Hari Paskah Jadi Masa Panen Penjualan
A
A
A
Hari Raya Paskah menjadi momentum bagi para perajin rosario dan salib di kompleks Ziarah Sendangsono, Kalibawang, Kulonprogo, untuk mengeruk rezeki.
Ratusan umat Katolik yang banyak berdatang untuk beribadah dan berdoa di kompleks bangunan tahun 1904 ini menjadi pasar utama para perajin. Kompleks ini memang bersejarah karena menjadi tempat pembaptisan pertama oleh Pastor J Prentaler, salah satu misionaris yang berkarya di daerah Boro. Gereja di kompleks ini berada di alam terbuka di bawah kerindangan pohon sonokeling.
Tak ayal, sepanjang misa para peserta akan merasakan sejuknya suasana yang dibalut dengan nuansa alam begitu kental. Di tempat ini juga ada Goa Maria dibangun pada 1929 yang hingga kini airnya masih mengalir dan terjaga. “Jelang Paskah ini kenaikannya signifikan dan saat hari Paskah penjualan cukup banyak,” kata Bowo Susanto, salah satu perajin, kemarin. Menurut dia, rosario dan salib menjadi oleh-oleh yang banyak dibawa para pengunjung.
Sebab sepanjang tahun kawasan ini tidak pernah sepi dari pengunjung yang datang dari luar daerah, bahkan luar negeri. Sementara puncaknya terjadi saat Hari Paskah. Meski ramai pembeli, para perajin tetap menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Rosario dan salib ini dibuat menggunakan kayu mahoni dan sonokeling. Dalam sehari, Bowo mampu memproduksi sekitar 10 salib dan 20 untaian rosario. Selain dipasarkan di sini, produk mereka juga dilempar hingga ke Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Produk yang dibuat memiliki ukuran bervariasi.
Untuk rosario dijual Rp45.000- Rp125.000. Sementara salib dijual Rp15.000-Rp150.000 tergantung ukuran dan bahannya. Dalam sebulan, Bowo mengaku mampu mendapatkan keuntungan hingga di atas Rp3 juta. Dia menuturkan, usaha rosario ditekuninya sejak tahun 1990. Sebelumnya, Bowo merupakan perajin furnitur yang banyak memproduksi kursi dan meja.
Untuk menghasilkan produk berkualitas perlu ada tahapan- tahapannya. Mulai dari membuat pola, mengukur, hingga akhirnya dibuat dengan mesin bubut dan dihaluskan. Setelah itu, barulah produk setengah jadi dihaluskan menggunakan ampelas dan dibor. Agar hasil lebih bagus dilakukan pengecatan dengan semprotan. Salah seorang pengunjung, Sujandi mengatakan, sengaja datang ke Sendangsono untuk beribadah.
Kebetulan dia ada acara di Yogyakarta sehingga disempatkan mengunjungi kawasan ini. Dia menilai, Sendangsono cukup alami dan tertata apik. Apalagi ada oleh-oleh yang bisa dibeli untuk keluarganya di Jakarta.
Kuntadi
Kulonprogo
Ratusan umat Katolik yang banyak berdatang untuk beribadah dan berdoa di kompleks bangunan tahun 1904 ini menjadi pasar utama para perajin. Kompleks ini memang bersejarah karena menjadi tempat pembaptisan pertama oleh Pastor J Prentaler, salah satu misionaris yang berkarya di daerah Boro. Gereja di kompleks ini berada di alam terbuka di bawah kerindangan pohon sonokeling.
Tak ayal, sepanjang misa para peserta akan merasakan sejuknya suasana yang dibalut dengan nuansa alam begitu kental. Di tempat ini juga ada Goa Maria dibangun pada 1929 yang hingga kini airnya masih mengalir dan terjaga. “Jelang Paskah ini kenaikannya signifikan dan saat hari Paskah penjualan cukup banyak,” kata Bowo Susanto, salah satu perajin, kemarin. Menurut dia, rosario dan salib menjadi oleh-oleh yang banyak dibawa para pengunjung.
Sebab sepanjang tahun kawasan ini tidak pernah sepi dari pengunjung yang datang dari luar daerah, bahkan luar negeri. Sementara puncaknya terjadi saat Hari Paskah. Meski ramai pembeli, para perajin tetap menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Rosario dan salib ini dibuat menggunakan kayu mahoni dan sonokeling. Dalam sehari, Bowo mampu memproduksi sekitar 10 salib dan 20 untaian rosario. Selain dipasarkan di sini, produk mereka juga dilempar hingga ke Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Produk yang dibuat memiliki ukuran bervariasi.
Untuk rosario dijual Rp45.000- Rp125.000. Sementara salib dijual Rp15.000-Rp150.000 tergantung ukuran dan bahannya. Dalam sebulan, Bowo mengaku mampu mendapatkan keuntungan hingga di atas Rp3 juta. Dia menuturkan, usaha rosario ditekuninya sejak tahun 1990. Sebelumnya, Bowo merupakan perajin furnitur yang banyak memproduksi kursi dan meja.
Untuk menghasilkan produk berkualitas perlu ada tahapan- tahapannya. Mulai dari membuat pola, mengukur, hingga akhirnya dibuat dengan mesin bubut dan dihaluskan. Setelah itu, barulah produk setengah jadi dihaluskan menggunakan ampelas dan dibor. Agar hasil lebih bagus dilakukan pengecatan dengan semprotan. Salah seorang pengunjung, Sujandi mengatakan, sengaja datang ke Sendangsono untuk beribadah.
Kebetulan dia ada acara di Yogyakarta sehingga disempatkan mengunjungi kawasan ini. Dia menilai, Sendangsono cukup alami dan tertata apik. Apalagi ada oleh-oleh yang bisa dibeli untuk keluarganya di Jakarta.
Kuntadi
Kulonprogo
(ars)