Dianiaya Guru, Siswa Ini Tak Bisa Ikuti Ujian
A
A
A
PEKALONGAN - Rudianto (16) siswa kelas IX SMPN 5 Pekalongan tak bisa mengikuti ujian sekolah (US) karena sakit akibat diduga dianiaya oknum gurunya sendiri berinisial FJ.
Menurut penuturan korban, hari Selasa 7 April lalu sebelum mengikuti ujian dihari pertama, dirinya ketahuan menggunakan sepatu berwarna merah. Sehingga dirinya ditegur oleh oknum guru IPS berinisial FJ.
"Saya diminta melepas sepatu saya. Kemudian saya jawab,'saya lepas di sini ya pak,'. Saat saya mau melepas sepatu itu, tiba-tiba saya ditampar di pipi bagian kiri," katanya.
Namun setelah itu dirinya diperbolehkan mengikuti ujian sekolah dihari pertama itu dengan jadwal mata pelajaran Matematika. Usai kejadian dirinya tidak merasakan sakit siang usai kejadian.
"Setelah ujian saya pulang tapi tidak memakai sepatu, sebab sepatu saya disita pak guru. Usai ujian masih tidak terasa sakit, sore baru mulai terasa pusing dan muntah-muntah," timpalnya.
Sementara ibu korban bernama Sarminah (36) mengatakan, mendapati anaknya panas tinggi dan muntah, dia langsung memeriksakannya ke puskesmas setempat pada Rabu 8 April lalu.
"Sehingga anak saya tidak bisa mengikuti ujian hari Rabu dan Kamisnya," katanya
Namun, lanjut dia, karena tidak ada yang merawat tiga anaknya yang lain, Kamis sore 89 April, Rudi dibawanya pulang.
"Anak saya yang lain masih kecil-kecil. Selain itu anak ini (Rudi) juga tidak betah rawat inap. Jadi saya bawa pulang Kamis sore. Seharusnya memang baru boleh pulang Jumat, sebab hasil diagnosanya belum ada," kata warga RT 2/13, Kelurahan Setono, Kota Pekalongan, Jumat (10/4/2015) siang.
Menurut dia, sepatu milik anaknya yang berwarna hitam sudah lama rusak. Namun dirinya belum bisa membelikan sepatu lagi.
"Yang merah itu (sepatu) juga sudah beberapa bulan dipakai, tapi juga tidak ada masalah. Baru kali ini terjadi seperti ini. Semoga tidak terjadi lagi kasus seperti ini," timpalnya.
Sedangkan ayah korban, Muripno (37) menjelaskan, setelah kejadian tersebut pihaknya melakukan konfirmasi ke oknum guru IPS tersebut. Namun, guru itu membantah telah menampar Rudianto.
"Ngakunya ke saya tidak menampar, cuma njawil (nyolek). Kemudian saya minta datang ke rumah ya mau, dan dia meminta maaf," jelasnya.
Setelah itu, dirinya juga dipanggil oleh pihak sekolah Kamis pagi. Muripno mengaku diberi amplop berisi uang Rp200.000.
"Saya tanya ini uang apa, katanya untuk pengganti sepatu yang disita. Saya buka amplop itu isinya Rp200.000," ungkapnya.
Pihaknya mengaku sudah memaafkan guru yang bersangkutan. Namun pihaknya berharap kasus serupa tidak terjadi lagi.
"Saya juga kasihan setelah melihat gurunya. Tapi apapun itu kan anak pak, mbok jangan dipukul. Kalau memang anak saya bandel dihukum tidak apa-apa, asal tidak dipukul.
Semoga kasus ini tidak terulang lagi atau menimpa siswa lain," kata pria yang bekerja sebagai petugas kebersihan di Terminal Kota Pekalongan itu.
Terpisah Sekretaris Dinas Pendidikan Pekalongan Aprilianto menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterimanya dari kepala sekolah setempat, oknum guru tersebut tidak memukul korban. Namun hanya mendorong korban hingga oleng.
"Jadi saat berdoa bersama, salah satu siswa tidak tertib dan diingatkan oleh salah seorang guru dengan didorong, kemudian oleng. Siswa tersebut kemudian menyampaikan kejadian itu kepada orang tuanya, kemudian ortu mendatangi guru tersebut," jelasnya.
Menurut Aprilianto, karena siswa tersebut kemudian mengalami demam, sehingga dibawa ke puskesmas setempat dan menjalani rawat jalan.
Namun, menurutnya, oknum guru tersebut merasa bertanggungjawab. Sehingga bersedia membiayai pengobatan korban selama di puskesmas.
"Dari keterangan pihak kesehatan (puskesmas), demam yang dialami siswa tersebut karena sakit tipes yang dideritanya, dan bukan karena dorongan guru. Namun meski begitu, guru itu tetap bertanggungjawab membiayai biaya pengobatannya," paparnya.
Dia menambahkan, pihaknya meminta kepala sekolah setempat membuat laporan tertulis, untuk memberikan peringatan terhadap oknum guru tersebut.
"Tindakan dari dinas, kami minta kepala sekolah membuat laporan tertulis, untuk memberikan peringatan terhadap guru tersebut," timpalnya.
Kasus dugaan penganiayaan ini merupakan yang kedua kalinya dalam kurun waktu 2015 ini.
Sebelumnya oknum guru agama SDN 10 Kandangpanjang juga dilaporkan ke polisi lantaran melempar wajah salah satu siswanya menggunakan sepatu, hingga mata kirinya mengalami bengkak. Kasusnya hingga kini masih dalam penanganan petugas kepolisian setempat.
Menurut penuturan korban, hari Selasa 7 April lalu sebelum mengikuti ujian dihari pertama, dirinya ketahuan menggunakan sepatu berwarna merah. Sehingga dirinya ditegur oleh oknum guru IPS berinisial FJ.
"Saya diminta melepas sepatu saya. Kemudian saya jawab,'saya lepas di sini ya pak,'. Saat saya mau melepas sepatu itu, tiba-tiba saya ditampar di pipi bagian kiri," katanya.
Namun setelah itu dirinya diperbolehkan mengikuti ujian sekolah dihari pertama itu dengan jadwal mata pelajaran Matematika. Usai kejadian dirinya tidak merasakan sakit siang usai kejadian.
"Setelah ujian saya pulang tapi tidak memakai sepatu, sebab sepatu saya disita pak guru. Usai ujian masih tidak terasa sakit, sore baru mulai terasa pusing dan muntah-muntah," timpalnya.
Sementara ibu korban bernama Sarminah (36) mengatakan, mendapati anaknya panas tinggi dan muntah, dia langsung memeriksakannya ke puskesmas setempat pada Rabu 8 April lalu.
"Sehingga anak saya tidak bisa mengikuti ujian hari Rabu dan Kamisnya," katanya
Namun, lanjut dia, karena tidak ada yang merawat tiga anaknya yang lain, Kamis sore 89 April, Rudi dibawanya pulang.
"Anak saya yang lain masih kecil-kecil. Selain itu anak ini (Rudi) juga tidak betah rawat inap. Jadi saya bawa pulang Kamis sore. Seharusnya memang baru boleh pulang Jumat, sebab hasil diagnosanya belum ada," kata warga RT 2/13, Kelurahan Setono, Kota Pekalongan, Jumat (10/4/2015) siang.
Menurut dia, sepatu milik anaknya yang berwarna hitam sudah lama rusak. Namun dirinya belum bisa membelikan sepatu lagi.
"Yang merah itu (sepatu) juga sudah beberapa bulan dipakai, tapi juga tidak ada masalah. Baru kali ini terjadi seperti ini. Semoga tidak terjadi lagi kasus seperti ini," timpalnya.
Sedangkan ayah korban, Muripno (37) menjelaskan, setelah kejadian tersebut pihaknya melakukan konfirmasi ke oknum guru IPS tersebut. Namun, guru itu membantah telah menampar Rudianto.
"Ngakunya ke saya tidak menampar, cuma njawil (nyolek). Kemudian saya minta datang ke rumah ya mau, dan dia meminta maaf," jelasnya.
Setelah itu, dirinya juga dipanggil oleh pihak sekolah Kamis pagi. Muripno mengaku diberi amplop berisi uang Rp200.000.
"Saya tanya ini uang apa, katanya untuk pengganti sepatu yang disita. Saya buka amplop itu isinya Rp200.000," ungkapnya.
Pihaknya mengaku sudah memaafkan guru yang bersangkutan. Namun pihaknya berharap kasus serupa tidak terjadi lagi.
"Saya juga kasihan setelah melihat gurunya. Tapi apapun itu kan anak pak, mbok jangan dipukul. Kalau memang anak saya bandel dihukum tidak apa-apa, asal tidak dipukul.
Semoga kasus ini tidak terulang lagi atau menimpa siswa lain," kata pria yang bekerja sebagai petugas kebersihan di Terminal Kota Pekalongan itu.
Terpisah Sekretaris Dinas Pendidikan Pekalongan Aprilianto menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterimanya dari kepala sekolah setempat, oknum guru tersebut tidak memukul korban. Namun hanya mendorong korban hingga oleng.
"Jadi saat berdoa bersama, salah satu siswa tidak tertib dan diingatkan oleh salah seorang guru dengan didorong, kemudian oleng. Siswa tersebut kemudian menyampaikan kejadian itu kepada orang tuanya, kemudian ortu mendatangi guru tersebut," jelasnya.
Menurut Aprilianto, karena siswa tersebut kemudian mengalami demam, sehingga dibawa ke puskesmas setempat dan menjalani rawat jalan.
Namun, menurutnya, oknum guru tersebut merasa bertanggungjawab. Sehingga bersedia membiayai pengobatan korban selama di puskesmas.
"Dari keterangan pihak kesehatan (puskesmas), demam yang dialami siswa tersebut karena sakit tipes yang dideritanya, dan bukan karena dorongan guru. Namun meski begitu, guru itu tetap bertanggungjawab membiayai biaya pengobatannya," paparnya.
Dia menambahkan, pihaknya meminta kepala sekolah setempat membuat laporan tertulis, untuk memberikan peringatan terhadap oknum guru tersebut.
"Tindakan dari dinas, kami minta kepala sekolah membuat laporan tertulis, untuk memberikan peringatan terhadap guru tersebut," timpalnya.
Kasus dugaan penganiayaan ini merupakan yang kedua kalinya dalam kurun waktu 2015 ini.
Sebelumnya oknum guru agama SDN 10 Kandangpanjang juga dilaporkan ke polisi lantaran melempar wajah salah satu siswanya menggunakan sepatu, hingga mata kirinya mengalami bengkak. Kasusnya hingga kini masih dalam penanganan petugas kepolisian setempat.
(sms)