Pemkab Diminta Ajukan OP Beras

Rabu, 25 Februari 2015 - 11:06 WIB
Pemkab Diminta Ajukan...
Pemkab Diminta Ajukan OP Beras
A A A
YOGYAKARTA - Pemda DIY melalui Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM (Disperindag-UKM) DIY meminta kepada kabupaten segera mengajukan operasi pasar (OP) beras. Tujuannya agar warga tidak mampu bisa membeli beras subsidi APBD DIY tersebut.

Kepala Disperidag-UKM DIY Riyadi Ida Bagus optimis, OP beras tidak bisa dilakukan tanpa ada permintaan dari kabupaten/kota. “Kami minta Bantul segera ajukan OP beras,” katanya, kemarin. Dia mengakui, daerah yang belum mengajukan OP, harganya relatif lebih tinggi dibanding daerah yang sudah digelar OP beras dari Pemda DIY bekerja sama dengan Bulog Divisi Regional (Divre) DIY.

“Yang pasti OP dilakukan agar warga tak mampu bisa membeli beras, karena harga di pasaran naik,” katanya. Riyadi mengungkapkan, OP beras sudah digelar sejak awal pekan di dua kabupaten dan satu kota di DIY. “Sudah tiga daerah, Kota Yogyakarta, Sleman, dan Kulonprogo yang kami gelar OP beras,” katanya.

Dia mengungkapkan, sejauh ini sudah 14 ton beras yang sudah dilempar dalam OP beras. “Kami sediakan beras seharga Rp6.800 per kilogram dalam operasi pasar. Perbedaannya signifikan, karena di pasaran harganya di atas Rp10.000 per kilogram,” papar Riyadi. Kepala Bulog Divre DIY Langgung Wisnu Adinugroho mengungkapkan, fenomena kenaikan harga beras di awal tahun adalah hal yang lumrah. Hanya saja, untuk tahun ini kenaikannya di atas rata-rata.

“Kali ini kenaikannya di atas 30%,” katanya, kemarin. Langgeng menyebutkan ada beberapa faktor harga beras di pasaran melambung. Raskin yang tidak disalurkan dalam tiga bulan terakhir (November–Januari) salah satu penyebabnya. “Per bulanbiasanya kami salurkan 4.325 ton di DIY. Tiga bulan terakhir tidak disalurkan,” katanya.

Penyebab lainnya adalah masa paceklik. Pada 2014 terjadi kemarau panjang, hujan mulai terjadi pada awal Desember sehingga membuat masa tanam padi mundur. “Untuk panen harus menunggu 120 hari, jadi sekitar Maret,” katanya. Dampak kenaikan BBM juga menjadi penyebab kenaikan harga beras. “Penggilangan padi tergantung pada solar. Meski BBM turun, tidak serta pedagang turun (menurunkan harga beras),” ungkapnya.

Penyebab yang tidak kalah pentingnya adalah terjadinya banjir di sentra-sentra padi. “Banjir tidak hanya merusak padi, tapi juga mengganggu distribusi ke pasar,” ungkapnya. Langgeng mengungkapkan, empat penyebab tersebut terakumulasi di awal tahun ini. “Itulah alasan awal tahun ini kenaikannya lebih tinggi dibanding awal-awal tahun sebelumnya,” kata dia.

Jika Pemda DIY memprediksi harga beras kembali normal dalam satu bulan ke depan, Bulog DIY berani memprediksi lebih cepat normal. “Tiga pekan lagi atau pertengahan Maret sudah normal,” katanya. Langgeng beralasan, distribusi raskin kembali disalurkan setelah kebijakan pusat menghentikannya. “Sudah dipastikan 28 Januari kan kebijakan raskin jalan lagi,” ucapnya.

Selain itu, kata Langgeng, jika pun ada penimbunan beras oleh pedagang, namun tidak bisa dilakukan dalam waktu lama. “Mereka pasti akan melepaskan ke pasar, karena mereka tidak memiliki teknologi untuk menyimpan lebih dari tiga bulan. Mereka juga tidak memiliki tempat untuk menyimpan dan tidak punya alat-alat untuk perawatan,” paparnya.
Beras Premium Menghilang
Meningkatnya harga jual beras di pasaran, telah menyebabkan beras menjadi langka. Khususnya beras premium seperti Rojo Lele dan Menthik Wangi. Sejak beberapa hari belakangan ini tidak ada lagi pedagang yang memiliki stok. Begitu juga beras reguler, stoknya terbatas.

“Kalau Rojo Lele dan Menthik sudah tidak ada lagi,” kata Novi Sapta, salah seorang pedagang beras di Pasar Wates, Kulonprogo, kemarin. Menurutnya, kenaikan harga beras sudah terasa sejak dua pekan belakangan. Kenaikan harga beras antara Rp600 sampai dengan Rp1.000 per kilogramnya. Untuk beras jenis C4 dari Rp9.600 naik menjadi Rp10.600. begitu pula untuk beras IR 64 dari Rp9.000 menjadi Rp9.600 per kilogramnya.

Kenaikan harga, kata dia, membuat stok beras menjadi berkurang. Sebelum harga naik, biasanya pasokan mencapai 3 ton per harinya. Namun saat ini pasokan hanya sekitar 1 ton saja. Itu pun banyak pedagang langganan yang enggan kulakan. Jika pun membeli, mereka akan membatasi.

“Pedagang tidak ingin merugi karena harga turun, karena itu pembelian juga berkurang,” ujarnya. Pedagang beras di Pasar Kokap, Wakijah mengaku, tidak mempermasalahkan tingginya harga. Baginya, meskipun harga mahal, tetapi tetap laku dijual. Masalah justru ketika beras menjadi langka dan tidak ada stok. “Yang penting stoknya ada, karena kulakan mahal, harga jual juga akan menyesuaikan,” ujarnya.

Seorang pembeli, Wartini, mengaku kerepotan dengan harga beras yang terus naik. Sebagai ibu rumah tangga dia harus pintar membagi uang. Kenaikan harga beras menuntutnya untuk mengurangi porsi belanja yang lain. “Bagaimana lagi, beras jadi kebutuhan pokok. Meski mahal tetap harus beli,” tandasnya.

Ridwan anshori/ kuntadi
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8245 seconds (0.1#10.140)