Eksekusi Rumah Peninggalan Belanda di Solo Ricuh

Rabu, 08 April 2015 - 16:38 WIB
Eksekusi Rumah Peninggalan Belanda di Solo Ricuh
Eksekusi Rumah Peninggalan Belanda di Solo Ricuh
A A A
SOLO - Eksekusi rumah peninggalan Belanda yang berada di Kawasan Monumen 45 Banjarsari Solo, Rabu (8/4/2015) diwarnai kericuhan. Pihak yang menempati rumah beserta pendukungnya berusaha menghalau saat petugas Pengadilan Negeri Solo datang untuk mengeksekusi rumah tersebut.

Keterangan yang dihimpun KORAN SINDO dari keluarga tergugat, Efendi Syarif, menyebutkan, rumah yang bakal dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Solo itu merupakan rumah peninggalan zaman Belanda.

Setelah kemerdekaan Indonesia, rumah tersebut ditempati oleh keluarga Winarso dengan cara pinjam sewa dengan warga Tionghoa yang sebelumnya pernah menempati lokasi.

Sewa lahan itu dilakukan hingga beberapa puluh tahun terakhir ini dengan besaran sewa yang cukup bervariasi, mulai dari ribuan hingga ratusan ribu rupiah. Meskipun pada tahun 90-an diketahui bahwa sertifikat tanah tersebut adalah Hak Guna Bangunan (HGB) yang akhirnya tidak bisa diperpanjang setelah 30 tahun digunakan.

"Sertifikat itu muncul pada tahun 1950 lalu dan habis masanya pada 1980. Saat itu keluarga saya tidak mengetahuinya karena tidak pernah diberitahu oleh yang menyewakan," ucapnya.

Setelah beberapa tahun berlalu, menurutnya, tiba-tiba ada orang yang mendaftarkan gugatan terhadap bangunan tersebut. Gugatan itu didaftarkan oleh Agus Pribadi, yang mengklaim sebagai ahli waris dari sang pemilik rumah. Padahal, selama keluarganya menempati, tidak diketahui siapa Agus Pribadi tersebut.

Selain itu, gugatan yang didaftarkan itu dinilai juga cacat hukum dan tidak bisa dibenarkan. Sebab, dalam gugatan tersebut Agus Pribadi juga mencantumkan keluarganya yang sudah meninggal sebagai orang penuntut. Hal itu tentu tidak dibenarkan.

"Orang sudah meninggal kok menuntut, ya itu tidak benar dan cacat hukum," imbuhnya

Setelah itu, gugatan tersebut akhirnya terus digulirkan dan disidangkan di Pengadilan Negeri dan juga Pengadilan Tinggi. Hingga akhirnya pihak pengadilan memenangkan sang penggugat dan melaukan proses eksekusi atas rumah tersebut.

Gugatan itu, kata Efendi, tidak tepat sasaran. Sebab, yang digugat adalah saudaranya yang bernama Winoto. Padahal yang menempati rumah tersebut adalah ibundanya. Selain itu kericuhan tersebut terjadi karena petugas hendak memasuki rumah yang disengketakan, padahal saat itu sang ibunda ada di dalam rumah dan tergugat dengan sukarela sudah keluar dari rumah tanpa paksaan.

"Sebenarnya tanah bekas zaman penjajahan itu menjadi hak bumiputera, sehingga orang yang menempati rumah itu paling lama, nanti yang bisa mengajukan hak atas tanah dan bangunan, itu semua sesuai dengan aturan BPN," tegasnya.

Sementara itu, seusai dihalang-halangi, para petugas juru sita itu melakukan mediasi dengan pihak kepolisian serta tergugat. Setelah mediasi cukup lama, para petugas akhirnya meninggalkan lokasi tersebut.

Perwakilan dari PN Solo, Rochadi, enggan menyampaikan apa pun terkait masalah tersebut kepada wartawan. Seusai mediasi ia langsung berlalu bersama rombongan yang lain.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4275 seconds (0.1#10.140)