Kebangkitan Perajin Tenun Sumut
A
A
A
MEDAN - Provinsi Sumatera Utara (Sumut) memang kaya akan motif tenunan etnik. Kekayaan dan keberagaman tenunan daerah itu diperlihatkan Istri Gubernur Sumut Sutias Handayani, Istri Wali Kota Medan Rita Maharani, dan Istri Bupati Tapanuli Utara (Taput) Sartika Simamora, kemarin.
Tanpa terlihat sungkan, mereka menelusuri catwalk dalam kegiatan Medan Fashion Culture Festival (MFCF) 2015 di Centre Point. Baik Sutias, Rita, maupun Sartika, yang sama-sama menjabat Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda), tampil percaya diri mengenakan pakaian etnik dengan rompi berbahan tenun ulos motif etnik. Penampilan tiga istri pejabat ini mendapat aplaus dari hadirin.
Seusai beraksi, Sutias mengajak masyarakat Sumut untuk kembali mengenakan kain tenun khas daerah. “Sudah saatnya membudayakan kain tenun untuk dipakai dalam berbagai kegiatan. Para desainer kita sudah menjadikannya pakaian yang bisa dikenakan saat kapan pun. Sudah lebih sederhana desainnya,” ujarnya. Seorang desainer nasional yang ambil bagian dalam MFCF 2015, Thomas Sigar mengatakan, tenun Tapanuli dan tenun Batubara sedang digandrungi masyarakat di Indonesia.
Menurut dia, dalam setiap kegiatan tekstil etnik Indonesia, motif dari Sumut memang mengundang decak kagum. “Betul, ada pakem dalam rancangan motif dan desain tenun Tapanuli dan Batubara. Tapi, para desainer kemudian mengembangkan motif dan desainnya sehingga karya-karya etnik itu tambah beragam dan itu yang digandrungi sekarang,” ungkapnya saat konferensi pers bersama Direktur Pemasaran PT Bank Sumut, Ester J Ginting.
Thomas mengaku akan selalu ada di mana tenun etnis dikembangkan. Desainer yang menjadi mitra Ibu Wakil Presiden (Wapres) Mufidah Jusuf Kalla dalam mengembangkan tenun motif Bugis ini menyebutkan, siap mengembangkan motif etnis Sumut, mulai dari penenunan hingga menjadikannya pakaian siap jadi. Bicara pengembangan tekstil etnik harus juga mengedepankan perajin dengan membangun sentra perajin tenun.
Hal itu akan melahirkan hasil karya yang lebih kaya dari daerah ini. “Di Bugis, Sulawesi Selatan, misalnya, perajin itu mayoritas perempuan. Tapi di Garut, Jawa Barat, malah sebaliknya. Ini berpengaruh pada hasil karya. Saking digandrunginya, sekarang ini motif Tapanuli sudah diproduksi di Garut. Di sana lebih efisien karena teknologi.
Tentu ini jadi tantangan bagi Sumut. Yang jelas sentra penenun itu harus ada di setiap daerah. Itu butuh dana serta komitmen yang kuat dari semua pihak,” ujarnya. Kegiatan MFCF 2015 menampilkan hasil kreasi dan model busana etnik karya 25 desainer Indonesia, karena 80% adalah kain etnik Sumut. Desainer andal Indonesia lainnya, Carmanita, mengakui setiap daerah punya keunggulan dari sisi motif dan desain.
Menurut dia, keberadaan perajin tenun atau batik sebagai pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) harus didukung. “Kita harus dukung agar perajin kita berkembang. Kalau kami, para desainer ini, berupaya bagaimana daya pakai kainkain etnis itu lebih tinggi di masyarakat. Dengan begitu perajin kita akan makin berdaya.
Tahun depan, MFCF 2016 saya harapkan panitia bisa memasukkan batik Batak juga, tidak hanya tenun. Karena Batik dari Sumut ini juga luar biasa,” kata salah satu pendiri Yayasan Batik Indonesia ini. Dalam MFCF 2015, sejumlah desainer lokal dan nasional yang memamerkan karyanya, yakni Sofyan Kwan, Erdan, Andy Saleh, Defrico Audi, Rasyid Halim, Edward Hutabarat, Rudi Chandra, Fomalhaut Zamel, Torang Sitorus, Samuel Wattimena, Soni Muchlison, dan Thomas Sigar.
Desainer nasional asal Sumut, Torang Sitorus, yang menggagas MFCF 2015 mengaku bangga dengan ajang ini. Menurut dia, kekayaan tenun sangat menguntungkan Sumut untuk lebih diperkenalkan di tingkat internasional.“ Sayabanggabisamenjadi putra Sumut dan mampu menampilkanbusanaberbagaietnis suku di Sumut,” ujarnya.
Ketertarikan Torang pada Sumut tidak hanya karena kain tenun, melainkan keragaman etnis budaya, tapi mampu bersinergi dan rukun. Selain itu, Torang berharap MFCF tidak hanya selesai setelah berlangsung saat ini, melainkan menjadi agenda tahunan. “Saya harap PT Bank Sumut mau terus bersama kami. Karena Bank Sumut punya perajin yang menjadi mitra binaannya.
Kami siap ikut mengembangkan itu,” ungkapnya. Direktur Pemasaran PT Bank Sumut, Ester Junita Ginting mengatakan, sudah menandatangani kesepakatan dengan panitia MFCF dalam hal kerja sama sponshorship untuk menghadirkan nasabah UKMnya. Menurut dia, Bank Sumut terus melakukan pembiayaan, pelatihan, dan memaksimalkan pemasaran, bagi perajin untuk mengangkat kekayaan tenun, batik, dan songket Sumut.
“Ke depan kami berharap banyak UMKM yang ikut mengembangkan tenun, batik, dan songket, sebagai perajin. Bank Sumut siap menjadi mitra pengrajin. Kami sudah menjalin komunikasi dengan para desainer andal Indonesia. Mereka siap ikut mengembangkan tekstil etnik Sumut. Perajin kita harus bangkit. Saya kira ini akan menghasilkan perajin dan pelaku UMKM yang berdaya saing untuk Sumut,” katanya.
Fakhrur rozi
Tanpa terlihat sungkan, mereka menelusuri catwalk dalam kegiatan Medan Fashion Culture Festival (MFCF) 2015 di Centre Point. Baik Sutias, Rita, maupun Sartika, yang sama-sama menjabat Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda), tampil percaya diri mengenakan pakaian etnik dengan rompi berbahan tenun ulos motif etnik. Penampilan tiga istri pejabat ini mendapat aplaus dari hadirin.
Seusai beraksi, Sutias mengajak masyarakat Sumut untuk kembali mengenakan kain tenun khas daerah. “Sudah saatnya membudayakan kain tenun untuk dipakai dalam berbagai kegiatan. Para desainer kita sudah menjadikannya pakaian yang bisa dikenakan saat kapan pun. Sudah lebih sederhana desainnya,” ujarnya. Seorang desainer nasional yang ambil bagian dalam MFCF 2015, Thomas Sigar mengatakan, tenun Tapanuli dan tenun Batubara sedang digandrungi masyarakat di Indonesia.
Menurut dia, dalam setiap kegiatan tekstil etnik Indonesia, motif dari Sumut memang mengundang decak kagum. “Betul, ada pakem dalam rancangan motif dan desain tenun Tapanuli dan Batubara. Tapi, para desainer kemudian mengembangkan motif dan desainnya sehingga karya-karya etnik itu tambah beragam dan itu yang digandrungi sekarang,” ungkapnya saat konferensi pers bersama Direktur Pemasaran PT Bank Sumut, Ester J Ginting.
Thomas mengaku akan selalu ada di mana tenun etnis dikembangkan. Desainer yang menjadi mitra Ibu Wakil Presiden (Wapres) Mufidah Jusuf Kalla dalam mengembangkan tenun motif Bugis ini menyebutkan, siap mengembangkan motif etnis Sumut, mulai dari penenunan hingga menjadikannya pakaian siap jadi. Bicara pengembangan tekstil etnik harus juga mengedepankan perajin dengan membangun sentra perajin tenun.
Hal itu akan melahirkan hasil karya yang lebih kaya dari daerah ini. “Di Bugis, Sulawesi Selatan, misalnya, perajin itu mayoritas perempuan. Tapi di Garut, Jawa Barat, malah sebaliknya. Ini berpengaruh pada hasil karya. Saking digandrunginya, sekarang ini motif Tapanuli sudah diproduksi di Garut. Di sana lebih efisien karena teknologi.
Tentu ini jadi tantangan bagi Sumut. Yang jelas sentra penenun itu harus ada di setiap daerah. Itu butuh dana serta komitmen yang kuat dari semua pihak,” ujarnya. Kegiatan MFCF 2015 menampilkan hasil kreasi dan model busana etnik karya 25 desainer Indonesia, karena 80% adalah kain etnik Sumut. Desainer andal Indonesia lainnya, Carmanita, mengakui setiap daerah punya keunggulan dari sisi motif dan desain.
Menurut dia, keberadaan perajin tenun atau batik sebagai pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) harus didukung. “Kita harus dukung agar perajin kita berkembang. Kalau kami, para desainer ini, berupaya bagaimana daya pakai kainkain etnis itu lebih tinggi di masyarakat. Dengan begitu perajin kita akan makin berdaya.
Tahun depan, MFCF 2016 saya harapkan panitia bisa memasukkan batik Batak juga, tidak hanya tenun. Karena Batik dari Sumut ini juga luar biasa,” kata salah satu pendiri Yayasan Batik Indonesia ini. Dalam MFCF 2015, sejumlah desainer lokal dan nasional yang memamerkan karyanya, yakni Sofyan Kwan, Erdan, Andy Saleh, Defrico Audi, Rasyid Halim, Edward Hutabarat, Rudi Chandra, Fomalhaut Zamel, Torang Sitorus, Samuel Wattimena, Soni Muchlison, dan Thomas Sigar.
Desainer nasional asal Sumut, Torang Sitorus, yang menggagas MFCF 2015 mengaku bangga dengan ajang ini. Menurut dia, kekayaan tenun sangat menguntungkan Sumut untuk lebih diperkenalkan di tingkat internasional.“ Sayabanggabisamenjadi putra Sumut dan mampu menampilkanbusanaberbagaietnis suku di Sumut,” ujarnya.
Ketertarikan Torang pada Sumut tidak hanya karena kain tenun, melainkan keragaman etnis budaya, tapi mampu bersinergi dan rukun. Selain itu, Torang berharap MFCF tidak hanya selesai setelah berlangsung saat ini, melainkan menjadi agenda tahunan. “Saya harap PT Bank Sumut mau terus bersama kami. Karena Bank Sumut punya perajin yang menjadi mitra binaannya.
Kami siap ikut mengembangkan itu,” ungkapnya. Direktur Pemasaran PT Bank Sumut, Ester Junita Ginting mengatakan, sudah menandatangani kesepakatan dengan panitia MFCF dalam hal kerja sama sponshorship untuk menghadirkan nasabah UKMnya. Menurut dia, Bank Sumut terus melakukan pembiayaan, pelatihan, dan memaksimalkan pemasaran, bagi perajin untuk mengangkat kekayaan tenun, batik, dan songket Sumut.
“Ke depan kami berharap banyak UMKM yang ikut mengembangkan tenun, batik, dan songket, sebagai perajin. Bank Sumut siap menjadi mitra pengrajin. Kami sudah menjalin komunikasi dengan para desainer andal Indonesia. Mereka siap ikut mengembangkan tekstil etnik Sumut. Perajin kita harus bangkit. Saya kira ini akan menghasilkan perajin dan pelaku UMKM yang berdaya saing untuk Sumut,” katanya.
Fakhrur rozi
(bbg)