Tenun Tajung Palembang Muncul di IFW
A
A
A
PALEMBANG - Palembang bukan saja mempunyai keindahan pada kain songket. Namun kain tenun tajung, blongsong, dan blongket juga tak kalah bagusnya.
Terbukti, kain yang memiliki nilai historis melayu ini diikutsertakan dalam ajang Indonesia Fashion Week (IFW) 2015 di Jakarta Convention Cen ter (JCC) akhir Februari lalu. Ditemui di rumah produksi sentra kerajinan Tuan Kentang, Kecamatan SU I Palembang kemarin, owner Centra Tenun Tajung Udin Abdillah mengatakan, kain-kain yang dipamerkan di Hall B JCC tersebut dihasilkan dari tangan-tangan terampil masyarakat di lingkungannya.
Itu artinya, kain ini merupakan hasil kerajinan lokal yang masih lestari saat ini. Udin menuturkan, usaha pembuatan kain tenun yang digelutinya bersama sang istri ini merupakan peninggalan orang tua. Dia rintis kembali di tahun 1984 dengan mengerjakan sendiri.
Sementara, untuk urusan pemasaran dan keuangan diserahkan kepada Yati, istri tercinta. “Istri yang berangkat ke IFW 2015. Semua jenis kain tajung terbaik kami bawa ke sana,” ucapnya kepada KORAN SINDO PALEMBANG, kemarin.
Dia berharap, dengan di bawa ke ajang fesyen nasional tersebut, kain-kain tajung Palembang termasuk blongsong dan blongket (blongsong songket) bisa dikenal dan terangkat di dunia busana nusantara. Mengingat kain ini juga memiliki ciri khas berupa motif benang emas dan perak yang bervariatif bagai pelangi.
Dipastikannya para perancang busana di Indonesia bisa memanfaatkan keunikan dan keragaman dari tenun tajung Palembang, seperti tenun ikat ataupun tenun cecep. “Sejauh ini mitra desainer lokal sudah ada beberapa.” “Tapi kalau memang dari ajang IFW 2015 ada desainer nasional yang tertarik, kemungkinan kontak bisnis akan berlanjut setelah event-nya selesai,” harap Udin.
Saat ini, Centra Tenun Tajung sudah memberdayakan sedikitnya 25 orang perajin. Dimungkinkannya bisa merekrut hingga ratusan perajin lain, karena pengerjaan satu kain tajung membutuhkan banyak tangan, mulai dari menenun kain, melukis pola di kain oleh satu orang, dijahit oleh dua orang, lalu dijumput (diikat) oleh orang lainnya.
Baru setelahnya masuk ke proses pencelupan untuk pewarnaan sampai pelepasan ikat jumputan tadi. Total pengerjaannya sekitar 4-5 jam untuk satu kain saja. “Khusus pewarnaan ini memang harus dari tangan orang-orang yang punya seni tinggi. Kami tetap bantu mereka untuk penentuan warnanya. Pastinya, di sini bisa berdayakan masyarakat lokal, usaha ini baik untuk lingkungan sendiri,” kata pria yang besar di Cirebon ini.
Pengunjung galeri Centra Tenun Tajung, Astuti mengungkapkan, sangat suka dengan setiap motif yang ada di kain tajung milik Udin. Bukan hanya itu, pilihan kainnya pun sudah beragam, tidak hanya tenun katun, tapi juga ada sutra, siffon, dan lainnya. “Bagus-bagus, beda dasar memang beda harga, tapi motifnya itu cantik,” tuturnya.
Yulia savitri
Terbukti, kain yang memiliki nilai historis melayu ini diikutsertakan dalam ajang Indonesia Fashion Week (IFW) 2015 di Jakarta Convention Cen ter (JCC) akhir Februari lalu. Ditemui di rumah produksi sentra kerajinan Tuan Kentang, Kecamatan SU I Palembang kemarin, owner Centra Tenun Tajung Udin Abdillah mengatakan, kain-kain yang dipamerkan di Hall B JCC tersebut dihasilkan dari tangan-tangan terampil masyarakat di lingkungannya.
Itu artinya, kain ini merupakan hasil kerajinan lokal yang masih lestari saat ini. Udin menuturkan, usaha pembuatan kain tenun yang digelutinya bersama sang istri ini merupakan peninggalan orang tua. Dia rintis kembali di tahun 1984 dengan mengerjakan sendiri.
Sementara, untuk urusan pemasaran dan keuangan diserahkan kepada Yati, istri tercinta. “Istri yang berangkat ke IFW 2015. Semua jenis kain tajung terbaik kami bawa ke sana,” ucapnya kepada KORAN SINDO PALEMBANG, kemarin.
Dia berharap, dengan di bawa ke ajang fesyen nasional tersebut, kain-kain tajung Palembang termasuk blongsong dan blongket (blongsong songket) bisa dikenal dan terangkat di dunia busana nusantara. Mengingat kain ini juga memiliki ciri khas berupa motif benang emas dan perak yang bervariatif bagai pelangi.
Dipastikannya para perancang busana di Indonesia bisa memanfaatkan keunikan dan keragaman dari tenun tajung Palembang, seperti tenun ikat ataupun tenun cecep. “Sejauh ini mitra desainer lokal sudah ada beberapa.” “Tapi kalau memang dari ajang IFW 2015 ada desainer nasional yang tertarik, kemungkinan kontak bisnis akan berlanjut setelah event-nya selesai,” harap Udin.
Saat ini, Centra Tenun Tajung sudah memberdayakan sedikitnya 25 orang perajin. Dimungkinkannya bisa merekrut hingga ratusan perajin lain, karena pengerjaan satu kain tajung membutuhkan banyak tangan, mulai dari menenun kain, melukis pola di kain oleh satu orang, dijahit oleh dua orang, lalu dijumput (diikat) oleh orang lainnya.
Baru setelahnya masuk ke proses pencelupan untuk pewarnaan sampai pelepasan ikat jumputan tadi. Total pengerjaannya sekitar 4-5 jam untuk satu kain saja. “Khusus pewarnaan ini memang harus dari tangan orang-orang yang punya seni tinggi. Kami tetap bantu mereka untuk penentuan warnanya. Pastinya, di sini bisa berdayakan masyarakat lokal, usaha ini baik untuk lingkungan sendiri,” kata pria yang besar di Cirebon ini.
Pengunjung galeri Centra Tenun Tajung, Astuti mengungkapkan, sangat suka dengan setiap motif yang ada di kain tajung milik Udin. Bukan hanya itu, pilihan kainnya pun sudah beragam, tidak hanya tenun katun, tapi juga ada sutra, siffon, dan lainnya. “Bagus-bagus, beda dasar memang beda harga, tapi motifnya itu cantik,” tuturnya.
Yulia savitri
(ftr)