Penguasa di Nusantara yang Pertama Memeluk Islam

Sabtu, 07 Maret 2015 - 05:00 WIB
Penguasa di Nusantara yang Pertama Memeluk Islam
Penguasa di Nusantara yang Pertama Memeluk Islam
A A A
Dari berbagai literatur yang ada, menyebutkan bahwa agama Islam masuk ke nusantara di bawa oleh para pedagang dari Gujarat, Arab dan Persia.

Selain berdagang, para pedagang muslim tersebut juga berdakwah untuk mengenalkan agama Islam kepada penduduk lokal.

Berdasarkan buku Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang; Karangan H Zainal Abidin Ahmad, Bulan Bintang, 1979 salah satu penguasa di nusantara yang pertama memeluk agama Islam adalah Raja Sriwijaya yang bernama Sri Indrawarman.

Pada awal abad ke 8, bangsa Persia muslim, dan muslim Arab banyak yang berkunjung di Sriwijaya untuk berniaga dengan penduduk lokal yang berdagang rempah-rempah.

Lalu pada sekitar awal abad ke 8, orang-orang Persia Muslim mulai berdomisili di Sriwijaya akibat mengungsi dari kerusuhan Kanton.

Dalam perkembang selanjutnya, pada sekitar tahun 717 M, diberitakan ada sebanyak 35 kapal perang dari dinasti Umayyah dengan hadir di Sriwijaya. Hal ini semakin mempercepat perkembangan Islam di Sriwijaya (Sumber : Sejarah Umat Islam; karangan Prof Dr Hamka).

Sehingga sangat dimungkinkan kehidupan di Sriwijaya adalah masyarakat sosial yang di dalamnya terdapat masyarakat Buddha dan Muslim sekaligus.

Tercatat beberapa kali Raja Sriwijaya ini berkirim surat ke khalifah Islam surat pertama dikirim kepada Muawiyyah, dan surat kedua dikirim kepada Umar bin Abdul Aziz.’

Surat pertama ditemukan dalam lemari arsip Bani Umayyah oleh Abdul Malik bin Umar, yang disampaikan kepada Abu Yayub Ats-Tsaqofi, yang kemudian disampaikan lagi kepada Al-Haytsam bin Adi.

Yang mendengar surat itu (Lori AI-Haytsam menceritakan kembali pendahuluan surat tersebut, “Dari Raba Al-Hind yang kandang binatangnya berisikan seribu gajah, (dan) yang istana terbuat dari emas dan perak, yang dilayani putri raja-raja, dan yang memiliki dua sungai besar yang mengairi pohon gaharu,".

Buzurg bin Shahriyar al Ramhurmui pada tahun 1.000 Masehi menulis sebuah kitab yang menggambarkan betapa di zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim.

Perkampungan itu berdiri di dalam wilayah kekuasaan Sriwijaya. Hanya karena hubungan yang teramat baik dengan Dunia Islam, Sriwijaya membolehkan warganya yang memeluk agama Islam hidup dalam damai dan memiliki perkampungannya sendiri di mana di dalamnya berlaku syariat Islam.

Hubungan itu berlanjut hingga di masa kekuasaan Bani Umayyah dengan khalifahnya Umar bin Abdul Aziz (717-720 M).

Ibnu Abdul al Rabbih secara lebih lengkap memuat korespondensi antara Raja Sriwijaya Sri Indrawarman dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz itu.

Salah satu isi suratnya berbunyi, “Dari Raja di Raja (Malik al Amlak) yang adalah keturunan seribu raja; yang beristeri juga seribu raja; yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu galah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu nan harum, bumbu-bumbu wemangian, pala, dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.

”Ini adalah surat dari Raja Sri Indrawarman kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang baru diangkat menggantikan Khalifah Sulaiman (715-¬717M).

Khalifah Sulaiman merupakan khalifah yang memerintahkan Trariq Bin Ziyad membebaskan Spanyol.

Pada masa kekuasaannya yang hanya selama dua tahun, Khalifah Sulaiman telah memberangkatkan satu armada persahabatan berkekuatan 35 kapal perang dari Teluk Persia menuju Pelabuhan Muara Sabak (Jambi) yang saat itu merupakan pelabuhan besar di dalam lingkungan Kerajaan Sriwijaya.

Armada tersebut transit di Gujarat dan juga di Perelak (Aceh), sebelum akhirnya memasuki pusat Kerajaan Zabag atau Sribuza (Sriwijaya).

Khalifah Umar bin Abdul Aziz lalu mengutus salah seorang ulama terbaiknya untuk memperkenalkan Islam kepada Raja Sriwijaya, Sri Indrawarman, seperti yang diminta olehnya.

Tatkala mengetahui segala hal tentang Islam, Raja Sriwijaya ini tertarik. Hatinya tersentuh hidayah. Pada tahun 718, Sri Indrawarman akhirnya mengucap dua kalimat syahadat. Sejak itu kerajaannya disebut orang sebagai “Kerajaan Sribuza yang Islam”.

Tidak lama setelah Sri Indrawarman bersyahadat, pada tahun 726 M, Pangeran Jay Sima putera dari Ratu Sima dari Kalingga (sekarang Jepara, Jawa Tengah), juga memeluk agama Islam.

Awal ceritanya Pangeran Jay Sima masuk Islam pada tahun 674 M semasa pemerintahan Khilafah Utsman bin Affan.

Sang khalifah mengirimkan utusannya Muawiyah bin Abu Sufyan ke tanah Jawa, Kalingga.

Kalingga pada saat itu, dipimpin oleh seorang wanita, yang terkenal adil dan bijaksana bernama Sima.

Dan hasil kunjungan duta Islam inilah Pangeran Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam (Sumber Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang; Karangan H Zainal Abidin Ahmad, Bulan Bintang, 1979). (Sumber Islam di Indonesia dan Jemaah Haji, Tempo Doeloe)

Sedangkan pemeluk Islam pertama di Tanah Sunda, menurut pengamat sejarah Deddy Effendie, adalah seorang Pangeran dari Tarumanegara, yang bernama Rakeyan Sancang.

Rakeyan Sancang disebutkan hidup pada masa Imam Ali bin Abi Thalib. Rakeyan Sancang diceritakan, turut serta membantu Imam Ali dalam pertempuran menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara.

Selain itu Rakeyan Sancang serta ikut membangun kekuasaan Muslim di Iran, Afghanistan dan Sind (644-650 M) (Sumber : Islam masuk ke Garut sejak abad 1 Hijriah dan Jamaah Haji, Tempo Doeloe).


Sumber :wikipedia dan ahmadsamantho.wordpress (diolah dari berbagai sumber)
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5674 seconds (0.1#10.140)