Pohon Uzur, Salak Lereng Merapi Tak Lagi Manis

Minggu, 22 Maret 2015 - 09:40 WIB
Pohon Uzur, Salak Lereng...
Pohon Uzur, Salak Lereng Merapi Tak Lagi Manis
A A A
YOGYAKARTA - Salak hasil produksi para petani lereng Merapi kini tak lagi manis seperti beberapa tahun silam. Hal ini disebabkan, salah satunya karena usia tanamannya sudah tua yang seharusnya mulai diganti dengan bibit baru.

Salah satu petani salak di Dusun Jomboran, Donokerto, Turi, Sleman, Lambang Ari, 27, mengatakan hasil salak dari kebunnya kualitas berangsur semakin memburuk. "Sudah sejak dua tahun terakhir ini. Bentuknya kecil, dongkolan kecil, rasanya tidak lagi semanis dulu," kata dia saat ditemui kemarin.

Kualitas salak menurun karena tanaman harus diregenerasi. Umurnya sudah lebih dari 15 tahun. "Sekitar 20 tahunan. Sudah tua-tua, jadi hasilnya tak bagus lagi. Mestinya diganti dengan tanaman yang baru," katanya. Turi bersama beberapa petani lainnya saat ini masih ragu meregenerasi tanamannya. Itu karena harga jual salak per kilogram saat ini masih belum baik.

"Mau diregenerasi dengan bibit baru, sebenarnya bisa dicangkok atau beli bibitnya. Tapi lebih baik sekarang bersih-bersih lahan dulu," ungkapnya. Kebun salak Turi tersebar di beberapa dusun, di antaranya Jomboran, Randusongo, serta Donoasih. Ada sembilan petak kebun yang setiap kali panen bisa mengambil 40–50 kilogram per hari.

"Satu kilogramnya hanya Rp2.000. Kalau standar bisa mencapai Rp4.000," ucapnya. Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Turi, Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman Ananta menuturkan, penanaman salak para petani lereng Merapi tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).

"Memang kalau tidak sesuai SOP, tanaman salak maksimal hanya bisa sekitar 15 tahun saja," tandasnya. Yang dimaksudkan tak sesuai tersebut ialah kurangnya perhatian dengan tanamannya, misalnya pemupukannya yang tidak rutin. Kemudian saat penanamannya dulu hanya sembarangan.

"Dulu hanya yang penting ditanami dan tumbuh. Dalam perlakuannya juga kurang. Seperti pemupukan harus rutin, dua kali dalam setahun. Penyerbukannya diperhatikan, pemangkasan pelepahnya harus tiga kali dalam setahun," papar Ananta.

Ketika semua itu dilakukan dengan baik, dia berani menjamin salak terutama di Kecamatan Turi tak akan menjadi buah musiman. Namun, sepanjang waktu bisa berbuahdankualitasnya takperlu diragukan. "Namun, saat ini petanisalakdiTuri persentasenya 80%, salak masih menjadi buah musiman," ucapnya.

Agar kembali memperoleh hasil dengan kualitas yang baik, sudah seharusnya petani salak kembali melakukan penanaman dengan bibit yang baru. Biasanya mereka sudah memilikinya sendiri. "Kalau tidak biasanya di kelompok taninya, selalu ada bibit baru," ucapnya.

Ridho hidayat
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6501 seconds (0.1#10.140)