Kerugian Banjir Bojonegoro Rp1,6 Miliar
A
A
A
BOJONEGORO - Banjir bandang di Kecamatan Gondang, Bojonegoro, menyebabkan kerugian material sekitar Rp1,6 miliar.
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro, angka tersebut dihitung dari kerusakan 495 rumah, jalan, jembatan, serta lahan padi yang gagal panen. Kepala BPBD Andik Sujarwo mengatakan, banjir bandang sedikitnya telah merendam lima desa. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Saat ini warga bersama BPBD terus membersihkan. “Kerja bakti akan dilakukan sampai selesai,” katanya.
Sejak kemarin, warga di Kecamatan Gondang bergotongroyong membersihkan lumpur, ranting, daun kering yang menumpuk di sekitar rumah, jalanan kampung, dan sekitar fasilitas umum desa. Satu per satu warga menjemur perabotan rumah tangga akibat dari banjir bandang setinggi 1,5 meter itu, mulai dari buku pelajaran, surat- surat penting, kasur, kursi, dan perabotan yang bisa diselamatkan.
Mereka mengepel lantai rumah yang penuh lumpur, sementara sebagian warga rumahnya yang becek karena masih berlantai tanah. Dibantu 35 personel BPBD, TNI, Polri dan pramuka, warga juga bekerja bakti membersihkan lumpur di musala, puskesmas, dan jalan. Lantaran warga yang terdampak banjir itu banyak yang tidak bisa menggunakan dapurnya untuk memasak, BPBD Bojonegoro juga mendirikan dapur umum.
Banjir bandang yang terjadi kali ini, menurut Sujiyem, 65, warga Dusun Lor Kali, Desa/ Kecamatan Gondang, menjadi banjir paling parah selama musim hujan ini. Bangunan rumah kayu miliknya jebol karena air yang menerjang begitu deras. Dinding kayu bagian depan, tengah, dan belakang, lenyap terseret bersama derasnya aliran air yang hanya terjadi sekitar 30 menit.
Beberapa hewan ternak seperti ayam juga raib. Rumah Sujiyem menjadi amukan air yang meluap dari Sungai Pacal di desa setempat. Sementara surat surat penting seperti ijazah anaknya, Asnawati, akta kelahiran, danlainnya, basah.“Saat banjir datang saya pegangan tiang depan rumah karena hampir terseret air,” ujarnya.
Wilayah selatan Bojonegoro, yakni Kecamatan Gondang, Sekar, dan Temayang, sering dilanda banjir bandang. Banjir bandang ini terjadi karena daerah perbukitan di wilayah selatan Bojonegoro berbatasan dengan Nganjuk kondisinya gersang. Tidak ada lagi resapan air sehingga saat terjadi hujan air langsung luruh ke bawah dan menerjang permukiman penduduk.
Banjir kali ini, kata dia, memang membuat warga Desa Gondang, Kecamatan Gondang, khawatir. Sampah yang dibawa air atau biasa disebut sarah juga merobohkan satu bangunan dapur milik warga lain.
Dapur milik Partini yang rumahnya tidak jauh dengan rumah Sujiyem ambruk karena tidak bisa menahan derasnya arus dan banyaknya sarah . Beruntung saat kejadian itu tidak ada orang di dalam dapur. “Pikiran saya hanya menyelamatkan cucu saya dan anakanak saya bisa selamat semua,” ujarnya sambil menggendong cucunya yang baru berusia tiga tahun.
Sementara dia menceritakan, suaminya, Winarto, saat itu berjaga di kandang ternak miliknya. Winarto setiap hari bekerja sebagai petani. Dia juga merawat dua ekor sapi milik keluarganya. Sapi itu jika sudah besar dan dijual maka hasil keuntungannya akan dibagi dua dengan pemiliknya.
Dia menceritakan, meja miliknya yang terbuat dari akar kayu jati hilang. “Padahal sebelumnya meja itu sudah mau dibeli orang Rp500.000,” ungkapnya.
Muhammad roqib
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro, angka tersebut dihitung dari kerusakan 495 rumah, jalan, jembatan, serta lahan padi yang gagal panen. Kepala BPBD Andik Sujarwo mengatakan, banjir bandang sedikitnya telah merendam lima desa. Beruntung tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Saat ini warga bersama BPBD terus membersihkan. “Kerja bakti akan dilakukan sampai selesai,” katanya.
Sejak kemarin, warga di Kecamatan Gondang bergotongroyong membersihkan lumpur, ranting, daun kering yang menumpuk di sekitar rumah, jalanan kampung, dan sekitar fasilitas umum desa. Satu per satu warga menjemur perabotan rumah tangga akibat dari banjir bandang setinggi 1,5 meter itu, mulai dari buku pelajaran, surat- surat penting, kasur, kursi, dan perabotan yang bisa diselamatkan.
Mereka mengepel lantai rumah yang penuh lumpur, sementara sebagian warga rumahnya yang becek karena masih berlantai tanah. Dibantu 35 personel BPBD, TNI, Polri dan pramuka, warga juga bekerja bakti membersihkan lumpur di musala, puskesmas, dan jalan. Lantaran warga yang terdampak banjir itu banyak yang tidak bisa menggunakan dapurnya untuk memasak, BPBD Bojonegoro juga mendirikan dapur umum.
Banjir bandang yang terjadi kali ini, menurut Sujiyem, 65, warga Dusun Lor Kali, Desa/ Kecamatan Gondang, menjadi banjir paling parah selama musim hujan ini. Bangunan rumah kayu miliknya jebol karena air yang menerjang begitu deras. Dinding kayu bagian depan, tengah, dan belakang, lenyap terseret bersama derasnya aliran air yang hanya terjadi sekitar 30 menit.
Beberapa hewan ternak seperti ayam juga raib. Rumah Sujiyem menjadi amukan air yang meluap dari Sungai Pacal di desa setempat. Sementara surat surat penting seperti ijazah anaknya, Asnawati, akta kelahiran, danlainnya, basah.“Saat banjir datang saya pegangan tiang depan rumah karena hampir terseret air,” ujarnya.
Wilayah selatan Bojonegoro, yakni Kecamatan Gondang, Sekar, dan Temayang, sering dilanda banjir bandang. Banjir bandang ini terjadi karena daerah perbukitan di wilayah selatan Bojonegoro berbatasan dengan Nganjuk kondisinya gersang. Tidak ada lagi resapan air sehingga saat terjadi hujan air langsung luruh ke bawah dan menerjang permukiman penduduk.
Banjir kali ini, kata dia, memang membuat warga Desa Gondang, Kecamatan Gondang, khawatir. Sampah yang dibawa air atau biasa disebut sarah juga merobohkan satu bangunan dapur milik warga lain.
Dapur milik Partini yang rumahnya tidak jauh dengan rumah Sujiyem ambruk karena tidak bisa menahan derasnya arus dan banyaknya sarah . Beruntung saat kejadian itu tidak ada orang di dalam dapur. “Pikiran saya hanya menyelamatkan cucu saya dan anakanak saya bisa selamat semua,” ujarnya sambil menggendong cucunya yang baru berusia tiga tahun.
Sementara dia menceritakan, suaminya, Winarto, saat itu berjaga di kandang ternak miliknya. Winarto setiap hari bekerja sebagai petani. Dia juga merawat dua ekor sapi milik keluarganya. Sapi itu jika sudah besar dan dijual maka hasil keuntungannya akan dibagi dua dengan pemiliknya.
Dia menceritakan, meja miliknya yang terbuat dari akar kayu jati hilang. “Padahal sebelumnya meja itu sudah mau dibeli orang Rp500.000,” ungkapnya.
Muhammad roqib
(ftr)