Pol PP Hentikan Penambangan Liar
A
A
A
BANTUL - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menghentikan tiga aktivitas penambangan tanah dengan skala besar di kawasan Desa Parangtritis, Seloharjo, dan Selopamioro.
Para penambang yang rata-rata berasal dari para pengusaha tersebut belum mengantongi izin penambangan dari pemerintah pusat. Kepala Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan Satpol PP Bantul, Teguh Nur T mengatakan, akhir pekan kemarin, pihaknya mendatangi lokasi penambangan-penambangan tersebut. Rencananya, mereka akan langsung menutup dan menyegel lokasi tambang itu.
Hanya karena yang berada di lokasi penambangan tanah itu bukan pemilik perusahaan sehingga mereka baru akan dipanggil pada Selasa (14/4) mendatang. “Tetapi, mereka tetap kami perintahkan untuk menghentikan penambangan,” tuturnya, kemarin. Dari data yang berhasil mereka kantongi, dari tiga titik tersebut aktivitas penambangan tanah uruk dilakukan oleh para pengusaha dari luar wilayah itu.
Di Desa Selopamioro, aktivitas penambangan dilakukan oleh pemborong bernama Mujiyono asal Kecamatan Banguntapan, di Seloharjo oleh Sutar dari Parangtritis, dan di Kretek dilakukan Sumardiyana dari Dusun Ba kulan, Desa Sumber Agung, Bantul. Tanah yang diambil untuk uruk sebenarnya milik warga. Dari ketiga perusahaan penambangan yang beroperasi tersebut, hanya ada satu yang bisa menunjukkan izin dan itu pun sudah kedaluwarsa.
Karena itu, pihaknya memerintahkan mereka menghentikan aktivitasnya sembari mengurus izin-izin mereka. “Yang satu izin sudah kedaluwarsa, terus ada yang baru mengurus dan satu lagi tidak bisa menunjukkan izin. Rencananya mereka akan kami panggil hari Selasa besok,” katanya. Sebenarnya tidak ada gejolak berarti di masyarakat sekitar lokasi penambangan itu. Para pemuda dan masyarakat sekitar mendapatkan kompensasi dana dari aktivitas penambangan tersebut.
Selain itu, pemilik tanah juga merasa diuntungkan dengan aktivitas penambangan karena tanah mereka menjadi rata sehingga mempermudah ketika ingin mendirikan rumah. Bahkan, ada salah satu perusahaan penambang tanah mem beri kompensasi dengan membangunkan dua rumah mi lik warga yang terancam longsor akibat aktivitas penambangan itu.
Pengusaha tersebut ber sedia merelokasi rumah warga ke tempat yang lebih aman agar tidak terancam longsor sehingga warga tidak mengeluhkan keadaan tersebut. “Hanya harus dikendalikan. Karena bisa merusak,” katanya.
Sementara Zaenudin, warga Selopamioro mengatakan, aktivitas penambangan itu sangat mengganggu warga, meski tidak secara langsung bersinggungan. Karena jalan yang dilalui truk-truk pengangkut tersebut mulai rusak. Apalagi kalau hujan, jalan-jalan yang dilalui menjadi licin dan sering mengakibatkan kecelakaan. “Bayangkan sehari itu ada 20 truk antre dan bisa balik 2 sampai 3 kali,” ujarnya.
Erfanto linangkung
Para penambang yang rata-rata berasal dari para pengusaha tersebut belum mengantongi izin penambangan dari pemerintah pusat. Kepala Seksi Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan Satpol PP Bantul, Teguh Nur T mengatakan, akhir pekan kemarin, pihaknya mendatangi lokasi penambangan-penambangan tersebut. Rencananya, mereka akan langsung menutup dan menyegel lokasi tambang itu.
Hanya karena yang berada di lokasi penambangan tanah itu bukan pemilik perusahaan sehingga mereka baru akan dipanggil pada Selasa (14/4) mendatang. “Tetapi, mereka tetap kami perintahkan untuk menghentikan penambangan,” tuturnya, kemarin. Dari data yang berhasil mereka kantongi, dari tiga titik tersebut aktivitas penambangan tanah uruk dilakukan oleh para pengusaha dari luar wilayah itu.
Di Desa Selopamioro, aktivitas penambangan dilakukan oleh pemborong bernama Mujiyono asal Kecamatan Banguntapan, di Seloharjo oleh Sutar dari Parangtritis, dan di Kretek dilakukan Sumardiyana dari Dusun Ba kulan, Desa Sumber Agung, Bantul. Tanah yang diambil untuk uruk sebenarnya milik warga. Dari ketiga perusahaan penambangan yang beroperasi tersebut, hanya ada satu yang bisa menunjukkan izin dan itu pun sudah kedaluwarsa.
Karena itu, pihaknya memerintahkan mereka menghentikan aktivitasnya sembari mengurus izin-izin mereka. “Yang satu izin sudah kedaluwarsa, terus ada yang baru mengurus dan satu lagi tidak bisa menunjukkan izin. Rencananya mereka akan kami panggil hari Selasa besok,” katanya. Sebenarnya tidak ada gejolak berarti di masyarakat sekitar lokasi penambangan itu. Para pemuda dan masyarakat sekitar mendapatkan kompensasi dana dari aktivitas penambangan tersebut.
Selain itu, pemilik tanah juga merasa diuntungkan dengan aktivitas penambangan karena tanah mereka menjadi rata sehingga mempermudah ketika ingin mendirikan rumah. Bahkan, ada salah satu perusahaan penambang tanah mem beri kompensasi dengan membangunkan dua rumah mi lik warga yang terancam longsor akibat aktivitas penambangan itu.
Pengusaha tersebut ber sedia merelokasi rumah warga ke tempat yang lebih aman agar tidak terancam longsor sehingga warga tidak mengeluhkan keadaan tersebut. “Hanya harus dikendalikan. Karena bisa merusak,” katanya.
Sementara Zaenudin, warga Selopamioro mengatakan, aktivitas penambangan itu sangat mengganggu warga, meski tidak secara langsung bersinggungan. Karena jalan yang dilalui truk-truk pengangkut tersebut mulai rusak. Apalagi kalau hujan, jalan-jalan yang dilalui menjadi licin dan sering mengakibatkan kecelakaan. “Bayangkan sehari itu ada 20 truk antre dan bisa balik 2 sampai 3 kali,” ujarnya.
Erfanto linangkung
(ftr)