BRT Rawan Copet-Pelecehan Seksual
A
A
A
SEMARANG - Tingkat kriminalitas pada layanan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang cukup tinggi. Hasil inspeksi mendadak DPRD setempat menunjukkan angkutan massal ini masih rawan terjadi pelecehan seksual dan pencopetan.
BRT jurusan Cangkiran dan Sisemut (Ungaran) merupakan jalur yang paling rawan tindakan kriminal. Terbukti, sejauh ini telah terjadi lima kali kejadian pencopetan. Selain pencopetan, juga ditemukan korban pelecehan seksual yang dialami penumpang perempuan. Hal itu berdasarkan aduan pengguna BRT asal Kecamatan Gajahmungkur saat menggunakan bus koridor II Terboyo-Sisemut.
“Namun pelakunya masih dicari, korban baru sadar setelah hendak turun dari bus,” ujar Koordinator Pengawasan dan Pengendalian Lapangan BRT Waridi kemarin. Rata-rata tindakan kriminal terjadi pukul 09.00 dan 15.00 WIB, saat jam sibuk pekerja. Temuan pelecehan seksual diketahui Kamis (12/3) ketika seorang perempuan melaporkan ada pelecehan seksual ke Polsek Gajahmungkur Kota Semarang.
Aksi kriminalitas terjadi di BRT jurusan Terboyo-Sisemut. Kejadiannya sekitar pukul 11.00 WIB, saat korban hendak berangkat kerja. “Banyak laporan penumpang yang mengadu pada petugas kami. Beberapa waktu lalu petugas bahkan menangkap basah seorang pelaku copet hingga sempat berkelahi di dalam BRT.
Kemudian dihentikan di Koramil Mijen dan selanjutnya diserahkan kepada petugas kepolisian,” ungkapnya. Setidaknya sudah tiga pelaku copet yang sudah ditangkap. Sasaran pelaku pencopetan lebih banyak di koridor yang padat penumpang, seperti di shelter Jalan Pemuda dengan jalur Cangkiran dan jalur Sisemut. Jalur kawasan tersebut selalu penuh penumpang hingga mencapai ribuan setiap hari.
“Satu hari saja yang menumpang BRT dari shalter ini mencapai 1.000 penumpang. Sehingga dalam BRT sampai tidak kebagian tempat duduk. Akibatnya, mereka berjubel dan berdiri. “Hal inilah yang menjadi kesempatan para copet melakukan aksi karena para penumpang banyak yang gandulan berdiri,” papar Waridi. Untuk mengantisipasi dan mencegah tindakan kriminal tersebut perlu penambahan petugas pengamanan di dalam BRT.
Selama ini BRT yang sudah beroperasi belum dilengkapinya petugas pengamanan. “Selama ini di dalam BRT hanya sopir dan petugas kondektur. Jadi, tidak ada petugas yang memantau kondisi keamanan dalam BRT. Kalau bisa dari Dishub atau BRT menambahkan dua petugas pengamanan untuk memantau sehingga keamanan dan kenyamanan penumpang lebih terjamin,” katanya.
Untuk menambah pelayanan serta kebutuhan masyarakat yang menggunakan BRT, dinas terkait segera melakukan pe-nambahan armada supaya tidak terjadi pengantrean penumpang dan berjubelnya penumpang. “Paling tidak setiap koridor ada penambahan 10 armada. Memang kebutuhan ini setelah koridor 5 dan 6 terpenuhi dulu. Sebagian BRT juga sudah dipasangi CCTV, yaitu koridor 1 dan 2,” ujar Waridi.
Salah seorang penumpang, Mugiantoro, mengakui transportasi BRT sekarang ini telah menjadi pusat perhatian warga sehingga perluadanya penambahanarmada serta jalur. Menurut dia, BRT saat ini yang padat penumpang juga terjadi di jalur pelabuhan. “Jalur pelabuhan sekarang sangat padat. Penumpangnya juga sampai pada berdiri. Memang tarifnya sangat murah dan terjangkau.
Jadi, banyak warga yang sekarang memilih naik BRT. Saya juga setuju jika nantinya ada pembedaan gender penumpang sehingga bisa lebih nyaman,” ungkapnya. Hal sama diungkapkan penumpang lain Agustina. Dia mengatakan perlunya penambahan jalur dan armada. “Memang BTR sering terlambat. Hal ini bisa dimaklumi sebab lalu lintas dijalan juga padat dan kerap macet.
Terpenting keberadaan BRT harus nyaman. Misalnya ada penambahan petugas dan pemasangan CCTV,” ungkapnya. Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi menegaskan supaya BLU Kota Semarang selalu mewaspadai tindakan kriminalitas yang terjadi dalam BRT.
Saat ini keberadaan dalam BRT sudah menjadi sasaran tindakan kriminalitas.“ Saat ini sudah mendapat 5 laporan korban kecopetan dalam BRT yang memberikan penambahan pengamanan dengan menggandeng pihak kepolisian. Supaya kriminalitas ini bisa ditekan seminim mungkin,” tandasnya.
Kota Semarang perlu adanya penambahan armada BRT. Setiap koridor dibutuhkan 10 armada pada setiap koridor. Selain itu, program pemerintah untuk menambah koridor 5 dan 6 segera terealisasi. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk mengantisipasi berjubelnya penumpang dalam BRT.
“Setidaknya pada 2016 Pemkot minta bantuan kepada pusat untuk penambahan unit pada koridor. Sehingga penumpang tidak ada lagi yang berdiri. Saat ini terpenting melakukan penyamanan pada tempat duduk sehingga penumpang tidak lagi bergelantunganyangbisa menimbulkankerawanan pencopetan,” tandasnya.
Kepala Badan Layanan Umum (BLU) BRT Trans Semarang Joko Umboro Jati mengungkapkan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mencegah dugaan pelecehan seksual dan pencopetan. “Nanti ada delapan petugas setiap koridor berseragam resmi. Mereka akan masuk di sejumlah BRT secara acak. Mudah-mudahan keamanan semakin terjamin,” ucapnya.
Mengenai CCTV yang ada didalam bus, Joko mengatakan akan dimaksimalkan penggunaannya. Alat tersebut diharapkan dapat membantu mengidentifikasi pelaku kejahatan di dalam bus. “Minat masyarakat akan BRT yang semakin tinggi ini, harus diimbangi dengan peningkatan pelayanan.
CCTV telah lama dipasang sebagai bentuk antisipasi. Namun, jika bus padat penumpang, kami juga sulit mengawasi,” kata Joko. Selain petugas keamanan dan CCTV, saat ini BLU BRT sudah mempersiapkan e-ticketing atau pemindai tiket yang nantinya akan dibawa kru BRT.
Selain mempunyai fungsi utama sebagai pemindai tiket, alat ini juga bisa berfungsi memberitahukan bila ada pelaku kejahatan di dalam bus. “Cara kerjanya, petugas tinggal menekan satu tombol kemudian dari server yang ada di kantor pusat pengelolaan BRT akan bisa tahu kalau sedang ada pelaku kejahatan di dalam bus,” ungkapnya.
M abduh
BRT jurusan Cangkiran dan Sisemut (Ungaran) merupakan jalur yang paling rawan tindakan kriminal. Terbukti, sejauh ini telah terjadi lima kali kejadian pencopetan. Selain pencopetan, juga ditemukan korban pelecehan seksual yang dialami penumpang perempuan. Hal itu berdasarkan aduan pengguna BRT asal Kecamatan Gajahmungkur saat menggunakan bus koridor II Terboyo-Sisemut.
“Namun pelakunya masih dicari, korban baru sadar setelah hendak turun dari bus,” ujar Koordinator Pengawasan dan Pengendalian Lapangan BRT Waridi kemarin. Rata-rata tindakan kriminal terjadi pukul 09.00 dan 15.00 WIB, saat jam sibuk pekerja. Temuan pelecehan seksual diketahui Kamis (12/3) ketika seorang perempuan melaporkan ada pelecehan seksual ke Polsek Gajahmungkur Kota Semarang.
Aksi kriminalitas terjadi di BRT jurusan Terboyo-Sisemut. Kejadiannya sekitar pukul 11.00 WIB, saat korban hendak berangkat kerja. “Banyak laporan penumpang yang mengadu pada petugas kami. Beberapa waktu lalu petugas bahkan menangkap basah seorang pelaku copet hingga sempat berkelahi di dalam BRT.
Kemudian dihentikan di Koramil Mijen dan selanjutnya diserahkan kepada petugas kepolisian,” ungkapnya. Setidaknya sudah tiga pelaku copet yang sudah ditangkap. Sasaran pelaku pencopetan lebih banyak di koridor yang padat penumpang, seperti di shelter Jalan Pemuda dengan jalur Cangkiran dan jalur Sisemut. Jalur kawasan tersebut selalu penuh penumpang hingga mencapai ribuan setiap hari.
“Satu hari saja yang menumpang BRT dari shalter ini mencapai 1.000 penumpang. Sehingga dalam BRT sampai tidak kebagian tempat duduk. Akibatnya, mereka berjubel dan berdiri. “Hal inilah yang menjadi kesempatan para copet melakukan aksi karena para penumpang banyak yang gandulan berdiri,” papar Waridi. Untuk mengantisipasi dan mencegah tindakan kriminal tersebut perlu penambahan petugas pengamanan di dalam BRT.
Selama ini BRT yang sudah beroperasi belum dilengkapinya petugas pengamanan. “Selama ini di dalam BRT hanya sopir dan petugas kondektur. Jadi, tidak ada petugas yang memantau kondisi keamanan dalam BRT. Kalau bisa dari Dishub atau BRT menambahkan dua petugas pengamanan untuk memantau sehingga keamanan dan kenyamanan penumpang lebih terjamin,” katanya.
Untuk menambah pelayanan serta kebutuhan masyarakat yang menggunakan BRT, dinas terkait segera melakukan pe-nambahan armada supaya tidak terjadi pengantrean penumpang dan berjubelnya penumpang. “Paling tidak setiap koridor ada penambahan 10 armada. Memang kebutuhan ini setelah koridor 5 dan 6 terpenuhi dulu. Sebagian BRT juga sudah dipasangi CCTV, yaitu koridor 1 dan 2,” ujar Waridi.
Salah seorang penumpang, Mugiantoro, mengakui transportasi BRT sekarang ini telah menjadi pusat perhatian warga sehingga perluadanya penambahanarmada serta jalur. Menurut dia, BRT saat ini yang padat penumpang juga terjadi di jalur pelabuhan. “Jalur pelabuhan sekarang sangat padat. Penumpangnya juga sampai pada berdiri. Memang tarifnya sangat murah dan terjangkau.
Jadi, banyak warga yang sekarang memilih naik BRT. Saya juga setuju jika nantinya ada pembedaan gender penumpang sehingga bisa lebih nyaman,” ungkapnya. Hal sama diungkapkan penumpang lain Agustina. Dia mengatakan perlunya penambahan jalur dan armada. “Memang BTR sering terlambat. Hal ini bisa dimaklumi sebab lalu lintas dijalan juga padat dan kerap macet.
Terpenting keberadaan BRT harus nyaman. Misalnya ada penambahan petugas dan pemasangan CCTV,” ungkapnya. Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi menegaskan supaya BLU Kota Semarang selalu mewaspadai tindakan kriminalitas yang terjadi dalam BRT.
Saat ini keberadaan dalam BRT sudah menjadi sasaran tindakan kriminalitas.“ Saat ini sudah mendapat 5 laporan korban kecopetan dalam BRT yang memberikan penambahan pengamanan dengan menggandeng pihak kepolisian. Supaya kriminalitas ini bisa ditekan seminim mungkin,” tandasnya.
Kota Semarang perlu adanya penambahan armada BRT. Setiap koridor dibutuhkan 10 armada pada setiap koridor. Selain itu, program pemerintah untuk menambah koridor 5 dan 6 segera terealisasi. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk mengantisipasi berjubelnya penumpang dalam BRT.
“Setidaknya pada 2016 Pemkot minta bantuan kepada pusat untuk penambahan unit pada koridor. Sehingga penumpang tidak ada lagi yang berdiri. Saat ini terpenting melakukan penyamanan pada tempat duduk sehingga penumpang tidak lagi bergelantunganyangbisa menimbulkankerawanan pencopetan,” tandasnya.
Kepala Badan Layanan Umum (BLU) BRT Trans Semarang Joko Umboro Jati mengungkapkan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mencegah dugaan pelecehan seksual dan pencopetan. “Nanti ada delapan petugas setiap koridor berseragam resmi. Mereka akan masuk di sejumlah BRT secara acak. Mudah-mudahan keamanan semakin terjamin,” ucapnya.
Mengenai CCTV yang ada didalam bus, Joko mengatakan akan dimaksimalkan penggunaannya. Alat tersebut diharapkan dapat membantu mengidentifikasi pelaku kejahatan di dalam bus. “Minat masyarakat akan BRT yang semakin tinggi ini, harus diimbangi dengan peningkatan pelayanan.
CCTV telah lama dipasang sebagai bentuk antisipasi. Namun, jika bus padat penumpang, kami juga sulit mengawasi,” kata Joko. Selain petugas keamanan dan CCTV, saat ini BLU BRT sudah mempersiapkan e-ticketing atau pemindai tiket yang nantinya akan dibawa kru BRT.
Selain mempunyai fungsi utama sebagai pemindai tiket, alat ini juga bisa berfungsi memberitahukan bila ada pelaku kejahatan di dalam bus. “Cara kerjanya, petugas tinggal menekan satu tombol kemudian dari server yang ada di kantor pusat pengelolaan BRT akan bisa tahu kalau sedang ada pelaku kejahatan di dalam bus,” ungkapnya.
M abduh
(bbg)