Yogya Tak Mungkin Bangun Rusun
A
A
A
YOGYAKARTA - Wilayah Kota Yogyakarta sudah tak memungkinkan lagi untuk dibangun rumah petak program pemerintah dari Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU) dan Kementerian Perumahan Rakyat (Menpera).
Hal ini disebabkan minimnya lahan kosong. Untuk menekan luas daerah kumuh seiring semakin bertambahnya kepadatan penduduk, Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Yogyakarta hanya bisa memaksimalkan rumah susun yang sudah ada.
Kepala Bidang Pemukiman dan Saluran Air Limbah Kimpraswil Kota Yogyakarta Hendra Tantular mengatakan, dengan adanya rumah susun sewa (rusunawa) yang sudah ada saat ini, diharapkan menjadi solusi bagi mereka yang belum memiliki rumah layak huni.
Rusunawa yang ada saat itu adalah Rusunawa Jogoyudan, Cokrodirjan, serta Juminahan. Di rusunawa tersebut, mereka yang menyewa hanya diperbolehkan selama tiga tahun. Setelah habis, diberi satu kesempatan lagi untuk memperpanjang sewanya dengan durasi yang sama. "Jadi totalnya, penyewa bisa menempati selama enam tahun," katanya, kemarin.
Selama mereka tinggal di rusunawa, diharapkan sudah memiliki tabungan yang cukup untuk digunakan membeli rumah pribadi yang layak huni. "Setelah itu, biar bergantian dengan yang lain untuk menempati rusunawa tersebut," tuturnya. Dia menambahkan, seiring berjalannya waktu kepadatan penduduk pasti meningkat.
Imbasnya kebutuhan tambahan rumah tinggal sewajarnya dicukupi. Sayangnya saat ini untuk mendirikan rumah di Kota Yogyakarta sangat sulit. Karena keterbatasan lahan kosong, beber dia, untuk mendirikan rumah petak atau kembali mendirikan rusunawa sudah tidak memungkinkan. "Untuk mencari lahan kosong membuat saluran ipal komunal (limbah) saja kami kesulitan," ucap Hendra.
Apalagi, sambung dia, jika nanti ada pendirian rumah baru juga harus memperhatikan banyak kriteria. Seperti kebutuhan air sumur dangkal, menyisakan tempat penghijauan, dan mampu mengolah limbah rumah tangganya sendiri.
"Rumah sehat itu mempunyai septictank berjarak 10 meter dari sumber air yang digunakan. Kalau sudah ideal di rumahnya sendiri, apa juga ideal dengan sumber air yang digunakan tetangganya?" ucapnya.
Untuk menekan kawasan kumuh yang tersebar di wilayahnya, kecuali di Kecamatan Keraton, pihaknya hanya bisa melakukan perbaikan rumah tak sehat. Alias rumah yang belum masuk dalam kriteria layak huni. "Harapan kami bisa merehabilitasi 3.304 rumah tak layak huni. Di 2015 ini sebanyak 174 unit rumah dibagi dalam dua tahap," kata Kepala Seksi Pemukiman Kimpaswil Kota Yogyakarta, Yunita Rahmi Hapsari.
Setiap rumah yang direhabilitasi, disediakan dana Rp8 juta. Perbaikan meliputi atap, dinding, maupun lantai dan tak harus berbahan material berkualitas tinggi. Yang terpenting bisa layak dan sehat untuk ditinggali. "Rumah yang sangat tidak layak huni yang akan kami dahulukan," ucapnya.
Ridho hidayat
Hal ini disebabkan minimnya lahan kosong. Untuk menekan luas daerah kumuh seiring semakin bertambahnya kepadatan penduduk, Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Yogyakarta hanya bisa memaksimalkan rumah susun yang sudah ada.
Kepala Bidang Pemukiman dan Saluran Air Limbah Kimpraswil Kota Yogyakarta Hendra Tantular mengatakan, dengan adanya rumah susun sewa (rusunawa) yang sudah ada saat ini, diharapkan menjadi solusi bagi mereka yang belum memiliki rumah layak huni.
Rusunawa yang ada saat itu adalah Rusunawa Jogoyudan, Cokrodirjan, serta Juminahan. Di rusunawa tersebut, mereka yang menyewa hanya diperbolehkan selama tiga tahun. Setelah habis, diberi satu kesempatan lagi untuk memperpanjang sewanya dengan durasi yang sama. "Jadi totalnya, penyewa bisa menempati selama enam tahun," katanya, kemarin.
Selama mereka tinggal di rusunawa, diharapkan sudah memiliki tabungan yang cukup untuk digunakan membeli rumah pribadi yang layak huni. "Setelah itu, biar bergantian dengan yang lain untuk menempati rusunawa tersebut," tuturnya. Dia menambahkan, seiring berjalannya waktu kepadatan penduduk pasti meningkat.
Imbasnya kebutuhan tambahan rumah tinggal sewajarnya dicukupi. Sayangnya saat ini untuk mendirikan rumah di Kota Yogyakarta sangat sulit. Karena keterbatasan lahan kosong, beber dia, untuk mendirikan rumah petak atau kembali mendirikan rusunawa sudah tidak memungkinkan. "Untuk mencari lahan kosong membuat saluran ipal komunal (limbah) saja kami kesulitan," ucap Hendra.
Apalagi, sambung dia, jika nanti ada pendirian rumah baru juga harus memperhatikan banyak kriteria. Seperti kebutuhan air sumur dangkal, menyisakan tempat penghijauan, dan mampu mengolah limbah rumah tangganya sendiri.
"Rumah sehat itu mempunyai septictank berjarak 10 meter dari sumber air yang digunakan. Kalau sudah ideal di rumahnya sendiri, apa juga ideal dengan sumber air yang digunakan tetangganya?" ucapnya.
Untuk menekan kawasan kumuh yang tersebar di wilayahnya, kecuali di Kecamatan Keraton, pihaknya hanya bisa melakukan perbaikan rumah tak sehat. Alias rumah yang belum masuk dalam kriteria layak huni. "Harapan kami bisa merehabilitasi 3.304 rumah tak layak huni. Di 2015 ini sebanyak 174 unit rumah dibagi dalam dua tahap," kata Kepala Seksi Pemukiman Kimpaswil Kota Yogyakarta, Yunita Rahmi Hapsari.
Setiap rumah yang direhabilitasi, disediakan dana Rp8 juta. Perbaikan meliputi atap, dinding, maupun lantai dan tak harus berbahan material berkualitas tinggi. Yang terpenting bisa layak dan sehat untuk ditinggali. "Rumah yang sangat tidak layak huni yang akan kami dahulukan," ucapnya.
Ridho hidayat
(ftr)