Deposito Pemkot Semarang Rp22 M Raib, Polisi Tetapkan 2 Tersangka
A
A
A
SEMARANG - Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang menetapkan dua tersangka kasus raibnya uang deposito Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang Rp22,705 miliar. Ada dua tindak pidana yang terjadi yakni perbankan dan tindak pidana korupsi.
Tersangka pertama adalah Sh, PNS di lingkungan Pemkot Semarang yang bertugas di bagian kas daerah. Tersangka lainnya, DAK, mantan pegawai BTPN yang kini bekerja di Bank Pundi, Jakarta.
"Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, termasuk gelar perkara pada 8 April 2015, kami menetapkan dua tersangka. Penetapan tersangka per hari ini saya umumkan, DAK dan Sh," ungkap Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Djihartono saat menyampaikan siaran pers di Mapolrestabes Semarang, Kamis (9/4/2015).
Modus yang digunakan, memalsukan aneka dokumen perbankan. Djihartono menyebut DAK dijerat tipikor dan perbankan. Sementara Sh dijerat pasal tipikor terkait gratifikasi.
Peran tersangka DAK sejak 2008-2014 di Ruang Kasda Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Semarang, Kompleks Balai Kota melakukan pencatatan palsu terhadap dokumen perbankan.
Tersangka DAK dijerat pasal berlapis, mulai Pasal 2, Pasal 3, hingga Pasal 5 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
DAK juga dijerat Pasal 49 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 7 Tahun 1992 juncto UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 64 KUH Pidana. Ancaman hukuman DAK minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Sementara, tersangka Sh pada tahun 2014 di rekening Bank Mandiri Cabang Semarang Jalan Pemuda dan pada Oktober 2014 di rekening BNI menerima uang sekira Rp30 juta-Rp50 juta dari penyetor atas perintah DAK. Imbalan yang diterima Sh karena membantu DAK membobol rekening itu.
Ia dijerat Pasal 12 B ayat (1) juncto Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUH Pidana.
Penyidik telah menyita aneka barang bukti, di antaranya; bilyet deposito DG 199515, slip setoran dari tahun 2009 sampai tahun 2014 dari Pemkot, slip setoran tahun 2009 sampai 2014 dari BTPN, rekening koran tahun 2008 sampai 2014 dari pemkot dan BTPN, slip aplikasi pembukaan deposito, dan surat menyurat.
Sejumlah saksi sudah diperiksa, total hingga 20 orang, termasuk mantan Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip dan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang AKBP Sugiarto menambahkan, dua tersangka belum diperiksa sebagai tersangka. "Dulu sudah pernah kami mintai keterangan sebagai saksi," ungkapnya.
Saat ditanyakan ke mana aliran uang sebesar Rp22,7 miliar itu, termasuk apakah diduga dibelikan aset tertentu, dia belum bisa memastikan. Kerugian negara pasti atas tindak pidana itu masih menunggu audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Dua tersangka belum dilakukan penahanan."
Polrestabes Semarang menangani kasus ini berdasar surat laporan dari Kepala DPKAD Kota Semarang Yudi Mardiana ke Kapolrestabes Semarang, sesuai surat Nomor 331/219 tertanggal 21 Januari 2015.
Surat tersebut tentang perbedaan saldo antara rekening koran yang diterima Pemerintah Kota Semarang (saldo rekening giro Rp22.705.769.509) dengan data yang ada pada PT Bank Swasta yang ditunjuk (saldo rekening giro Rp82.228.447 dan saldo tiga deposito total Rp514.000.000). Ini menimbulkan kerugian bagi keuangan Pemkot Semarang.
Atas dasar itu, penyidik lalu resmi melakukan penyelidikan sejak tanggal 22 Januari 2015 hingga 18 Maret 2015. Pada 19 Maret 2015, penyidik Sat Reskrim Polrestabes Semarang melakukan gelar perkara di Polda Jawa Tengah dan pada 20 Maret di Polrestabes Semarang.
Tersangka pertama adalah Sh, PNS di lingkungan Pemkot Semarang yang bertugas di bagian kas daerah. Tersangka lainnya, DAK, mantan pegawai BTPN yang kini bekerja di Bank Pundi, Jakarta.
"Dari hasil penyelidikan dan penyidikan, termasuk gelar perkara pada 8 April 2015, kami menetapkan dua tersangka. Penetapan tersangka per hari ini saya umumkan, DAK dan Sh," ungkap Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Djihartono saat menyampaikan siaran pers di Mapolrestabes Semarang, Kamis (9/4/2015).
Modus yang digunakan, memalsukan aneka dokumen perbankan. Djihartono menyebut DAK dijerat tipikor dan perbankan. Sementara Sh dijerat pasal tipikor terkait gratifikasi.
Peran tersangka DAK sejak 2008-2014 di Ruang Kasda Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Semarang, Kompleks Balai Kota melakukan pencatatan palsu terhadap dokumen perbankan.
Tersangka DAK dijerat pasal berlapis, mulai Pasal 2, Pasal 3, hingga Pasal 5 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
DAK juga dijerat Pasal 49 ayat (1) huruf a dan b UU Nomor 7 Tahun 1992 juncto UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 64 KUH Pidana. Ancaman hukuman DAK minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Sementara, tersangka Sh pada tahun 2014 di rekening Bank Mandiri Cabang Semarang Jalan Pemuda dan pada Oktober 2014 di rekening BNI menerima uang sekira Rp30 juta-Rp50 juta dari penyetor atas perintah DAK. Imbalan yang diterima Sh karena membantu DAK membobol rekening itu.
Ia dijerat Pasal 12 B ayat (1) juncto Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUH Pidana.
Penyidik telah menyita aneka barang bukti, di antaranya; bilyet deposito DG 199515, slip setoran dari tahun 2009 sampai tahun 2014 dari Pemkot, slip setoran tahun 2009 sampai 2014 dari BTPN, rekening koran tahun 2008 sampai 2014 dari pemkot dan BTPN, slip aplikasi pembukaan deposito, dan surat menyurat.
Sejumlah saksi sudah diperiksa, total hingga 20 orang, termasuk mantan Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip dan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang AKBP Sugiarto menambahkan, dua tersangka belum diperiksa sebagai tersangka. "Dulu sudah pernah kami mintai keterangan sebagai saksi," ungkapnya.
Saat ditanyakan ke mana aliran uang sebesar Rp22,7 miliar itu, termasuk apakah diduga dibelikan aset tertentu, dia belum bisa memastikan. Kerugian negara pasti atas tindak pidana itu masih menunggu audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Dua tersangka belum dilakukan penahanan."
Polrestabes Semarang menangani kasus ini berdasar surat laporan dari Kepala DPKAD Kota Semarang Yudi Mardiana ke Kapolrestabes Semarang, sesuai surat Nomor 331/219 tertanggal 21 Januari 2015.
Surat tersebut tentang perbedaan saldo antara rekening koran yang diterima Pemerintah Kota Semarang (saldo rekening giro Rp22.705.769.509) dengan data yang ada pada PT Bank Swasta yang ditunjuk (saldo rekening giro Rp82.228.447 dan saldo tiga deposito total Rp514.000.000). Ini menimbulkan kerugian bagi keuangan Pemkot Semarang.
Atas dasar itu, penyidik lalu resmi melakukan penyelidikan sejak tanggal 22 Januari 2015 hingga 18 Maret 2015. Pada 19 Maret 2015, penyidik Sat Reskrim Polrestabes Semarang melakukan gelar perkara di Polda Jawa Tengah dan pada 20 Maret di Polrestabes Semarang.
(zik)