Puluhan Oknum TNI Diduga Rusak Tanaman Warga
A
A
A
TULUNGAGUNG - Puluhan oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan bersenjata laras panjang diduga merusak tanaman warga di Dusun Kaligede, Desa Panggungkalak, Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung.
Dengan sabit, kapak dan gergaji mesin, mereka membabati ratusan tanaman sengon, ketela pohon dan pisang milik warga setempat.
Aksi yang berlangsung di dua tempat tersebut diduga terkait sikap warga yang menolak mengakui lahan milik TNI di Dusun Kaligede.
"Sebab sekitar dua bulan lalu kami diminta menandatangani pengakuan bahwa lahan di Kaligede milik TNI dan kami menolaknya, " ujar Barni (55) warga setempat, Jumat (17/4/2015).
Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 10.00 WIB itu berlangsung cepat. Saat itu Barni berada di lokasi kejadian. Dia mengaku sempat menegur salah satu anggota oknum TNI yang terlihat sebagai komandan. Petani kecil itu mempertanyakan alasan perusakan tersebut.
Sebab sengon, ketela pohon dan pisang yang dibabat itu merupakan tanamannya. Total ada sebanyak 363 sengon dengan usia tanam 1,5 tahun-2 tahun.
"Tentara itu menjawab, semua tanaman itu berada di lahan milik TNI. Karenanya TNI berhak membersihkanya, " timpal Barni menirukan ucapan oknum tersebut. Namun tidak mau kalah, Barni menegaskan lahan yang ada masih berstatus sengketa.
Dengan sengit dia juga meminta bukti HGU dan dokumen lain kalau memang lahan diklaim sebagai milik TNI.
Sebab seingat dia TNI tidak pernah memiliki bukti HGU. "Pada pertemuan dengan Dandim Tulungagung Rusman tahun 2004, seingat saya dikatakan TNI tidak punya HGU di Kaligede. Kalau sekarang ada HGU berarti itu rekayasa, " tegasnya.
Pertanyaan Barni tidak dijawab. Protesnya tidak digubris. Aksi perusakan terus dilanjutkan hingga tuntas.
"Petugas itu bahkan sempat melontarkan tantangan, silahkan panggil wartawan atau anggota dewan kemari, kami tunggu, " kata Barni.
Perusakan serupa juga terjadi di lahan Tamsi, warga lainya. Ada sebanyak 190 sengon yang ditebang habis.
Total sengon yang rusak di dua lahan seluas kurang lebih setengah hektare itu sebanyak 533 pohon. Kerugian material diperkirakan mencapai puluhan juta.
Hal itu mengingat harga sengon pada musim panen (enam tahun sekali) memiliki nilai ekonomis minimal Rp500 ribu per pohon.
Menurut Barni, ada 10 orang warga yang menyaksikan langsung aksi perusakan. Namun tidak satupun yang berani menghalangi.
"Sebab terus terang kami takut juga dengan mereka yang menenteng senjata lengkap laras panjang, " tukasnya. Usai membabat semua pohon, seluruh tentara langsung meninggalkan lokasi.
Bersama warga, Barni melaporkan insiden pengerusakan tersebut ke mapolsek setempat. Namun oleh petugas kepolisian disarankan membawa laporan ke Polisi Militer.
"Oleh Pak Agus, salah satu petugas Polsek Pucanglaban saya disarankan melapor ke Denpom saja. Saya tidak terima dan akan menuntut ganti rugi, " pungkasnya.
Data yang dihimpun, Dusun Kaligede Desa Panggungkalak, Kecamatan Pucanglaban merupakan salah satu wilayah sengketa agraria antara masyarakat dengan TNI.
Secara keseluruhan, konflik lahan seluas 1.538 hektare itu terjadi di lima Desa pada tiga Kecamatan. Yakni Desa Panggungkalakak dan Desa Kaligentong. Keduanya Kecamatan Pucanglaban.
Kemudian Desa Rejosari dan Desa Kalibatur, keduanya masuk wilayah Kecamatan Kalidawir dan yang terakhir Desa Kresikan Kecamatan Tanggunggunung.
Tumiran (45) warga setempat lainya menambahkan bahwa aksi perusakan diduga terkait dengan penolakan pengakuan tanah TNI.
Warga yang dikumpulkan di Musala Dusun Kaligede kompak tidak bersedia tanda tangan. Ada sekitar 135 kepala keluarga yang hadir. Warga meyakini tanah yang masih berstatus sengketa tersebut merupakan milik leluhurnya.
"Yang mengumpulkan adalah petugas TNI dari Brigif 16 yang bernama Pak Sadikun. Dan kami sepakat menolak tanda tangan. Kami menduga ini yang menjadi penyebab TNI marah dan melakukan penyerbuan, " timpal Tumiran.
Sementara saat dikonfirmasi di kantornya di Pucanglaban, Kapten Infanteri Sadikun menolak memberi jawaban. Dia hanya mengatakan semua kejadian yang ada adalah urusan Kodam V/Brawijaya.
"Silahkan konfirmasi ke Kodam saja. Sebab semuanya itu dari Kodam, " ujarnya singkat.
Dengan sabit, kapak dan gergaji mesin, mereka membabati ratusan tanaman sengon, ketela pohon dan pisang milik warga setempat.
Aksi yang berlangsung di dua tempat tersebut diduga terkait sikap warga yang menolak mengakui lahan milik TNI di Dusun Kaligede.
"Sebab sekitar dua bulan lalu kami diminta menandatangani pengakuan bahwa lahan di Kaligede milik TNI dan kami menolaknya, " ujar Barni (55) warga setempat, Jumat (17/4/2015).
Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 10.00 WIB itu berlangsung cepat. Saat itu Barni berada di lokasi kejadian. Dia mengaku sempat menegur salah satu anggota oknum TNI yang terlihat sebagai komandan. Petani kecil itu mempertanyakan alasan perusakan tersebut.
Sebab sengon, ketela pohon dan pisang yang dibabat itu merupakan tanamannya. Total ada sebanyak 363 sengon dengan usia tanam 1,5 tahun-2 tahun.
"Tentara itu menjawab, semua tanaman itu berada di lahan milik TNI. Karenanya TNI berhak membersihkanya, " timpal Barni menirukan ucapan oknum tersebut. Namun tidak mau kalah, Barni menegaskan lahan yang ada masih berstatus sengketa.
Dengan sengit dia juga meminta bukti HGU dan dokumen lain kalau memang lahan diklaim sebagai milik TNI.
Sebab seingat dia TNI tidak pernah memiliki bukti HGU. "Pada pertemuan dengan Dandim Tulungagung Rusman tahun 2004, seingat saya dikatakan TNI tidak punya HGU di Kaligede. Kalau sekarang ada HGU berarti itu rekayasa, " tegasnya.
Pertanyaan Barni tidak dijawab. Protesnya tidak digubris. Aksi perusakan terus dilanjutkan hingga tuntas.
"Petugas itu bahkan sempat melontarkan tantangan, silahkan panggil wartawan atau anggota dewan kemari, kami tunggu, " kata Barni.
Perusakan serupa juga terjadi di lahan Tamsi, warga lainya. Ada sebanyak 190 sengon yang ditebang habis.
Total sengon yang rusak di dua lahan seluas kurang lebih setengah hektare itu sebanyak 533 pohon. Kerugian material diperkirakan mencapai puluhan juta.
Hal itu mengingat harga sengon pada musim panen (enam tahun sekali) memiliki nilai ekonomis minimal Rp500 ribu per pohon.
Menurut Barni, ada 10 orang warga yang menyaksikan langsung aksi perusakan. Namun tidak satupun yang berani menghalangi.
"Sebab terus terang kami takut juga dengan mereka yang menenteng senjata lengkap laras panjang, " tukasnya. Usai membabat semua pohon, seluruh tentara langsung meninggalkan lokasi.
Bersama warga, Barni melaporkan insiden pengerusakan tersebut ke mapolsek setempat. Namun oleh petugas kepolisian disarankan membawa laporan ke Polisi Militer.
"Oleh Pak Agus, salah satu petugas Polsek Pucanglaban saya disarankan melapor ke Denpom saja. Saya tidak terima dan akan menuntut ganti rugi, " pungkasnya.
Data yang dihimpun, Dusun Kaligede Desa Panggungkalak, Kecamatan Pucanglaban merupakan salah satu wilayah sengketa agraria antara masyarakat dengan TNI.
Secara keseluruhan, konflik lahan seluas 1.538 hektare itu terjadi di lima Desa pada tiga Kecamatan. Yakni Desa Panggungkalakak dan Desa Kaligentong. Keduanya Kecamatan Pucanglaban.
Kemudian Desa Rejosari dan Desa Kalibatur, keduanya masuk wilayah Kecamatan Kalidawir dan yang terakhir Desa Kresikan Kecamatan Tanggunggunung.
Tumiran (45) warga setempat lainya menambahkan bahwa aksi perusakan diduga terkait dengan penolakan pengakuan tanah TNI.
Warga yang dikumpulkan di Musala Dusun Kaligede kompak tidak bersedia tanda tangan. Ada sekitar 135 kepala keluarga yang hadir. Warga meyakini tanah yang masih berstatus sengketa tersebut merupakan milik leluhurnya.
"Yang mengumpulkan adalah petugas TNI dari Brigif 16 yang bernama Pak Sadikun. Dan kami sepakat menolak tanda tangan. Kami menduga ini yang menjadi penyebab TNI marah dan melakukan penyerbuan, " timpal Tumiran.
Sementara saat dikonfirmasi di kantornya di Pucanglaban, Kapten Infanteri Sadikun menolak memberi jawaban. Dia hanya mengatakan semua kejadian yang ada adalah urusan Kodam V/Brawijaya.
"Silahkan konfirmasi ke Kodam saja. Sebab semuanya itu dari Kodam, " ujarnya singkat.
(sms)