Masitha Klaim Tak Tahu Utang-Piutang Pilkada
A
A
A
SEMARANG - Wali Kota Tegal Siti Masitha mengklaim konflik dan ketidakharmonisan hubungan yang terjadi antara dia dan Wakil Wali Kota Nursholeh hanya sebatas rumor. “Itu hanya isu, saya tidak tahu dari mana sumbernya,” katanya saat ditemui di Semarang kemarin.
Saat ditanya hubungan komunikasinya dengan Nursholeh, Masitha tidak menjawab dengan lugas. Dia kembali mengatakan itu berita isu belaka. Disinggung soal pangkal persoalan utang biaya politik ketika pencalonan senilai Rp2 miliar, Masitha malah mengaku belum mengetahui. “Itu juga isu, saya belum dengar berita itu,” ucapnya. Padahal soal Rp2 miliar itu dikemukakan sendiri oleh Nursholeh.
Ketua DPD Partai Golkar Kota Tegal itu menceritakan kisruh ini berawal dari penagihan uang oleh Masitha. Ketika Nursholeh tidak mau membayar, Masitha mendiamkannya sejak tiga bulan lalu. Terkait kesaksian Nursholeh itu, Masitha menyebut sebagai kabar itu dari sumber tidak jelas. “Semuanya kabarnya, kalau kabarnya maka sumbernya tidak jelas,” ujar Masitha Nursholeh sudah menghadap Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk melaporkan persoalan antara dua pimpinan di Kota Tegal itu.
Tentang tak adanya komunikasi selama tiga bulan dengan Nursholeh, Masitha tidak menjawab secara tegas. Dia menyatakan semua menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan undang- undang. Sebelumnya, Nursholeh mengungkapkan adanya surat perjanjian utang piutang Rp2 miliar antara dia dan Wali Kota Siti Masitha saat Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) 2013.
Keberadaan perjanjian tersebut diduga Nursholeh menjadi penyebab dirinya tidak dianggap sebagai wakil wali kota. Nursholeh menjelaskan, utang yang dipaksa diakuinya tersebut bermula saat dirinya diminta menandatangani surat perjanjian terkait biaya pemenangan oleh Amir Mirza menjelang hari H pencoblosan Pilwalkot 2013, tepatnya 14 Oktober 2013.
Saat itu Amir Mirza ketua tim sukses pasangan Siti Masitha- Nursholeh yang diusung Partai Golkar, Partai Nasdem, dan sejumlah partai lain. Belakangan, masih menurut Nursholeh, Siti Masitha menagih utang biaya pemenangan tersebut agar dikembalikan. Sampai saat ini permintaan pengembalian tersebut tak dipenuhi Nursholeh.
“(pertemuan itu) Pada 12 Januari 2015 ditagih oleh wali kota. 12 Januari, jam 10, di ruang kerja wali kota,” ujarnya. Dalam pertemuan tersebut, Nursholeh mengaku sempat berupaya membi-carakan perjanjian biaya pemenangan tersebut dengan Siti Masitha agar bisa diselesaikan dengan baik-baik. Namun, Sitha, sapaan Siti Masitha, tetap ngotot agar uang dikembalikan Rp2 miliar.
Mahasiswa Desak Masitha Mundur
Puluhan mahasiswa dari berbagai organisasi dan kampus menggelar unjuk rasa di Balai Kota Tegal kemarin. Mereka menuntut Wali Kota Tegal Siti Masitha mundur dari jabatannya karena sejumlah kebijakannya dinilai arogan. Mahasiswa yang awalnya berniat masuk ke kompleks Balai Kota hanya bisa melakukan aksinya di depan gerbang Balai Kota karena pintu gerbang ditutup dan dijaga ketat puluhan anggota Satpol PP dan Polres Tegal Kota.
Selain berorasi, mahasiswa yang menamakan diri Gerakan Masyarakat dan Mahasiswa Peduli Untuk Rakyat (Gemmpur) itu membentang sejumlah spanduk, di antaranya berisi tulisan “Selamatkan Kota Tegal”, “Wali Kota Arogan dan Inkonstitusional”. Koordinator aksi Andi Padli mengatakan, Pemerintah Kota Tegal di bawah kepemimpinan Siti Masitha belum me-nunjukkan pelayanan prima kepada masyarakat seperti digembargemborkan selama ini.
“Kekecewaan kami sebagai rakyat Tegal terjadi pembodohan, penindasan yang dilakukan Wali Kota Tegal. Wali Kota tidak sanggup memimpin Kota Tegal dan harus turun dari jabatannya,” tandas Andi. Dia juga menyoroti ketidakharmonisan hubungan antara Siti Masitha dan wakilnya, Nursholeh, yang dipicu pengabaian prosedur komunikasi baik secara hierarki, prosedural, maupun kehormatan dalam menjalankan tugas sebagai kepala daerah.
“Ketidakharmonisan ini merupakan akibat dari arogansi wali kota. Kami yang berniat menemui untuk melakukan audiensi juga tidak bisa dan malah hari ini tidak ada di kantor,” ucapnya. Puas berorasi, mahasiswa sempat berupaya masuk ke kompleks Balai Kota. Namun, upaya tersebut dihadang oleh anggota Satpol PP yang berjaga di balik pintu gerbang.
Mahasiswa benar-benar mengurungkan niatnya masuk setelah mengetahui Wakil Wali Kota Nursholeh datang dari arah kompleks kantornya menemui mahasiswa. Lantaran pintu gerbang ditutup dan tak kunjung dibuka oleh Satpol PP, Nursholeh tak serta-merta bisa langsung berdialog dengan mahasiswa. Hal ini membuat para mahasiswa marah dan meminta pintu gerbang dibuka.
“Ini aneh dan miris. wakil wali kota tidak bisa memerintah Satpol PP untuk membuka gerbang,” kata salah seorang mahasiswa. Setelah terus didesak, sekitar lima menit kemudian pintu gerbang dibuka dan Nursholeh baru bisa menemui mahasiswa secara berhadap-hadapan tanpa dihalangi pintu gerbang. Dalam kesempatan itu, Nursholeh enggan menanggapi langsung tuntutan mahasiswa. “Saya sudah melaporkan kondisi Kota Tegal dan menyerahkan sepenuhnya kepada gubernur,” ujarnya.
Amin fauzi/ farid firdaus
Saat ditanya hubungan komunikasinya dengan Nursholeh, Masitha tidak menjawab dengan lugas. Dia kembali mengatakan itu berita isu belaka. Disinggung soal pangkal persoalan utang biaya politik ketika pencalonan senilai Rp2 miliar, Masitha malah mengaku belum mengetahui. “Itu juga isu, saya belum dengar berita itu,” ucapnya. Padahal soal Rp2 miliar itu dikemukakan sendiri oleh Nursholeh.
Ketua DPD Partai Golkar Kota Tegal itu menceritakan kisruh ini berawal dari penagihan uang oleh Masitha. Ketika Nursholeh tidak mau membayar, Masitha mendiamkannya sejak tiga bulan lalu. Terkait kesaksian Nursholeh itu, Masitha menyebut sebagai kabar itu dari sumber tidak jelas. “Semuanya kabarnya, kalau kabarnya maka sumbernya tidak jelas,” ujar Masitha Nursholeh sudah menghadap Gubernur Jateng Ganjar Pranowo untuk melaporkan persoalan antara dua pimpinan di Kota Tegal itu.
Tentang tak adanya komunikasi selama tiga bulan dengan Nursholeh, Masitha tidak menjawab secara tegas. Dia menyatakan semua menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan undang- undang. Sebelumnya, Nursholeh mengungkapkan adanya surat perjanjian utang piutang Rp2 miliar antara dia dan Wali Kota Siti Masitha saat Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) 2013.
Keberadaan perjanjian tersebut diduga Nursholeh menjadi penyebab dirinya tidak dianggap sebagai wakil wali kota. Nursholeh menjelaskan, utang yang dipaksa diakuinya tersebut bermula saat dirinya diminta menandatangani surat perjanjian terkait biaya pemenangan oleh Amir Mirza menjelang hari H pencoblosan Pilwalkot 2013, tepatnya 14 Oktober 2013.
Saat itu Amir Mirza ketua tim sukses pasangan Siti Masitha- Nursholeh yang diusung Partai Golkar, Partai Nasdem, dan sejumlah partai lain. Belakangan, masih menurut Nursholeh, Siti Masitha menagih utang biaya pemenangan tersebut agar dikembalikan. Sampai saat ini permintaan pengembalian tersebut tak dipenuhi Nursholeh.
“(pertemuan itu) Pada 12 Januari 2015 ditagih oleh wali kota. 12 Januari, jam 10, di ruang kerja wali kota,” ujarnya. Dalam pertemuan tersebut, Nursholeh mengaku sempat berupaya membi-carakan perjanjian biaya pemenangan tersebut dengan Siti Masitha agar bisa diselesaikan dengan baik-baik. Namun, Sitha, sapaan Siti Masitha, tetap ngotot agar uang dikembalikan Rp2 miliar.
Mahasiswa Desak Masitha Mundur
Puluhan mahasiswa dari berbagai organisasi dan kampus menggelar unjuk rasa di Balai Kota Tegal kemarin. Mereka menuntut Wali Kota Tegal Siti Masitha mundur dari jabatannya karena sejumlah kebijakannya dinilai arogan. Mahasiswa yang awalnya berniat masuk ke kompleks Balai Kota hanya bisa melakukan aksinya di depan gerbang Balai Kota karena pintu gerbang ditutup dan dijaga ketat puluhan anggota Satpol PP dan Polres Tegal Kota.
Selain berorasi, mahasiswa yang menamakan diri Gerakan Masyarakat dan Mahasiswa Peduli Untuk Rakyat (Gemmpur) itu membentang sejumlah spanduk, di antaranya berisi tulisan “Selamatkan Kota Tegal”, “Wali Kota Arogan dan Inkonstitusional”. Koordinator aksi Andi Padli mengatakan, Pemerintah Kota Tegal di bawah kepemimpinan Siti Masitha belum me-nunjukkan pelayanan prima kepada masyarakat seperti digembargemborkan selama ini.
“Kekecewaan kami sebagai rakyat Tegal terjadi pembodohan, penindasan yang dilakukan Wali Kota Tegal. Wali Kota tidak sanggup memimpin Kota Tegal dan harus turun dari jabatannya,” tandas Andi. Dia juga menyoroti ketidakharmonisan hubungan antara Siti Masitha dan wakilnya, Nursholeh, yang dipicu pengabaian prosedur komunikasi baik secara hierarki, prosedural, maupun kehormatan dalam menjalankan tugas sebagai kepala daerah.
“Ketidakharmonisan ini merupakan akibat dari arogansi wali kota. Kami yang berniat menemui untuk melakukan audiensi juga tidak bisa dan malah hari ini tidak ada di kantor,” ucapnya. Puas berorasi, mahasiswa sempat berupaya masuk ke kompleks Balai Kota. Namun, upaya tersebut dihadang oleh anggota Satpol PP yang berjaga di balik pintu gerbang.
Mahasiswa benar-benar mengurungkan niatnya masuk setelah mengetahui Wakil Wali Kota Nursholeh datang dari arah kompleks kantornya menemui mahasiswa. Lantaran pintu gerbang ditutup dan tak kunjung dibuka oleh Satpol PP, Nursholeh tak serta-merta bisa langsung berdialog dengan mahasiswa. Hal ini membuat para mahasiswa marah dan meminta pintu gerbang dibuka.
“Ini aneh dan miris. wakil wali kota tidak bisa memerintah Satpol PP untuk membuka gerbang,” kata salah seorang mahasiswa. Setelah terus didesak, sekitar lima menit kemudian pintu gerbang dibuka dan Nursholeh baru bisa menemui mahasiswa secara berhadap-hadapan tanpa dihalangi pintu gerbang. Dalam kesempatan itu, Nursholeh enggan menanggapi langsung tuntutan mahasiswa. “Saya sudah melaporkan kondisi Kota Tegal dan menyerahkan sepenuhnya kepada gubernur,” ujarnya.
Amin fauzi/ farid firdaus
(bbg)