerto yang putus akibat luapan air pada Rabu (22/4) malam itu. “Dari empat jembatan, baru Jem batan Mangut Pulen Lor yang sudah ada penanganan. Untuk tiga jembatan lainnya, yakni Gondang Angin-Angin, Dam Dukuh, dan Gayam Gabukan, belum ada tanda akan diperbaiki,” kata Waluyo saat dihubungi KORAN SINDO YOGYA, kemarin.
Terkait masalah ini, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Sleman Julisetiono Dwi Wasito mengatakan pihaknya belum bisa memberikan keterangan. Sebab untuk masalah tersebut, pihaknya masih berkoordinasi dengan instansi terkait. “Rencananya, kami akan berkoordinasi Senin (27/4). Yang jelas langkah BPBD untuk penanganan itu akan ada tanggap darurat kemudian rehab,” katanya.
Terpisah, ratusan hektare sawah di Kabupaten Bantul terancam. Selain masalah masa tanam mundur, ratusan hektare sawah itu juga bisa gagal panen setelah aliran air yang biasa digunakan untuk irigasi terhenti. Pasokan air terhenti karena banyak saluran daerah irigasi yang rusak diterjang banjir.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) Kabupaten Bantul, Yu lianto mengatakan, hujan deras yang terjadi Rabu (22/4) sore hingga Kamis (23/4) dini hari itu membuat lima sungai me luap. Empat sungai di antaranya Sungai Code, Bedog, Winongo, dan Gajah Wong, berhulu di Gunung Merapi. Kemudian satu sungai di Kecamatan Imogiri, yakni Sungai Celeng, turut meluap karena tak mampu menampung debit air.
“Dampaknya memang cukup besar,” tuturnya, kemarin. Pihaknya mencatat akibat luapan sungai-sungai itu ada kerusakan di beberapa wilayah. Kerusakan jaringan irigasi atau pun talud terjadi hampir di semua titik. Dari pantauan Dinas SDA terjadi kerusakan di Daerah Irigasi Tegal Kiri di Sriharjo, Kadisono Pajangan, Pandes Wonokromo, Jotawang Bangungharjo, Montaragan, Terong Dlingo, dan Daerah Irigasi Dangin Taman Tirto.
Sementara talud yang ambrol terjadi di Kali Bulus Canden, Sungai Duren Taman Tirto, Bronjong di Dusun Gandok, Desa Bangunharjo, talud di Bendung Jotawang, dan sejumlah sungai lainnya. Panjang talud bervariasi hanya untuk merehabilitasinya memerlukan dana tidak sedikit. “Kerugian kami mencapai miliaran rupiah, bayangkan di Jotawang bisa menghabiskan dana Rp400 hingga Rp500 juta,” ujarnya.
Pihaknya segera melaporkan hal ini kepada bupati dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) DIY. Saat ini di Bantul tidak ada dana untuk mengatasi kerusakan tersebut. Karena itu, dia akan meminta DPU provinsi membiayainya. Jika tidak ada, dinas akan mengusahakan agar bupati bisa mengambil anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) melalui dana tak terduga. Perbaikan mendesak segera dilakukan agar tidak mengganggu sistem pertanian di Ban tul.
Namun, kata dia, karena ketiadaan dana, kemungkinan perbaikan tersebut akan memakan waktu. Beberapa skenario telah disiapkan untuk mem perbaiki jaringan ataupun saluran irigasi yang rusak. Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan SDA Bantul Wagiyo mengatakan, bencana banjir tahun ini tidak separah ketika banjir lahar dingin tahun 2010 dan awal 2012. Tetapi, kerusakan yang terjadi banyak dan mem butuhkan biaya rehabilitasi tidak sedikit.
Semua kerusakan itu sangat mendesak diperbaiki agar tanaman warga tidak terganggu. “Di Kadisono mengairi 150 hektare, Tegal Kiri 200 hektare lebih, Pandes ada 35 hektare, Pacar ada 70 hektare, Daerah Irigasi Terong ada 125 hektare. Yang mendesak diperbaiki di Kadisono dan Tegal Kiri,” tuturnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Gatot Saptadi mem benarkan perbaikan infrastruktur menjadi prioritas yang harus segera dibangun. Menurut dia, saat ini masih menginventarisasi kerusakan infrastruktur, termasuk kerugian yang dialami pascabanjir, Rabu (22/4) malam. Dia memperkirakan tingkat kerugian lebih dari Rp5 miliar. Sejauh ini total kerugian yang masuk baru dari Kota Yogyakarta.
“Dari kota, sementara laporan yang sudah masuk kerugiannya sekitar Rp2,7 miliar. Itu belum kota seluruhnya, belum juga dari kabupaten lain seperti Sleman,” katanya. Gatot menegaskan, pascabanjir ini tidak akan mengusulkan status tanggap darurat kepada Gubernur DIY.
Warga di Pengungsian
Sementara warga di bantaran Kali Code Yogyakarta masih bertahan di pengungsian, khususnya saat malam hari. Di Gereja Santo Jusuf Bintaran, jumlah pengungsi bahkan mencapai 200 jiwa. Ketua RW 02 Bintaran Kulon, Kelurahan Wirogunan, Kecamatan Mergangsan, Andi Maulana mengatakan, saat ini masih ada 200 jiwa warga yang mengungsi.
“Pada siang warga beraktivitas, malam kembali ke pengungsian. Rumah masih sangat kotor,” katanya saat ditemui di pengungsian, kemarin. Anggota Komisi C DPRD DIY Anton Prabu Semendawai mengatakan, pascabanjir Kali Code, saat ini warga masih mem butuhkan bantuan logistik dan sejumlah peralatan untuk bersih-bersih rumah.
Priyo setyawan/ Erfanto linangkung/ Ridwan anshori
(ftr)