Warga Tegas Tolak Tambang Pasir
A
A
A
BANYUWANGI - Ratusan warga pesisir Muncar, Kecamatan Muncar, kemarin kembali turun jalan. Mereka memprotes rencana pengerukan pasir di pesisir Banyuwangi untuk reklamasi Teluk Benoa, Bali.
Koordinator Komunitas Satu Hati, Afif Toha, mengatakan, warga nelayan bersama-sama dengan berbagai elemen bergerak menggalang tanda tangan untuk menyuarakan penolakan atas rencana penambangan oleh PT Tirta Wahana Bali International (TWBI) tersebut.
“Laut dengan segala unsurnya adalah penyangga utama keberlangsungan hidup masyarakat pesisir. Tidak hanya nelayan, juga bagi seluruh aktor yang bergerak dalam dan bersangkut paut dengan rantai sektor perikanan,” kata Afif.
Menurut Afif, penolakan penambangan pasir merupakan jaminan atas kelestarian alam yang tidak bisa ditawar lagi. Bila pengerukan pasir dilakukan, sebanyak 12.714 nelayan terancam. Tidak hanya itu, ribuan buruh pada 27 industri tepung, 13 industri pengalengan, dan 27 unit pembekuan ikan di Kecamatan Muncar juga berpotensi bangkrut. Bila izin penambangan diberikan, nasib ribuan orang yang bergantung secara ekonomi dari pesisir Muncar dipertaruhkan, hanya untuk memenuhi hasrat segelintir orang.
“Kami mengerti arti pertumbuhan ekonomi, kami paham arti pembangunan, tapi kami sama sekali tidak memahami logika pikir yang mengesahkan perusakan alam untuk membiayai pertumbuhan ekonomi demi pembangunan,” ujarnya.
Dalam aksi ini, warga membubuhkan tanda tangan di atas kain putih untuk mengingatkan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas agar tegas menolak segala bentuk perusakan atas laut Banyuwangi, termasuk rencana pengerukan pasir di Muncar.
Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Banyuwangi Abdul Kadir sebelumnya mengakui, PT TWBI telah mengajukan proposal izin tambang pasir laut. Namun, BPPT menolak perihal pengajuan proposal tersebut karena pemerintah daerah tidak lagi bisa mengeluarkan izin tambang.
Hal tersebut sesuai aturan dalam Undang-Undang No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan bahwa bupati dan wali kota tidak lagi berwenang menetapkan wilayah usaha pertambangan (WIUP) serta izin usaha pertambangan (IUP) kepada perusahaan. Sebaliknya, kewenangan menetapkan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di areal tambang berada di tangan gubernur.
P juliatmoko
Koordinator Komunitas Satu Hati, Afif Toha, mengatakan, warga nelayan bersama-sama dengan berbagai elemen bergerak menggalang tanda tangan untuk menyuarakan penolakan atas rencana penambangan oleh PT Tirta Wahana Bali International (TWBI) tersebut.
“Laut dengan segala unsurnya adalah penyangga utama keberlangsungan hidup masyarakat pesisir. Tidak hanya nelayan, juga bagi seluruh aktor yang bergerak dalam dan bersangkut paut dengan rantai sektor perikanan,” kata Afif.
Menurut Afif, penolakan penambangan pasir merupakan jaminan atas kelestarian alam yang tidak bisa ditawar lagi. Bila pengerukan pasir dilakukan, sebanyak 12.714 nelayan terancam. Tidak hanya itu, ribuan buruh pada 27 industri tepung, 13 industri pengalengan, dan 27 unit pembekuan ikan di Kecamatan Muncar juga berpotensi bangkrut. Bila izin penambangan diberikan, nasib ribuan orang yang bergantung secara ekonomi dari pesisir Muncar dipertaruhkan, hanya untuk memenuhi hasrat segelintir orang.
“Kami mengerti arti pertumbuhan ekonomi, kami paham arti pembangunan, tapi kami sama sekali tidak memahami logika pikir yang mengesahkan perusakan alam untuk membiayai pertumbuhan ekonomi demi pembangunan,” ujarnya.
Dalam aksi ini, warga membubuhkan tanda tangan di atas kain putih untuk mengingatkan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas agar tegas menolak segala bentuk perusakan atas laut Banyuwangi, termasuk rencana pengerukan pasir di Muncar.
Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Banyuwangi Abdul Kadir sebelumnya mengakui, PT TWBI telah mengajukan proposal izin tambang pasir laut. Namun, BPPT menolak perihal pengajuan proposal tersebut karena pemerintah daerah tidak lagi bisa mengeluarkan izin tambang.
Hal tersebut sesuai aturan dalam Undang-Undang No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan bahwa bupati dan wali kota tidak lagi berwenang menetapkan wilayah usaha pertambangan (WIUP) serta izin usaha pertambangan (IUP) kepada perusahaan. Sebaliknya, kewenangan menetapkan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di areal tambang berada di tangan gubernur.
P juliatmoko
(ftr)