Minat Guru Membuat Karya Ilmiah Rendah
A
A
A
BANTUL - Minat guru untuk membuat karya ilmiah di Kabupaten Bantul masih sangat rendah. Sehingga, sebagian besar guru berakhir jenjangnya hanya digolongan IVA dan sangat jarang ditemui ada guru yang sampai ke jenjang IVB.
Seperti yang diungkapkan Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa Kabupaten Bantul Fitriyani Astuti. Menurutnya, produktivitas guru untuk menulis masih sangat rendah.
Tak hanya guru mata pelajaran Bahasa Jawa yang dia ketuai, tetapi juga sebagian besar guru juga mengalami hal yang sama.
“Memang belum banyak guru yang menulis,” katanya, disela workshop menulis Cerkak (Cerito Cekak/Cerita Pendek) di SMA 3 Bantul, Jumat (13/3)
Khusus guru Bahasa Jawa tingkat SMA/SMK ataupun MA yang berjumlah 60 orang, sampai saat ini dia memperkirakan hanya sekitar 30% darinya yang sudah mulai menulis.
Sisanya, masih belum mulai menulis baik itu hanya sekedar cerita pendek ataupun karya tulis ilmiah. Beberapa upaya telah dia lakukan untuk mendorong agar guru-guru di Bantul bisa giat untuk menulis.
Beberapa alasan mengapa minat berkarya guru-guru di Bantul rendah sempat mengemuka. Di antaranya adalah karena malas dan kesibukan sehari-hari ketika di luar jam mengajar.
Fitri mengatakan, sebagian besar guru mengaku tidak bisa meninggalkan kesibukan mereka di rumah, terutama ketika mereka sudah berurusan dengan keluarga. “Kalau sudah sampai di rumah itu sudah enggan untuk mengerjakan urusan kantor,” katanya.
Sebenarnya, sambung Fitri, ada korelasi atau hubungan antara kreativitas guru dengan output yang dihasilkan. Salah satu yang terimbas akibat guru berkarya adalah ke murid-murid mereka ketika mengajar.
Kemampuan murid tidak bisa maksimal dalam mengembangkan kreativitasnya, karena guru juga mengajarnya setengah-setengah.
Seharusnya, selain memberikan teori, guru juga mencontohkan bagaimana berkarya terutama dalam menulis. Dengan berbagi pengalaman bagaimana mereka berkarya terutama menulis, maka guru akan benar-benar memahami kesulitan siswa dalam berkarya.
Hanya saja, memang belum banyak guru yang mencoba untuk melakukan keduanya, selain teori juga praktik. “Siswa jadinya kurang maksimal,”tandasnya.
Selain berimbas kepada siswa, sebenarnya minimnya guru berkarya tersebut juga berpengaruh pada jenjang karier mereka. Karena karya guru seperti karya tulis, ilmiah, maket ataupun prakarya praktik lainnya masuk dalam kredit penilaian.
Semakin banyak kredit yang didapat dari hasil karya, maka semakin cepat guru tersebut naik pangkat. Dia mengakui, saat ini sebagian besar guru mentok digolongan IV A, sebab untuk naik ke golongan IV B guru harus membuat karya ilmiah.
Padahal, untuk membuat karya ilmiah, guru merasa kesulitan dan terkadang enggan mengerjakannya. Jika demikian terus, maka bukan hal yang tidak mungkin jika suatu saat guru akan kehilangan tunjangan sertifikasi mereka.
“Itu bisa jadi, makanya kami mendorong agar para guru terus belajar menulis dan berkarya,” bebernya.
Sementara itu, Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Bantul Zahrowi mengatakan, kemampuan guru bersertifikasi memang patut dipertanyakan. Karena selama ini belum terbukti tunjangan sertifikasi, output para siswa mengalami peningkatan.
Bahkan, para guru yang sudah bersertifikasi tidak memberikan contoh yang baik dengan menerapkan teori dan praktik sekaligus.
“Guru bersertifikasi itu paling-paling mentok di IVA, untuk IV B sangat jarang karena memang mereka belum memiliki kemampuan itu,” pungkasnya.
Seperti yang diungkapkan Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Jawa Kabupaten Bantul Fitriyani Astuti. Menurutnya, produktivitas guru untuk menulis masih sangat rendah.
Tak hanya guru mata pelajaran Bahasa Jawa yang dia ketuai, tetapi juga sebagian besar guru juga mengalami hal yang sama.
“Memang belum banyak guru yang menulis,” katanya, disela workshop menulis Cerkak (Cerito Cekak/Cerita Pendek) di SMA 3 Bantul, Jumat (13/3)
Khusus guru Bahasa Jawa tingkat SMA/SMK ataupun MA yang berjumlah 60 orang, sampai saat ini dia memperkirakan hanya sekitar 30% darinya yang sudah mulai menulis.
Sisanya, masih belum mulai menulis baik itu hanya sekedar cerita pendek ataupun karya tulis ilmiah. Beberapa upaya telah dia lakukan untuk mendorong agar guru-guru di Bantul bisa giat untuk menulis.
Beberapa alasan mengapa minat berkarya guru-guru di Bantul rendah sempat mengemuka. Di antaranya adalah karena malas dan kesibukan sehari-hari ketika di luar jam mengajar.
Fitri mengatakan, sebagian besar guru mengaku tidak bisa meninggalkan kesibukan mereka di rumah, terutama ketika mereka sudah berurusan dengan keluarga. “Kalau sudah sampai di rumah itu sudah enggan untuk mengerjakan urusan kantor,” katanya.
Sebenarnya, sambung Fitri, ada korelasi atau hubungan antara kreativitas guru dengan output yang dihasilkan. Salah satu yang terimbas akibat guru berkarya adalah ke murid-murid mereka ketika mengajar.
Kemampuan murid tidak bisa maksimal dalam mengembangkan kreativitasnya, karena guru juga mengajarnya setengah-setengah.
Seharusnya, selain memberikan teori, guru juga mencontohkan bagaimana berkarya terutama dalam menulis. Dengan berbagi pengalaman bagaimana mereka berkarya terutama menulis, maka guru akan benar-benar memahami kesulitan siswa dalam berkarya.
Hanya saja, memang belum banyak guru yang mencoba untuk melakukan keduanya, selain teori juga praktik. “Siswa jadinya kurang maksimal,”tandasnya.
Selain berimbas kepada siswa, sebenarnya minimnya guru berkarya tersebut juga berpengaruh pada jenjang karier mereka. Karena karya guru seperti karya tulis, ilmiah, maket ataupun prakarya praktik lainnya masuk dalam kredit penilaian.
Semakin banyak kredit yang didapat dari hasil karya, maka semakin cepat guru tersebut naik pangkat. Dia mengakui, saat ini sebagian besar guru mentok digolongan IV A, sebab untuk naik ke golongan IV B guru harus membuat karya ilmiah.
Padahal, untuk membuat karya ilmiah, guru merasa kesulitan dan terkadang enggan mengerjakannya. Jika demikian terus, maka bukan hal yang tidak mungkin jika suatu saat guru akan kehilangan tunjangan sertifikasi mereka.
“Itu bisa jadi, makanya kami mendorong agar para guru terus belajar menulis dan berkarya,” bebernya.
Sementara itu, Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan Bantul Zahrowi mengatakan, kemampuan guru bersertifikasi memang patut dipertanyakan. Karena selama ini belum terbukti tunjangan sertifikasi, output para siswa mengalami peningkatan.
Bahkan, para guru yang sudah bersertifikasi tidak memberikan contoh yang baik dengan menerapkan teori dan praktik sekaligus.
“Guru bersertifikasi itu paling-paling mentok di IVA, untuk IV B sangat jarang karena memang mereka belum memiliki kemampuan itu,” pungkasnya.
(san)