Makan dari Order Harian, Menabung dari Pesanan Premium
A
A
A
Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto memang memiliki kekayaan dalam bidang kerajinan.
Wilayah yang menyimpan peninggalan sejarah Kerajaan Majapahit ini dipenuhi dengan warganya yang memilih terjun di dunia kerajinan. Mulai dari kerajinan patung batu, cor kuningan, terakota, hingga miniatur candi. Sesuai dengan sejarah wilayah ini, kerajinan yang ditekuni warga tak jauh dari nuansa Majapahit. Dua kerajinan yang menonjol yakni kerajinan patung batu dan cor kuningan.
Keduanya pernah mengalami masa keemasan. Masa di mana perajin menjadi kaya mendadak dan tak pernah sepi order. Itu lantaran masih belum banyak muncul usaha yang sama. Namun, saat ini kedua jenis kerajinan itu mulai pasang surut. Persaingan yang tak sehat dan pasar yang mulai jenuh menjadi kendala. Pulau Bali menjadi sasaran utama distribusi kerajinan ini.
Lebih di 80% patung batu dan cor kuningan ini berakhir di Pulau Dewata. Selebihnya, perajin memilih menjual langsung hasil kerajinan mereka ke pangsa pasar premium yakni mancanegara. Mulai meredupnya kerajinan patung batu dan cor kuningan itu memaksa perajin untuk pandai-pandai bertahan. Kartono Adi, misalnya, salah satu perajin terakota dari Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan. Dari tahun ke tahun usaha yang ia tekuni tak lagi bisa menjanjikan. Kendati secara kualitas, dia selalu menjaganya.
“Tidak seperti dulu. Sudah terlalu banyak yang menjadi perajin. Persaingan menjadi semakin ketat,” kata Kartono Adi kemarin. Untuk meminimalisasi biaya operasional, dia kini hanya ditemani satu pekerja. Meski demikian, dia mengaku usaha yang ia tekuni ini sulit untuk ditinggalkan. Karena menurutnya, dari sinilah ia bisa hidup. “Ditinggalkan tidak bisa. Tapi kalau digenjot juga tidak bisa. Hanya cukup untuk makan. “Kami hanya bisa mengharapkan ada order khusus selain produk rutin,” ujar Adi.
Sementara itu, perajin kuningan juga mulai mengeluhkan jenuhnya pasar dan persaingan yang tak sehat. Lebih banyak dari mereka yang menjalani usaha ini demi kelangsungan hidup saja, tanpa ada geliat untuk memajukan usaha. Perajin jenis ini lebih banyak mengharapkan pesanan- pesanan rutin. Namun, beberapa perajin memilih menyasar pangsa pasar premium, yakni pesanan dari mancanegara atau pesanan khusus bertarif tinggi.
Sebut saja Manso, 58, perajin cor kuningan asal Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan. Pria yang memiliki nama asli Hariyadi ini adalah tetuah perajin patung cor dari kuningan. Ia memilih untuk memilih pesanan produk premium dibanding dengan pesanan produk biasa. “Lebih banyak pesanan dari luar negeri. Atau pesanan khusus dengan ukuran patung yang besar. Otomatis harganya mahal,” paparnya.
Sudah tak terhitung lagi Manso mengguratkan hasil karyanya yang bernilai seni tinggi. Mulai dari pesanan pemerintah daerah di Pulau Bali hingga Jakarta. Tentu saja pesanan jenis ini membutuhkan tenaga dan pikiran yang lebih. Karenanya, harga yang dipatok hingga mencapai ratusan juta rupiah per patung. “Kalau pesanan premium, tentu pengerjaannya juga lebih sulit dan memakan waktu lama,” tandas Manso.
Manso sering kali dipaksa untuk membuat patung cor kuningan dengan desain yang tak lazim. Atau ia harus menyelesaikan pesanan desain dari si pemesan. Kendati demikian, tantangan besar tetap harus ia hadapi. Seperti patung cor mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wachid (Gus Dur) yang berpose seperti Buddha tidur.
“Ini juga pesanan premium. Patung ini pesanan dari Ibu Dolo Rosa, pematung dan dosen IKJ Jakarta,” ucapnya. Dia juga menyebut pesanan premium seperti inilah yang bisa dibilang panen.
Tritus Julan
Mojokerto
Wilayah yang menyimpan peninggalan sejarah Kerajaan Majapahit ini dipenuhi dengan warganya yang memilih terjun di dunia kerajinan. Mulai dari kerajinan patung batu, cor kuningan, terakota, hingga miniatur candi. Sesuai dengan sejarah wilayah ini, kerajinan yang ditekuni warga tak jauh dari nuansa Majapahit. Dua kerajinan yang menonjol yakni kerajinan patung batu dan cor kuningan.
Keduanya pernah mengalami masa keemasan. Masa di mana perajin menjadi kaya mendadak dan tak pernah sepi order. Itu lantaran masih belum banyak muncul usaha yang sama. Namun, saat ini kedua jenis kerajinan itu mulai pasang surut. Persaingan yang tak sehat dan pasar yang mulai jenuh menjadi kendala. Pulau Bali menjadi sasaran utama distribusi kerajinan ini.
Lebih di 80% patung batu dan cor kuningan ini berakhir di Pulau Dewata. Selebihnya, perajin memilih menjual langsung hasil kerajinan mereka ke pangsa pasar premium yakni mancanegara. Mulai meredupnya kerajinan patung batu dan cor kuningan itu memaksa perajin untuk pandai-pandai bertahan. Kartono Adi, misalnya, salah satu perajin terakota dari Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan. Dari tahun ke tahun usaha yang ia tekuni tak lagi bisa menjanjikan. Kendati secara kualitas, dia selalu menjaganya.
“Tidak seperti dulu. Sudah terlalu banyak yang menjadi perajin. Persaingan menjadi semakin ketat,” kata Kartono Adi kemarin. Untuk meminimalisasi biaya operasional, dia kini hanya ditemani satu pekerja. Meski demikian, dia mengaku usaha yang ia tekuni ini sulit untuk ditinggalkan. Karena menurutnya, dari sinilah ia bisa hidup. “Ditinggalkan tidak bisa. Tapi kalau digenjot juga tidak bisa. Hanya cukup untuk makan. “Kami hanya bisa mengharapkan ada order khusus selain produk rutin,” ujar Adi.
Sementara itu, perajin kuningan juga mulai mengeluhkan jenuhnya pasar dan persaingan yang tak sehat. Lebih banyak dari mereka yang menjalani usaha ini demi kelangsungan hidup saja, tanpa ada geliat untuk memajukan usaha. Perajin jenis ini lebih banyak mengharapkan pesanan- pesanan rutin. Namun, beberapa perajin memilih menyasar pangsa pasar premium, yakni pesanan dari mancanegara atau pesanan khusus bertarif tinggi.
Sebut saja Manso, 58, perajin cor kuningan asal Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan. Pria yang memiliki nama asli Hariyadi ini adalah tetuah perajin patung cor dari kuningan. Ia memilih untuk memilih pesanan produk premium dibanding dengan pesanan produk biasa. “Lebih banyak pesanan dari luar negeri. Atau pesanan khusus dengan ukuran patung yang besar. Otomatis harganya mahal,” paparnya.
Sudah tak terhitung lagi Manso mengguratkan hasil karyanya yang bernilai seni tinggi. Mulai dari pesanan pemerintah daerah di Pulau Bali hingga Jakarta. Tentu saja pesanan jenis ini membutuhkan tenaga dan pikiran yang lebih. Karenanya, harga yang dipatok hingga mencapai ratusan juta rupiah per patung. “Kalau pesanan premium, tentu pengerjaannya juga lebih sulit dan memakan waktu lama,” tandas Manso.
Manso sering kali dipaksa untuk membuat patung cor kuningan dengan desain yang tak lazim. Atau ia harus menyelesaikan pesanan desain dari si pemesan. Kendati demikian, tantangan besar tetap harus ia hadapi. Seperti patung cor mantan Presiden RI KH Abdurrahman Wachid (Gus Dur) yang berpose seperti Buddha tidur.
“Ini juga pesanan premium. Patung ini pesanan dari Ibu Dolo Rosa, pematung dan dosen IKJ Jakarta,” ucapnya. Dia juga menyebut pesanan premium seperti inilah yang bisa dibilang panen.
Tritus Julan
Mojokerto
(ars)