Instrumen Karawitan Iringi Sembayangan Tai Sui
A
A
A
SURABAYA - Saat memasuki Kelenteng Xiang You Hui atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kelenteng YSSI (Yayasan Sahabat Sinoman Indonesia), terdengar alunan karawitan.
kelenteng ini kemarin menggelar sembahyangan Tai Sui, namun sepanjang sembahyangan para umat dan pengunjung kelenteng mendengar alunan musik berupa karawitan. Tentu di kelenteng ini bukan sedang bermain ludrukan atau wayang, karena iringan karawitan sering digunakan dalam pagelaran itu.
Alunan karawitan yang dimainkan Slenthem Etnis Modern Community kemarin, justru mengiri sembahyangan Tai Sui yang dipercayai masyarakat Tionghoa menganut ajaran Tao. Alunan musik yang dimainkan cukup lembut sehingga masyarakat yang mengikuti sembahyangan terlihat semakin khusyuk dalam berdoa.
Musik yang dimainkan pun tidak hanya alat musik dari karawitan, namun juga kecapi dan genta yang merupakan alat musik khas Tionghoa. Tidak cukup itu, dari alat musik modern juga digunakan keyboard sebagai tambahan supaya sembahyangan menjadi semakin khidmat.
Dijelaskan Ketua Kelenteng YSSI, Budhi Tanuwijaya, perpaduan dua unsur musik, yakni Jawa dan China ini menunjukkan harmonisasi antarmasyarakat. Tai Sui merupakan sebuah sembahyangan yang digelar setelah perayaan Imlek atau jeda waktu di sela-sela sebelum perayaan Cap Go Meh.
Sebagian besar masyarakat Tionghoa melaksanakan sembahyangan Tai Sui dengan tujuan memohon berkah pada setiap tahunnya. Sembahyangan ini dibagi menjadi 18 tahapan yang harus dijalani umat. Uniknya, semua umat beragama tidak hanya masyarakat Tionghoa, juga boleh mengikuti sembahyangan Tai Sui asal memiliki kepercayaan terhadap Tuhan.
Diperkirakan sekitar 1200 umat mengikuti sembahyangan di Kelenteng YSSI. ”Setiap tahun kami hanya menggelar satu kali sembahyangan Tai Sui dan tahun ini merupakan tahun ke-5 kami menyelenggarakan sembahyangan Tai Sui. Kami merasa perlu menggelar sembahyangan ini karena manfaatnya tidak hanya bagi kami, tapi juga untuk semua masyarakat,” ujarnya.
Pendeta Sembahyang Tai Sui, Wu Mao Fu Dao Zhang saat dijumpai di sela-sela memimpin sembahyangan di kelenteng yang terletak di Jalan Kalisari itu menjelaskan, Tai Sui adalah sebutan untuk dewadewa penjaga tahun dan jumlahnya ada 62.
Setiap tahun itu, dewa-dewa ini berganti, misal seperti tahun ini yang menjaga adalah Dewa Tai Sui bernama Yang Xiang. Jadi setiap orang yang mengikuti sembahyangan Tai Sui memohon supaya sepanjang tahun ini mendapat berkah, terhindar dari halangan, maupun sakit penyakit. Karena itu, semua kepercayaan juga diperbolehkan mengikuti sembahyangan ini.
”Melalui sembahyangan Tai Sui ini, kami mengajak masyarakat untuk memohon ampun akan dosa yang telah diperbuat selama setahun ini dan bertobat. Selain itu, kami juga mengundang para dewa untuk memberi berkah pada setiap tahun supaya memperoleh keselamatan, sukses laris, rezeki lancar, dan tentu terhindar dari halangan-halangan,” kata pria yang memiliki nama asli Stanley Prayogo.
Mamik Wijayanti
kelenteng ini kemarin menggelar sembahyangan Tai Sui, namun sepanjang sembahyangan para umat dan pengunjung kelenteng mendengar alunan musik berupa karawitan. Tentu di kelenteng ini bukan sedang bermain ludrukan atau wayang, karena iringan karawitan sering digunakan dalam pagelaran itu.
Alunan karawitan yang dimainkan Slenthem Etnis Modern Community kemarin, justru mengiri sembahyangan Tai Sui yang dipercayai masyarakat Tionghoa menganut ajaran Tao. Alunan musik yang dimainkan cukup lembut sehingga masyarakat yang mengikuti sembahyangan terlihat semakin khusyuk dalam berdoa.
Musik yang dimainkan pun tidak hanya alat musik dari karawitan, namun juga kecapi dan genta yang merupakan alat musik khas Tionghoa. Tidak cukup itu, dari alat musik modern juga digunakan keyboard sebagai tambahan supaya sembahyangan menjadi semakin khidmat.
Dijelaskan Ketua Kelenteng YSSI, Budhi Tanuwijaya, perpaduan dua unsur musik, yakni Jawa dan China ini menunjukkan harmonisasi antarmasyarakat. Tai Sui merupakan sebuah sembahyangan yang digelar setelah perayaan Imlek atau jeda waktu di sela-sela sebelum perayaan Cap Go Meh.
Sebagian besar masyarakat Tionghoa melaksanakan sembahyangan Tai Sui dengan tujuan memohon berkah pada setiap tahunnya. Sembahyangan ini dibagi menjadi 18 tahapan yang harus dijalani umat. Uniknya, semua umat beragama tidak hanya masyarakat Tionghoa, juga boleh mengikuti sembahyangan Tai Sui asal memiliki kepercayaan terhadap Tuhan.
Diperkirakan sekitar 1200 umat mengikuti sembahyangan di Kelenteng YSSI. ”Setiap tahun kami hanya menggelar satu kali sembahyangan Tai Sui dan tahun ini merupakan tahun ke-5 kami menyelenggarakan sembahyangan Tai Sui. Kami merasa perlu menggelar sembahyangan ini karena manfaatnya tidak hanya bagi kami, tapi juga untuk semua masyarakat,” ujarnya.
Pendeta Sembahyang Tai Sui, Wu Mao Fu Dao Zhang saat dijumpai di sela-sela memimpin sembahyangan di kelenteng yang terletak di Jalan Kalisari itu menjelaskan, Tai Sui adalah sebutan untuk dewadewa penjaga tahun dan jumlahnya ada 62.
Setiap tahun itu, dewa-dewa ini berganti, misal seperti tahun ini yang menjaga adalah Dewa Tai Sui bernama Yang Xiang. Jadi setiap orang yang mengikuti sembahyangan Tai Sui memohon supaya sepanjang tahun ini mendapat berkah, terhindar dari halangan, maupun sakit penyakit. Karena itu, semua kepercayaan juga diperbolehkan mengikuti sembahyangan ini.
”Melalui sembahyangan Tai Sui ini, kami mengajak masyarakat untuk memohon ampun akan dosa yang telah diperbuat selama setahun ini dan bertobat. Selain itu, kami juga mengundang para dewa untuk memberi berkah pada setiap tahun supaya memperoleh keselamatan, sukses laris, rezeki lancar, dan tentu terhindar dari halangan-halangan,” kata pria yang memiliki nama asli Stanley Prayogo.
Mamik Wijayanti
(ftr)