Lestarikan Budaya, Siswa Tak Malu Dicap Kuno

Senin, 23 Maret 2015 - 11:58 WIB
Lestarikan Budaya, Siswa...
Lestarikan Budaya, Siswa Tak Malu Dicap Kuno
A A A
KULONPROGO - Alunan gamelan yang memainkan tembang Jawa terdengar ketika kaki melangkah masuk ke halaman SMAN 1 Pengasih, Kulonprogo. Semakin langkah kaki masuk ke dalam, suara itu semakin jelas terdengar.

Alunan gamelan itu terdengar rampak meski sesekali ada sedikit yang kurang pas. Begitu melongok dari jendela, tampak para pengrawit sebutan pemain gamelan yang ternyata adalah para pelajar. Dengan mengenakan pakaian seragam lengkap warna putih dan abuabu, mereka tampak sigap mengikuti arahan pelatih. Sesekali para pengrawit sendiri harus membaca not balok yang tertulis pada kertas di hadapan mereka.

Karawitan di SMK Pengasih menjadi salah satu kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan sekolah ini. Di samping itu ada juga jurnalistik, aneka jenis olahraga, hingga Bahasa Inggris. Para siswa sendiri diberikan kebebasan dalam memilik kegiatan. Namun mereka wajib mengikuti kegiatan pramuka. “Kami ingin lestarikan budaya, karena itu ada karawitan menjadi salah satu kegiatan ekstra,” kata Wakil Kepala SMA Pengasih Totok Setyadi, kemarin.

Pelatih karawitan Edi Santoso mengaku, dulu dia adalah salah satu guru. Namun masa pensiun telah tiba dan dia harus melepaskan tugas dalam mendidik anak. Kepiawaiannya dalam bermain gamelan, membuat dia ditunjuk menjadi pelatih sekaligus guru karawitan yang dilaksanakan usai jam pelajaran sekolah. “Karawitan adalah salah satu budaya Jawa yang adi luhung, yang harus dilestarikan. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan memainkan,” ucapnya.

Diakuinya, mengajar seni karawitan tidaklah mudah. Butuh kesabaran dalam membimbing anak. Apalagi karawitan kurang populer dalam perkembangan musik di tanah air. Namun dengan ketelatenan, anak-anak bisa diajak membaca not dan cara memainkan yang benar. “Karawitan butuh kekompakan, itu yang harus dijaga agar suaranya lebih enak,” ujarnya.

Salah satu Siswa Masyitoh Widati mengaku not gamelan berbeda dengan not musik. Jika biasanya pakai nada do re mi, diganti dengan notasi ji ro lu. Hal itu perlu penyesuaian dengan belajar membaca not. Namun dalam empat atau lima kali pertemuan, dia dan teman-temannya sudah paham dan siap memainkan gamelan.

“Gamelan tidak bisa tergantikan dengan yang lain, ini bisa menyelaraskan otak kanan dan kiri,” ujarnya. Dengan belajar gamelan dan karawitan, Widati semakin mengenal jenis gamelan dan cara memainkan. Hal itu akan dipelajari terus dan ditularkan kepada rekan-rekannya.

Kuntadi
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6290 seconds (0.1#10.140)