Songket Sumut Siap Mendunia
A
A
A
MEDAN - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) mencanangkan 2015 sebagai tahun songket. Pencanangan ini bertujuan mendorong songket Sumut sebagai salah satu kekayaan budaya bangsa sekaligus mengembangkannya ke pasar dunia.
“Dalam rangka HUT Ke-67 Provinsi Sumut yang jatuh pada 14 April nanti, kami punya sebuah agenda strategis, yaitu Pencanangan Tahun Songket Sumut 2015,” ujar Gubsu Gatot Pujo Nugroho saat membuka sarasehan “Dengan Songket Menyapa Dunia” di Aula Martabe Kantor Gubsu, kemarin. Gatot mengatakan, songket merupakan salah satu khazanah budaya Sumut yang memiliki potensi meningkatkan ekonomi daerah, terutama di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mulai berlaku tahun depan.
“Sadar atau tidak, terpaksa atau tidak, kita sudah masuk era komunitas global. Songket adalah peluang Sumut mewarnai komunitas itu,” katanya. Menurut Gubsu, masyarakat Sumut dan segala potensinya harus mampu bersaing di era pasar bebas yang ada di depan mata. Apalagi sebagai pintu masuk Indonesia di bagian barat, Sumut memiliki kekayaan budaya, termasuk songket yang potensinya menjanjikan di era pasar bebas nanti.
“Songket yang memiliki keunikan dari sisi proses penenunan, identik dengan Melayu, memiliki potensi industri fashion kreatif,” ungkapnya. Pencanangan Tahun Songket Sumut ini diawali dengan sarasehan yang dianggap pas sebagai wadah komunikasi intensif antara perajin, pembuat kebijakan, perbankan, dan pasar. “Forum ini mempertemukan pelaku perajin songket yang menciptakan produk dan kami kemudian akan memediasi pelaku perajin agar dekat dengan industri, perbankan, dan pasar,” ujarnya.
Sarasehan diisi dengan pemaparan pengembangan songket dari pihak pemerintah dalam hal ini Dinasi Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, pihak perbankan, Tengku Irham Kelana dari Cita Tenun Indonesia, serta perwakilan dari Yayasan Bangun Langkat Sejahtera (YBLS). Gubsu berharap pencanangan ini bisa menjadikan songket sebagai salah satu industri ekonomi kreatif Sumut yang berkembang.
Sementara Irham Kelana mengungkapkan, keberadaan budaya menenun dengan teknik menyungkit (songket) di Sumut hingga saat ini belum banyak dikenal dan dipromosikan sebagai suatu khasanah budaya di Indonesia. “Dia hanya baru dikenal sebagai suatu kekayaan budaya tempatan (daerah asal),” ujarnya.
Padahal, kata dia, kain tenun songket adalah satu artifak dalam budaya yang berperan sebagai salah satu jati diri bangsa Melayu dengan sebaran mulai dari Pulau Sumatera (Aceh, Sumatera Timur, Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan dan Lampung), Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Ternate, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (Lombok).
Tenun songket semula adalah kain para bangsawan yang menunjukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya berupa kain mewah aslinya berupa benang emas, kemudian ditenun menjadi kain cantik dan memiliki motif-motif ciri khas sesuai budaya tempatan. “Namun dari itu semua, perlu kiranya dilakukan suatu program yang mendorong percepatan dalam melestarikan dan mengembangkan tenun songket Melayu agar lebih bergaung secara nasional maupun Internasional.
Karena songket Sumut bisa merajai dunia,” ujarnya. DI sisi lain, YBLS bekerja sama dengan Cita Tenun Indonesia (CTI) yang telah teruji keberhasilannya dalam program Pelatihan dan Pengembangan kain tenun di 10 wilayah di Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan NTT). Kali ini mencoba menjalankan program tersebut dengan mengangkat Tenun Songket Melayu Sumut.
Program pelatihan dan pengembangan ini akan dilaksanakan untuk wilayah Sumut yang dipusatkan di Kabupaten Batubara. Dalam kegiatan yang diinisiasi Pemprov Sumut, YBLS, dan CTI itu, juga diputar film pendek tentang songket. Hadir dalam kesempatan itu para perajin songket, perancang busana, unsur perbankan, Kadin Sumut, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Sumut, Sutias Handayani, Gatot Pujo Nugroho, Plh Ketua Dewan Pembina YBLS yang juga Sultan Langkat Tengku Azwar Aziz, dan anggota Dewan Pembina YBLS Prof Djohar Arifin Husin.
Fakhrur rozi
“Dalam rangka HUT Ke-67 Provinsi Sumut yang jatuh pada 14 April nanti, kami punya sebuah agenda strategis, yaitu Pencanangan Tahun Songket Sumut 2015,” ujar Gubsu Gatot Pujo Nugroho saat membuka sarasehan “Dengan Songket Menyapa Dunia” di Aula Martabe Kantor Gubsu, kemarin. Gatot mengatakan, songket merupakan salah satu khazanah budaya Sumut yang memiliki potensi meningkatkan ekonomi daerah, terutama di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang mulai berlaku tahun depan.
“Sadar atau tidak, terpaksa atau tidak, kita sudah masuk era komunitas global. Songket adalah peluang Sumut mewarnai komunitas itu,” katanya. Menurut Gubsu, masyarakat Sumut dan segala potensinya harus mampu bersaing di era pasar bebas yang ada di depan mata. Apalagi sebagai pintu masuk Indonesia di bagian barat, Sumut memiliki kekayaan budaya, termasuk songket yang potensinya menjanjikan di era pasar bebas nanti.
“Songket yang memiliki keunikan dari sisi proses penenunan, identik dengan Melayu, memiliki potensi industri fashion kreatif,” ungkapnya. Pencanangan Tahun Songket Sumut ini diawali dengan sarasehan yang dianggap pas sebagai wadah komunikasi intensif antara perajin, pembuat kebijakan, perbankan, dan pasar. “Forum ini mempertemukan pelaku perajin songket yang menciptakan produk dan kami kemudian akan memediasi pelaku perajin agar dekat dengan industri, perbankan, dan pasar,” ujarnya.
Sarasehan diisi dengan pemaparan pengembangan songket dari pihak pemerintah dalam hal ini Dinasi Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, pihak perbankan, Tengku Irham Kelana dari Cita Tenun Indonesia, serta perwakilan dari Yayasan Bangun Langkat Sejahtera (YBLS). Gubsu berharap pencanangan ini bisa menjadikan songket sebagai salah satu industri ekonomi kreatif Sumut yang berkembang.
Sementara Irham Kelana mengungkapkan, keberadaan budaya menenun dengan teknik menyungkit (songket) di Sumut hingga saat ini belum banyak dikenal dan dipromosikan sebagai suatu khasanah budaya di Indonesia. “Dia hanya baru dikenal sebagai suatu kekayaan budaya tempatan (daerah asal),” ujarnya.
Padahal, kata dia, kain tenun songket adalah satu artifak dalam budaya yang berperan sebagai salah satu jati diri bangsa Melayu dengan sebaran mulai dari Pulau Sumatera (Aceh, Sumatera Timur, Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan dan Lampung), Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Ternate, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (Lombok).
Tenun songket semula adalah kain para bangsawan yang menunjukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya berupa kain mewah aslinya berupa benang emas, kemudian ditenun menjadi kain cantik dan memiliki motif-motif ciri khas sesuai budaya tempatan. “Namun dari itu semua, perlu kiranya dilakukan suatu program yang mendorong percepatan dalam melestarikan dan mengembangkan tenun songket Melayu agar lebih bergaung secara nasional maupun Internasional.
Karena songket Sumut bisa merajai dunia,” ujarnya. DI sisi lain, YBLS bekerja sama dengan Cita Tenun Indonesia (CTI) yang telah teruji keberhasilannya dalam program Pelatihan dan Pengembangan kain tenun di 10 wilayah di Indonesia (Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan NTT). Kali ini mencoba menjalankan program tersebut dengan mengangkat Tenun Songket Melayu Sumut.
Program pelatihan dan pengembangan ini akan dilaksanakan untuk wilayah Sumut yang dipusatkan di Kabupaten Batubara. Dalam kegiatan yang diinisiasi Pemprov Sumut, YBLS, dan CTI itu, juga diputar film pendek tentang songket. Hadir dalam kesempatan itu para perajin songket, perancang busana, unsur perbankan, Kadin Sumut, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Sumut, Sutias Handayani, Gatot Pujo Nugroho, Plh Ketua Dewan Pembina YBLS yang juga Sultan Langkat Tengku Azwar Aziz, dan anggota Dewan Pembina YBLS Prof Djohar Arifin Husin.
Fakhrur rozi
(bbg)