Nenek Asyani Minta Penangguhan Penahanan
A
A
A
SITUBONDO - Nenek Asyani, terdakwa pencuri tujuh gelondong kayu jati milik Perhutani Situbondo bakal mengajukan penangguhan penahanan ke Pengadilan Negeri (PN) Situbondo.
Hal ini akan disampaikan Supriono, pengacara nenek Asyani, Kamis besok 12 Maret 2015 dalam sidang dengan agenda mendengarkan eksepsi oleh jaksa penuntut umum.
Menurut Supriono, pengajuan penangguhan penahanan dilakukan sebagai rasa kemanusiaan dan hak asasi manusia.
Selain itu ada dugaan bahwa nenek Asyani merupakan korban ketidakadilan proses hukum. (Baca juga: Kasus Nenek Asyani Potret Buram Hukum)
"Kami bahkan menduga kuat, ada rekayasa barang bukti kayu. Ada perbedaan yang jelas antara barang bukti yang disodorkan di persidangan beberapa waktu lalu dengan barang bukti yang dimiliki nenek Asyani," ungkap Supriyono.
Ketua Tim Kuasa Hukum yang beranggotakan empat pengacara gaek asal Situbondo ini juga menambahkan, pihaknya sudah melakukan pengecekan secara fisik soal barang bukti yang merupakan bukti materiil persidangan tersebut.
"Kayu yang disimpan nenek yang kemudian dikerjakan pak Cipto sangat berbeda dengan barang bukti yang diklaim Perhutani. Saya yakin dan percaya soal itu," timpalnya.
Dia juga menerangkan, barang bukti yang dimiliki Asyani yakni berupa kayu sirap yang telah dipotong-potong kemudian akan dirangkai menjadi sebuah semacam dipan tempat tidur.
"Nenek Asyani ini kan pekerjaannya tukang pijat, jadi kayu itu memang akan digunakan untuk tempat tidur pasien pijat. Namun anehnya, barang bukti yang disodorkan penyidik kepolisian dan Perhutani berupa kayu masih gelondongan dengan ukuran diameter 15-20 centimeter," tukasnya.
Supriyono mendesak kepada majelis hakim persidangan agar dalam waktu dekat segera mengabulkan permohonan penangguhan penahanan atas nenek Asyani yang kini telah berumur lebih dari 65 tahun.
"Sense kemanusiaan kepada majelis hakim, kejaksaan maupun polisi kini tengah kita uji. Sebab hukum yang adil itu juga berdasarkan rasa kemanusiaan atau sens eof humanity," tandas pengacara yang tanpa dibayar dalam kasus nenek Asyani ini.
Supriyono juga menerangkan, meski telah mendampingi Asyani sejak sidang pertama, namun menurut dia mediasi sudah pernah dilakukan.
"Kita sudah coba mediasi itu, namun Perhutani dan polisi nampaknya tidak merespon dengan baik. Bahkan sempat ada kabar kalau ada oknum Perhutani mau nyogok ke klien kami agar mau mengakui kesalahan, itu kan memalukan," timpalnya.
Hal ini akan disampaikan Supriono, pengacara nenek Asyani, Kamis besok 12 Maret 2015 dalam sidang dengan agenda mendengarkan eksepsi oleh jaksa penuntut umum.
Menurut Supriono, pengajuan penangguhan penahanan dilakukan sebagai rasa kemanusiaan dan hak asasi manusia.
Selain itu ada dugaan bahwa nenek Asyani merupakan korban ketidakadilan proses hukum. (Baca juga: Kasus Nenek Asyani Potret Buram Hukum)
"Kami bahkan menduga kuat, ada rekayasa barang bukti kayu. Ada perbedaan yang jelas antara barang bukti yang disodorkan di persidangan beberapa waktu lalu dengan barang bukti yang dimiliki nenek Asyani," ungkap Supriyono.
Ketua Tim Kuasa Hukum yang beranggotakan empat pengacara gaek asal Situbondo ini juga menambahkan, pihaknya sudah melakukan pengecekan secara fisik soal barang bukti yang merupakan bukti materiil persidangan tersebut.
"Kayu yang disimpan nenek yang kemudian dikerjakan pak Cipto sangat berbeda dengan barang bukti yang diklaim Perhutani. Saya yakin dan percaya soal itu," timpalnya.
Dia juga menerangkan, barang bukti yang dimiliki Asyani yakni berupa kayu sirap yang telah dipotong-potong kemudian akan dirangkai menjadi sebuah semacam dipan tempat tidur.
"Nenek Asyani ini kan pekerjaannya tukang pijat, jadi kayu itu memang akan digunakan untuk tempat tidur pasien pijat. Namun anehnya, barang bukti yang disodorkan penyidik kepolisian dan Perhutani berupa kayu masih gelondongan dengan ukuran diameter 15-20 centimeter," tukasnya.
Supriyono mendesak kepada majelis hakim persidangan agar dalam waktu dekat segera mengabulkan permohonan penangguhan penahanan atas nenek Asyani yang kini telah berumur lebih dari 65 tahun.
"Sense kemanusiaan kepada majelis hakim, kejaksaan maupun polisi kini tengah kita uji. Sebab hukum yang adil itu juga berdasarkan rasa kemanusiaan atau sens eof humanity," tandas pengacara yang tanpa dibayar dalam kasus nenek Asyani ini.
Supriyono juga menerangkan, meski telah mendampingi Asyani sejak sidang pertama, namun menurut dia mediasi sudah pernah dilakukan.
"Kita sudah coba mediasi itu, namun Perhutani dan polisi nampaknya tidak merespon dengan baik. Bahkan sempat ada kabar kalau ada oknum Perhutani mau nyogok ke klien kami agar mau mengakui kesalahan, itu kan memalukan," timpalnya.
(sms)